Bayangkan sedang berjalan santai, smartphone Anda diam di dalam saku celana, tiba-tiba terasa panas yang menusuk diikuti bau plastik terbakar. Bukan adegan film, tapi insiden nyata yang dialami seorang pengguna Motorola baru-baru ini. Sebuah video yang viral di media sosial menunjukkan ponsel Motorola G-series, diduga Moto G54, dengan kerusakan parah—panel belakang meleleh, layar pecah dan menghitam—bersama dengan lubang bakar besar di saku jeans pemiliknya. Klaimnya: perangkat itu sama sekali tidak sedang digunakan.
Insiden ini bukan yang pertama, dan hampir pasti bukan yang terakhir. Ia membunyikan alarm yang sama yang pernah menggema keras di industri teknologi, dari kasus legendaris Samsung Galaxy Note 7 hingga laporan-laporan sporadis tentang ponsel yang tiba-tiba menjadi ancaman. Di balik desain yang semakin ramping dan performa yang semakin tangguh, tersimpan komponen yang rentan: baterai lithium-ion. Meski teknologi telah berkembang pesat, insiden seperti ini mengingatkan kita bahwa risiko fisik dan cacat produksi tetap menjadi momok yang nyata.
Narasi “kejadian langka” yang sering diulang oleh produsen mungkin benar secara statistik, namun bagi korban yang celananya hangus terbakar atau kulitnya melepuh, statistik itu tak berarti apa-apa. Insiden Motorola G54 yang terbakar ini membuka kembali diskusi kritis: sejauh mana keamanan perangkat kita benar-benar dijamin, dan apa yang sebenarnya terjadi ketika teknologi yang kita andalkan sehari-hari berubah menjadi bahaya yang tak terduga?
Mengurai Kronologi: Dari Saku ke Viral
Gelombang perhatian dimulai pada 30 Desember, ketika pengguna X (sebelumnya Twitter), Abhishek Yadav, membagikan sebuah klip video yang diambil dari akun Instagram shubhxr_369. Video tersebut dengan gamblang menunjukkan akibat dari insiden tersebut. Sebuah ponsel Motorola berwarna biru, dari seri G yang populer, mengalami kehancuran yang signifikan. Material plastik pada bagian belakang terlihat meleleh dan terdistorsi, sementara layarnya retak dan seluruhnya menghitam, mengindikasikan paparan suhu ekstrem dari dalam.
Bukti yang lebih mengkhawatirkan adalah kerusakan pada pakaian korban. Sebuah lubang bakar yang besar dan jelas terlihat di saku celana jeans, menjadi saksi bisu intensitas panas yang dihasilkan. Sang pemilik dalam video menegaskan bahwa ponsel tersebut sedang tidak dalam kondisi digunakan, dicas, atau mengalami tekanan fisik yang tidak biasa sebelum kejadian. Klaim ini yang membuat insiden ini mengusik: kegagalan terjadi dalam kondisi “istirahat”, saat pengguna paling tidak menduganya. Kabar baiknya, tidak ada laporan cedera serius dari kejadian ini, sebuah keberuntungan yang mungkin tidak dialami oleh korban lain dalam kasus serupa.
Baca Juga:
Baterai Lithium-Ion: Antara Kemajuan dan Kerentanan
Untuk memahami mengapa hal ini bisa terjadi, kita perlu menyelami jantung kebanyakan ponsel modern: baterai lithium-ion. Teknologi ini dipilih karena rasio energi terhadap beratnya yang tinggi, memungkinkan ponsel tipis dengan daya tahan lama. Dalam upaya meningkatkan keamanan, banyak produsen kini beralih ke sel “soft pouch” (kantong lunak) yang lebih fleksibel. Berbeda dengan sel berbentuk silinder yang keras, sel pouch ini dirancang untuk mengurangi risiko ledakan keras; mereka cenderung membengkak atau robek terlebih dahulu saat terjadi malfungsi.
Namun, di situlah paradoksnya. Desain yang lebih lunak ini justru membuatnya lebih rentan terhadap kerusakan fisik. Tekanan yang berlebihan—misalnya dari terbentur, tertekuk dalam saku yang ketat, atau bahkan cacat produksi kecil pada separator di dalam sel—dapat menyebabkan korsleting internal. Korsleting ini memicu reaksi berantai yang disebut “thermal runaway”: suhu meningkat dengan cepat, elektrolit yang mudah terbakar menyala, dan gas bertekanan tinggi terbentuk, seringkali menyebabkan ponsel terbakar atau bahkan meledak. Dalam konteks ponsel di saku, sumber tekanan atau kerusakan awal bisa jadi sangat halus dan tidak disadari oleh pengguna.
Penting untuk dicatat bahwa tanpa investigasi mendalam dari Motorola sendiri, penyebab pasti insiden Moto G54 ini masih spekulatif. Apakah murni akibat cacat baterai, kerusakan akibat jatuh yang tidak terlihat, atau faktor lain seperti penggunaan charger yang tidak kompatibel, masih menjadi tanda tanya. Hingga berita ini ditulis, Motorola belum memberikan pernyataan resmi mengenai kasus spesifik ini.
Bukan Kasus Pertama: Jejak Insiden Serupa
Sayangnya, cerita tentang Motorola yang terbakar bukanlah cerita baru. Ini membentuk pola yang mengkhawatirkan yang telah muncul dalam beberapa tahun terakhir. Pada Februari 2025, seorang wanita di Brasil dilaporkan menderita luka bakar serius setelah ponsel Moto E32-nya tiba-tiba terbakar di saku belakang celananya saat sedang berbelanja. Menanggapi insiden itu, Motorola menyatakan bahwa kasus semacam itu “jarang” dan sering kali terkait dengan “cacat atau kerusakan” pada perangkat.
Laporan online sporadis juga terus bermunculan. Pada 2024, sebuah postingan di Reddit mendeskripsikan pengalaman menakutkan dimana Moto G Power 5G menjadi sangat panas dan menyala di dalam saku. Setiap insiden ini, meski secara individual dikategorikan sebagai kejadian langka, secara kolektif menggambarkan sebuah tren yang tidak bisa diabaikan. Mereka menunjukkan bahwa di balik jutaan unit yang berfungsi dengan normal, ada potensi kegagalan kritis yang konsekuensinya bisa sangat parah.
Insiden serupa tentu tidak hanya menimpa Motorola. Industri ponsel secara keseluruhan telah beberapa kali diguncang oleh masalah keamanan baterai. Kasus paling masif tentu saja Galaxy Note 7 yang ditarik dari pasaran secara global akibat risiko kebakaran. Kasus-kasus lain, seperti iPhone XS Max yang meledak tak lama setelah peluncurannya, atau insiden mematikan yang menimpa seorang CEO di Malaysia, memperkuat fakta bahwa ini adalah tantangan industri yang universal.
Viralitas vs. Realitas: Memahami Risiko yang Sebenarnya
Ada alasan mengapa video ponsel terbakar seperti ini dengan cepat menjadi viral. Selain faktor visual yang dramatis dan mengejutkan, ada elemen ketakutan yang mendasar: ketidakberdayaan. Ponsel adalah benda yang sangat personal dan selalu dekat dengan kita—di saku, di tangan, di samping bantal saat tidur. Melihatnya berubah menjadi sumber bahaya tanpa peringatan melanggar rasa aman dasar kita terhadap teknologi.
Namun, penting untuk menjaga perspektif. Meski video-video ini mendapat perhatian besar, insiden kegagalan baterai yang menyebabkan kebakaran atau ledakan tetap secara statistik sangat jarang terjadi jika dibandingkan dengan miliaran perangkat yang digunakan di seluruh dunia setiap hari. Produsen menerapkan berbagai lapisan pengamanan, mulai dari sirkuit pengatur pengisian daya, sistem manajemen termal, hingga material separator yang lebih kuat.
Pertanyaannya, apakah “sangat jarang” sudah cukup baik? Bagi industri yang produknya menyentuh hampir setiap aspek kehidupan modern, standar keamanan haruslah nol toleransi. Setiap insiden, sekecil apapun, adalah kegagalan yang perlu diselidiki secara menyeluruh dan menjadi pelajaran untuk perbaikan. Viralitas sebuah video seharusnya bukan hanya tentang sensasi, tapi menjadi pengingat bagi konsumen untuk lebih waspada, dan bagi produsen untuk tidak pernah berpuas diri.
Lindungi Diri Anda: Tips Keamanan Praktis
Sambil menunggu klarifikasi dan tindakan lebih lanjut dari produsen, sebagai pengguna, ada beberapa langkah proaktif yang bisa kita ambil untuk meminimalisir risiko. Pertama, perhatikan dengan seksama kondisi fisik ponsel. Jika Anda menemukan bodi ponsel yang menggembung (biasanya terlihat dari layar yang terangkat atau panel belakang yang tidak rata), segera matikan perangkat dan jangan gunakan atau cas lagi. Itu adalah tanda klasik baterai yang membengkak dan sangat berbahaya.
Kedua, gunakan hanya charger dan kabel asli atau bersertifikat dari merek terpercaya. Charger murahan seringkali mengabaikan standar pengaturan tegangan dan arus, yang dapat merusak sirkuit pengisian daya dan memicu stres berlebih pada baterai. Ketiga, hindari paparan suhu ekstrem. Jangan tinggalkan ponsel di dalam mobil yang panas terik atau langsung di bawah sinar matahari dalam waktu lama. Demikian pula, hindari mengisi daya di tempat tidur atau di bawah bantal, karena panas yang dihasilkan tidak dapat dibuang dengan baik.
Terakhir, dengarkan insting dan ponsel Anda. Jika perangkat terasa panas tidak wajar (bukan sekadar hangat karena penggunaan berat), segera hentikan penggunaannya dan biarkan dingin. Jangan memaksakan untuk mengisi daya atau menjalankan aplikasi saat suhunya sudah tinggi. Kewaspadaan sederhana ini bisa menjadi pembeda antara insiden yang terhindarkan dan bencana.
Insiden Motorola G54 yang terbakar di saku adalah pengingat yang keras dan nyata. Ia menegaskan bahwa dalam dunia yang didorong oleh inovasi dengan kecepatan tinggi, keamanan harus tetap menjadi fondasi yang tidak boleh goyah. Setiap kebocoran asap dari saku adalah pertanyaan yang ditujukan pada proses kontrol kualitas, desain baterai, dan tanggung jawab produsen. Bagi kita sebagai pengguna, cerita ini mengajak untuk tidak buta terhadap teknologi, tetapi menjadi pengguna yang cerdas dan sadar—karena terkadang, ancaman terbesar bersembunyi di tempat yang paling dekat dengan kita.

