Norton Ungkap Temuan Soal Perilaku Online Orang yang Mengkhawatirkan

REKOMENDASI
ARTIKEL TERKAIT

Telset.id, Jakarta – Norton by Symantec merilis temuan-temuan dari Norton Cyber Security Insights Report tahunan, yang menyoroti fakta di balik kejahatan online dan dampaknya bagi para konsumen.

Menurut survei online yang dilakukan terhadap 1005 responden di 21 negara, termasuk diantaranya Indonesia, Malaysia, dan Singapura, kejahatan cyber paling umum yang dialami konsumen adalah peretasan password akun (39 persen), peretasan akun email (28 persen) dan peretasan media sosial (26 persen).

Namun demikian, maraknya tingkat kejahatan cyber ini tak lantas membuat orang lebih waspada hingga akhirnya mengupayakan perlindungan terbaik bagi perangkatnya.

“Sebanyak 22 persen konsumen setidaknya memiliki satu perangkat yang tidak terlindungi yang menyebabkan perangkat-perangkat lainnya menjadi rentan terhadap ransomware, situs-situs berbahaya, serangan zero days dan phishing,” kata Chee Choon Hong, Director, Asia Consumer Business, Norton by Symantec.

Di Indonesia misalnya, diantara konsumen yang memiliki paling tidak satu perangkat yang tidak terlindungi, hampir satu dari tiga konsumen (30 persen) mengatakan mereka tidak membutuhkan perlindungan karena mereka tidak melakukan suatu aktivitas online yang ‘berisiko’. Sementara 76 persen konsumen, meski tahu bahwa mereka harus aktif melindungi informasi online mereka, namun tetap saja berbagi password dan terlibat dalam perilaku berisiko lainnya.

Generasi millennial secara mengejutkan menunjukkan kebiasaan keamanan online yang semakin mengendur, dimana mereka dengan senang hati berbagi password yang dapat mengorbankan keamanan online-nya (20 persen). Inilah yang menjadi alasan mengapa enam dari 10 generasi millennial telah mengalami kejahatan cyber dalam satu tahun terakhir.

Tidak hanya itu, temuan ini juga mengungkapkan bahwa 6 dari 10 konsumen (62 persen) mengatakan bahwa mereka percaya memasukkan informasi keuangan secara online saat terhubung dengan Wi-Fi publik lebih berisiko dibandingkan dengan menyebut nomor kartu kredit/debit mereka dengan keras di tempat umum (38 persen). Sementara hampir setengah konsumen (46 persen) mengaku bahwa selama lima tahun terakhir semakin sulit untuk merasa aman saat online.

“Mengalami kejahatan cyber merupakan konsekuensi hidup di dunia yang serba terhubungkan, namun para konsumen masih tetap berpuas diri terkait perlindungan terhadap informasi pribadi mereka saat online,” jelas Chee.

Ia menambahkan, masyarakat dewasa ini meskipun semakin menyadari kebutuhan untuk melindungi informasi pribadi mereka saat online, namun tidak termotivasi untuk mengambil langkah-langkah pencegahan agar tetap aman.

Konsumen cenderung berpuas diri, sementara para hacker terus mengasah kemampuannya dan terus menyesuaikan penipuan mereka agar dapat mengambil keuntungan lebih banyak dari para konsumen. [IF]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini


ARTIKEL TEKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI