Telset.id – Dunia fotografi digital sedang menghadapi tantangan besar: bagaimana membuktikan keaslian karya di tengah maraknya konten AI dan pencurian gambar? Adobe baru saja meluncurkan solusi menarik melalui aplikasi beta publik Content Authenticity yang bisa menjadi game changer bagi kreator.
Bayangkan ini: Anda menghabiskan waktu berjam-jam memotret landscape epik, hanya untuk menemukan foto tersebut digunakan di situs web tanpa izin—atau lebih buruk, diubah oleh AI hingga tak bisa dikenali. Persis seperti kasus pengacara yang kena sanksi karena memakai ChatGPT, dunia kreatif butuh alat untuk melindungi orisinalitas.
Digital Signature yang Lebih dari Sekadar Tanda Tangan
Aplikasi ini memungkinkan kreator melampirkan Content Credentials—metadata khusus yang berfungsi seperti sertifikat kelahiran untuk karya digital. Fitur ini tidak hanya mencantumkan nama pembuat, tapi juga:
- Alat atau software yang digunakan
- Apakah konten melibatkan AI
- Preferensi penggunaan untuk pelatihan AI
Baca Juga:
Teknologi Canggih di Balik Layar
Adobe tidak bekerja sendirian. Lebih dari 100 perusahaan termasuk LinkedIn bergabung dalam Content Authenticity Initiative (CAI). Mereka mengembangkan tiga lapisan proteksi:
- Secure Metadata: Informasi yang tertanam dalam file dan tahan terhadap modifikasi
- Watermarking Tak Terlihat: Tetap ada meski file di-crop atau diubah
- Fingerprinting Digital: Seperti Shazam untuk gambar, bisa mengenali karya meski sudah diubah
Fitur ini sangat relevan di era dimana situs ilegal sering menyalahgunakan konten kreator. Dengan LinkedIn yang akan menampilkan kredensial ini secara langsung, seperti terlihat pada mockup di atas, setidaknya ada harapan baru untuk transparansi di media sosial.
Yang menarik, aplikasi ini tidak eksklusif untuk pengguna Adobe saja. Anda bisa menandai hingga 50 file JPG/PNG sekaligus, baik dibuat dengan software Adobe maupun tidak. Dukungan untuk video dan audio akan menyusul.
Langkah ini mungkin belum sempurna, tapi setidaknya memberi senjata baru bagi fotografer dan kreator digital di tengah “wild west”-nya pencurian konten online. Seperti halnya perubahan aturan di Twitter, ini adalah babak baru dalam perlindungan hak kreatif di era digital.