Telset.id, Jakarta – Pada bulan Mei 2019, lebih dari 150 karyawan Riot Games keluar dari kantor mereka di Los Angeles. Protes itu dilakukan untuk memprotes budaya seksisme di perusahaan.
Menurut Engadget, aksi ratusan karyawan tersebut juga sebagai bentuk sikap untuk mengutuk arbitrase paksa terhadap karyawan yang mengajukan gugatan class action pada awal tahun.
{Baca juga: Riot Games Rekrut Ahli Budaya Kerja, untuk Apa?}
Penerbit League of Legends itu pun langsung memberi pengumuman. Mereka mengaku telah mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan gugatan class action yang ditujukan ke Riot Games.
Isu-isu di Riot Games menjadi perhatian publik pada tahun lalu, setelah Kotaku menerbitkan bagian investigasi terhadap dugaan seksisme, termasuk wawancara dengan 28 karyawan perusahaan.
Aksi para pekerja terpicu oleh masalah seksisme di kantor. Mereka keberatan dengan diskriminasi gender tetkait upah atau promosi, pelecehan seksual, dan masalah sistemik di Riot Games.
Informasi lain menyebut bahwa Riot Games juga tampaknya mengaitkan keputusan untuk mengakhiri litigasi dengan karyawan yang teralihkan dari pekerjaan, daripada tuduhan seksisme.
{Baca juga: Gara-gara Budaya Perusahaan, Dua Karyawan Riot Games Keluar}
Seksisme telah lama menjadi titik pertengkaran dalam industri video game, baik di tempat kerja maupun di produk itu sendiri. Crunch time pun juga telah menjadi sorotan pada akhir-akhir ini. [BA/HBS]
Sumber: Engadget