Telset.id – Bayangkan sebuah panggung di mana developer game muda Indonesia berdiri sejajar dengan menteri dan pelaku industri global. Itulah pemandangan yang terjadi di Indonesia Game Developer eXchange (IGDX) 2025 yang baru saja berakhir di Bali. Garena Indonesia bukan sekadar hadir sebagai sponsor, tetapi sebagai katalisator yang membawa angin segar bagi ekosistem game lokal.
Acara yang berlangsung hingga 11 Oktober 2025 di The Stones Hotel, Bali ini menjadi bukti nyata bahwa industri game Indonesia sedang berada di titik balik yang menarik. Garena, dengan segala pengalaman globalnya, datang bukan dengan solusi impor, tetapi dengan membawa karya anak bangsa yang siap bersaing. Bagaimana mereka melakukannya? Mari kita telusuri lebih dalam.
Di tengah gencarnya potensi besar industri game RI yang mencapai Rp 30 triliun, kehadiran Garena di IGDX 2025 seperti oase di padang pasir. Mereka tidak hanya datang dengan booth megah, tetapi dengan komitmen nyata untuk mendorong talenta lokal. Country Head Garena Indonesia, Hans Saleh, tampak antusias menyambut pembukaan acara bersama Menteri Komunikasi dan Digital RI, Meutya Hafid.
Rotasella: Game Lokal yang Mencuri Perhatian Menteri
Yang paling mencuri perhatian adalah kehadiran “Rotasella”, game buatan Tim Flying Dutchman yang merupakan pemenang Garena Game Jam 2. Tiga mahasiswa ITB – Muhammad Jafar Fadli (Teknik Telekomunikasi), Luzhanifa Savina Yasmine (Bio-engineering), dan Izzah Imani (DKV) – berhasil menciptakan karya yang tidak hanya memenangi kompetisi, tetapi juga mendapat apresiasi langsung dari Menkominfo.
Momen bersejarah terjadi ketika Izzah Imani dengan percaya diri menjelaskan gameplay Rotasella kepada Meutya Hafid, didampingi Hans Saleh. Yang lebih menarik, menteri tidak hanya mendengarkan penjelasan, tetapi benar-benar mencoba game tersebut. Bayangkan, sebuah karya mahasiswa diuji langsung oleh pemegang kebijakan tertinggi di bidang digital Indonesia.
Keberhasilan Tim Flying Dutchman ini menjadi bukti bahwa program inkubasi seperti Garena Game Jam bukan sekadar ceremonial. Kompetisi yang berlangsung pada Januari 2025 itu ternyata memberikan dampak nyata, dengan memberikan panggung internasional bagi pemenangnya. Ini adalah contoh nyata bagaimana kolaborasi antara korporasi dan akademisi bisa melahirkan inovasi yang siap dipasarkan.
Baca Juga:
Diskusi Industri: Membedah Pasar Game Mobile Indonesia
Garena tidak hanya datang dengan game, tetapi juga dengan pengetahuan mendalam tentang industri. Dalam sesi panel diskusi bertema “Membedah Pasar Industri Game Mobile”, Hans Saleh berbagi panggung dengan CEO Dream Studio, Julio Andryanto, dan Head of Apps Google SEA, Denis Nichifor.
Diskusi ini menjadi sangat relevan mengingat Indonesia adalah salah satu pasar game mobile terbesar di dunia. Namun, seperti yang terungkap dalam analisis sebelumnya, 97,5% pasar masih dikuasai oleh game asing. Panel diskusi ini mencoba mencari solusi bagaimana developer lokal bisa merebut pangsa pasar yang seharusnya menjadi hak mereka.
Yang menarik dari pendekatan Garena adalah mereka tidak hanya fokus pada aspek komersial, tetapi juga membangun ekosistem yang berkelanjutan. Seperti yang terlihat dari konsistensi mereka dalam mendukung tim esports Indonesia, kini mereka memperluas dukungan ke sisi development. Ini adalah strategi jangka panjang yang cerdas – membangun dari akar rumput.
Masa Depan Industri Game Indonesia Pasca-IGDX 2025
Keberhasilan IGDX 2025, yang menurut laporan sebelumnya berhasil mencatat potensi kemitraan bisnis game global senilai US$75 juta, seharusnya menjadi wake-up call bagi semua pemangku kepentingan. Garena telah menunjukkan contoh nyata bagaimana korporasi global bisa berperan aktif dalam membangun ekosistem game lokal.
Pertanyaannya sekarang: apakah momentum ini akan berlanjut? Keberhasilan Rotasella di booth Garena membuktikan bahwa talenta Indonesia tidak kalah dengan developer internasional. Yang mereka butuhkan adalah platform dan dukungan yang tepat. Garena, dengan jaringan global dan pengalaman mengelola game seperti Free Fire yang menjadi yang paling banyak diunduh selama enam tahun berturut-turut, memiliki semua sumber daya yang dibutuhkan.
Namun, tantangan terbesar mungkin justru ada di consistency. Program seperti Garena Game Jam harus berlanjut, tidak hanya sebagai event satu kali. Dukungan untuk tim seperti Flying Dutchman harus berkelanjutan, hingga karya mereka benar-benar bisa diluncurkan ke pasar global. Inilah yang akan menentukan apakah Indonesia benar-benar bisa menjadi player signifikan dalam industri game dunia, atau tetap menjadi konsumen pasif.
Seperti yang kita lihat dari inovasi berkelanjutan yang dilakukan Garena dalam game-game mereka, konsistensi adalah kunci. Kini, tantangannya adalah menerapkan prinsip yang sama dalam membangun developer lokal. Jika berhasil, bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan kita akan melihat game karya anak bangsa mendominasi chart global.
IGDX 2025 mungkin telah berakhir, tetapi perjalanan sebenarnya baru dimulai. Dengan komitmen dari pemain seperti Garena, dukungan pemerintah melalui Kominfo, dan talenta muda yang terus bermunculan, masa depan industri game Indonesia terlihat lebih cerah dari sebelumnya. Tinggal menunggu waktu saja sebelum Rotasella dan karya-karya lokal lainnya bisa berbicara lebih lantang di kancah global.