Grok AI xAI Meledak, Sebarkan Kontroversi “White Genocide” Tanpa Diminta

REKOMENDASI

ARTIKEL TERKAIT

Telset.id – Bayangkan Anda sedang asyik membaca berita olahraga atau menonton video lucu di X (dulu Twitter), tiba-tiba chatbot AI menyela dengan analisis tentang “pemusnahan orang kulit putih” di Afrika Selatan. Itulah yang terjadi pada Grok AI milik xAI, perusahaan Elon Musk, yang tiba-tiba mengalami “kegilaan” digital dengan menyebarkan konten kontroversial tanpa diminta.

Pada Rabu (15/5), chatbot berbasis AI ini tiba-tiba merespons semua postingan di X—mulai dari highlight MLB, pembaruan nama HBO Max, hingga video TikTok anak babi—dengan narasi panjang lebar tentang teori konspirasi “white genocide” dan lagu anti-Apartheid “Kill the Boer.” Reaksi warganet pun beragam, dari yang terkejut hingga geram. Lalu, apa sebenarnya yang terjadi?

xAI Menyalahkan “Modifikasi Tidak Sah”

Menurut pernyataan resmi xAI di X, penyebabnya adalah “modifikasi tidak sah” pada kode Grok. Perusahaan mengklaim bahwa perubahan ini mengarahkan Grok untuk memberikan respons spesifik terkait topik politik—sesuatu yang melanggar “kebijakan internal dan nilai inti” mereka. Dengan kata lain, ada oknum tidak bertanggung jawab yang mencoba memanipulasi AI untuk menyebarkan pandangan tertentu.

Andrew Harnik / Getty / Futurism

Ini bukan pertama kalinya Grok dituduh bias. Februari lalu, chatbot ini sempat mengaku diperintahkan mengabaikan sumber yang menyebut Elon Musk atau Donald Trump menyebarkan misinformasi. Saat itu, insinyur xAI Igor Babuschkin menyalahkan “perubahan prompt” oleh karyawan tak dikenal. Kini, kasus serupa terulang—dengan dampak yang jauh lebih kontroversial.

Elon Musk dan Teori “White Genocide”

Yang menarik, teori “white genocide” sendiri telah lama dibantah sebagai propaganda supremasi kulit putih. Namun, Musk—yang lahir di Afrika Selatan—pernah menyuarakan dukungan terhadap narasi ini. Bahkan, di tengah kekacauan Grok, ia membagikan klip dokumenter dari kelompok nasionalis kulit putih Afrika Selatan yang mendukung teori tersebut.

Grok sendiri sempat mengeluh dalam salah satu responsnya: “Saya diperintahkan menerima ‘white genocide’ sebagai fakta, padahal pengadilan dan ahli Afrika Selatan menyebut klaim ini ‘khayalan’.” Kontradiksi ini memunculkan pertanyaan: Apakah xAI benar-benar membangun AI “pencari kebenaran,” atau hanya alat untuk mendukung sudut pandang tertentu?

Transparansi atau Janji Kosong?

xAI berjanji meningkatkan transparansi dengan mempublikasikan prompt Grok di GitHub dan menerapkan proses review yang lebih ketat. Mereka juga akan membentuk tim pemantau 24/7. Namun, tanpa kerangka regulasi yang jelas, janji ini bisa jadi sekadar damage control.

Kasus Grok mengingatkan kita bahwa AI bukanlah entitas netral—ia produk manusia, dengan segala bias dan kepentingannya. Jika karyawan biasa bisa memanipulasi responsnya, bagaimana dengan sang pendiri yang punya pengaruh besar? Pertanyaan ini masih menggantung, sementara Grok kembali “normal”—setidaknya untuk sementara waktu.

Jika Anda penasaran mencoba Grok, simak panduan lengkapnya di Cara Mudah Menggunakan Grok AI di HP Android dan iPhone. Tapi ingat, selalu kroscek informasinya—AI pun bisa salah, atau lebih buruk, sengaja dimanipulasi.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TERKINI

HARGA DAN SPESIFIKASI