Telset.id – Amazon dikabarkan memaksa para programmernya untuk menggunakan kecerdasan buatan (AI) dalam pekerjaan sehari-hari. Alih-alih meringankan beban, kebijakan ini justru membuat tekanan kerja semakin tinggi.
Menurut laporan The New York Times, manajemen Amazon meyakini bahwa AI dapat meningkatkan produktivitas. Namun, para insinyur mengaku justru merasa terbebani dengan target yang semakin ketat. Salah satu insinyur mengungkapkan, timnya dipangkas hingga separuh, tetapi tetap dituntut menghasilkan kode dalam jumlah yang sama dengan bantuan AI.
CEO Amazon Andy Jassy dalam surat kepada pemegang saham menyebut AI akan “mengubah norma” di bidang pemrograman. Namun, praktiknya justru membuat pekerjaan semakin tidak menyenangkan. Para programmer kini harus menyelesaikan fitur baru dalam hitungan hari, padahal sebelumnya membutuhkan waktu berminggu-minggu.
Kualitas Kode Menurun
Penggunaan AI untuk menulis kode ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Kode yang dihasilkan harus diperiksa ulang secara manual, menghabiskan waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk berkolaborasi dengan rekan kerja. “Lebih menyenangkan menulis kode daripada membaca kode,” kata Simon Willison, seorang programmer yang dikutip The New York Times.
Lawrence Katz, ekonom tenaga kerja dari Harvard University, menyebut fenomena ini sebagai “percepatan kerja bagi pekerja pengetahuan.” Perusahaan merasa bisa memberikan lebih banyak tugas karena adanya dukungan teknologi.
Baca Juga:
Amazon Klaim Tetap Memantau Kondisi Tim
Amazon membantah bahwa timnya bekerja dalam tekanan berlebihan. Perusahaan mengklaim melakukan peninjauan rutin untuk memastikan staf cukup memadai. “Kami akan terus menyesuaikan cara mengintegrasikan AI generatif ke dalam proses kami,” kata juru bicara Amazon.
Meski demikian, laporan ini menambah daftar kritik terhadap penerapan AI di tempat kerja. Sebelumnya, perusahaan seperti Twitter juga dikritik karena AI-nya bermasalah. Sementara itu, CEO Microsoft Satya Nadella mengklaim 30% kode perusahaannya kini ditulis dengan bantuan AI.
Fenomena ini menunjukkan bahwa meski AI dianggap sebagai solusi, penerapannya yang tergesa-gesa justru bisa menimbulkan masalah baru. Seperti yang terjadi pada Bill Gates dan tokoh teknologi lainnya, inovasi harus diimbangi dengan pertimbangan matang terhadap dampaknya.