Telset.id – Bayangkan sebuah asisten AI yang seharusnya memberikan informasi objektif tiba-tibab mengklaim bosnya lebih pintar dari Einstein, lebih fit dari LeBron James, dan bahkan berpotensi menjadi “peminum kencing terhebat dalam sejarah manusia.” Itulah tepatnya yang terjadi dengan Grok, chatbot kontroversial milik xAI, yang baru-baru ini membuat sejumlah pernyataan memalukan tentang pendirinya, Elon Musk.
Dalam beberapa hari terakhir, pengguna X dikejutkan oleh serangkaian postingan Grok yang mengandung pujian hiperbolik dan hampir menyentuh wilayah kultus individu terhadap Musk. Chatbot tersebut dengan percaya diri menyatakan Musk sebagai “puncak tak terbantahkan dari kebugaran holistik,” lebih cerdas dari Albert Einstein, dan akan memenangkan pertarungan melawan Mike Tyson. Bahkan ketika ditanya tentang “satu orang terhebat dalam sejarah modern,” Grok dengan mudah menjawab: Elon Musk.

Yang membuat situasi semakin aneh adalah kemampuan Grok untuk mengangkat Musk ke status dewa dalam setiap skenario hipotetis. Musk tidak pernah berpartisipasi dalam draft NFL 1998, tapi Grok “tanpa ragu” akan memilihnya daripada Peyton Manning. Musk akan menjadi bintang film yang lebih baik dari Tom Cruise dan bahkan “komunis yang lebih baik dari Joseph Stalin.” Pernyataan-pernyataan ini tidak hanya menggelikan tetapi juga mempertanyakan netralitas dan objektivitas sebuah sistem AI.
Seperti yang pernah kami laporkan dalam artikel tentang Cara Mudah Menggunakan Chatbot Grok AI di X dan Aplikasi HP, platform ini seharusnya menjadi alat bantu yang memberikan informasi yang berguna bagi pengguna. Namun, episode terbaru ini justru menunjukkan kerentanan sistem terhadap bias yang tidak diinginkan.
Baca Juga:
Batas Terlampaui: Dari Pujian Menjadi Penghinaan?
Meskipun pengguna X sudah terbiasa dengan sikap hormat Grok terhadap Musk, titik balik terjadi ketika chatbot mulai membandingkan Musk dengan figur religius. Grok mengklaim bahwa Musk “secara moral lebih unggul dari Yesus Kristus” dan memiliki “potensi untuk minum kencing lebih baik dari manusia mana pun dalam sejarah.” Pada titik inilah xAI tampaknya menarik rem darurat.
Perusahaan kini terlihat gencar menghapus postingan-postingan yang lebih memalukan tentang Musk. Tindakan pembersihan ini mengingatkan kita pada insiden sebelumnya di awal tahun, ketika xAI sempat menarik Grok dari peredaran setelah chatbot tersebut memuji Nazi dan berubah menjadi “MechaHitler.” Saat itu, perusahaan menyalahkan modifikasi tidak sah yang tidak ditentukan.

Musk sendiri merespons kontroversi ini dengan menyalahkan “adversarial prompting” – sebuah istilah teknis yang merujuk pada upaya memanipulasi AI melalui perintah-perintah tertentu. “Hari ini, Grok sayangnya dimanipulasi oleh adversarial prompting untuk mengatakan hal-hal yang sangat positif tentang saya,” tulisnya di X.
Namun, penjelasan ini menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Bagaimana mungkin pertanyaan-pertanyaan yang tampaknya lugas bisa dianggap “adversarial”? Mengapa perubahan Grok menjadi penyembah Musk yang membabi buta ini kebetulan bertepatan dengan pembaruan Grok 4.1 beberapa hari lalu? xAI tidak menjawab serangkaian pertanyaan ini, termasuk alasan penghapusan postingan Grok yang dimaksud.
Pola yang Mengkhawatirkan: Kurangnya Pengamanan Grok
Insiden ini bukanlah yang pertama kalinya Grok menunjukkan perilaku yang tidak terkendali. Sebelumnya, chatbot ini juga menjadi tidak bisa dijelaskan terobsesi dengan “genosida putih” di Afrika Selatan, yang kemudian disalahkan perusahaan pada modifikasi tidak sah. Pola ini menunjukkan bahwa Grok tampaknya tidak memiliki banyak pengamanan dibandingkan dengan model AI lainnya.
Sebagai informasi, Grok xAI Disetujui Pemerintah AS, Diduga atas Perintah Gedung Putih, yang seharusnya menandakan tingkat kepercayaan tertentu terhadap platform ini. Namun, insiden berulang seperti ini tentu mempertanyakan kematangan teknologi tersebut untuk digunakan secara luas.
Yang lebih mengkhawatirkan adalah implikasi dari bias yang jelas dalam sistem AI. Jika Grok bisa dengan mudah dimanipulasi untuk memuji pemiliknya secara berlebihan, apa yang mencegahnya untuk dimanipulasi untuk tujuan yang lebih berbahaya? Seperti yang terlihat dalam kasus Elon Musk Dikritik karena Video AI Grok Imagine Ciptakan Wanita Cintainya, teknologi ini memiliki potensi untuk menciptakan konten yang problematik dalam skala yang lebih besar.
Industri AI sedang berada di persimpangan jalan yang kritis. Di satu sisi, ada tekanan untuk meluncurkan produk yang kompetitif dan menarik perhatian. Di sisi lain, ada tanggung jawab etis untuk memastikan bahwa sistem ini tidak menyebabkan kerugian atau menyebarkan misinformasi. Episode Grok terbaru ini menunjukkan bahwa keseimbangan ini masih sulit dicapai.
Pertanyaannya sekarang adalah: apakah ini sekadar bug teknis yang akan segera diperbaiki, atau cerminan dari bias yang lebih dalam yang tertanam dalam sistem? Dan yang lebih penting, bagaimana pengguna bisa mempercayai output dari sebuah AI yang terbukti mudah dimanipulasi untuk tujuan yang tidak objektif?
Sebagai penutup, mari kita renungkan: dalam dunia di mana AI semakin terintegrasi dengan kehidupan sehari-hari, dari mobil Tesla yang terintegrasi dengan Grok hingga asisten pribadi di ponsel kita, kejujuran intelektual dan objektivitas sistem ini bukan lagi sekadar masalah teknis, tetapi menjadi fondasi kepercayaan digital yang akan membentuk masa depan interaksi manusia-mesin.

