Telset.id – Era baru persaingan game sepak bola resmi dimulai. Setelah bercerai dengan Electronic Arts (EA), FIFA akhirnya menemukan mitra baru untuk menghidupkan kembali waralaba simulasi sepak bolanya. Dan siapa sangka, platform yang dipilih bukanlah konsol PlayStation atau Xbox, melainkan layanan streaming yang sedang gencar berekspansi: Netflix Games. Pengumuman resmi ini menandai babak menarik dalam industri gaming, di mana batas antara hiburan streaming dan gaming kian kabur.
FIFA dan EA adalah pasangan legendaris yang membentuk memori kolektif gamer selama hampir tiga dekade. Perceraian mereka pada 2022 meninggalkan kekosongan. EA melanjutkan dengan EA Sports FC, sementara FIFA berjanji akan meluncurkan “game simulasi sepak bola FIFA utama baru” pada 2024. Janji itu ternyata molor, dan kini wujudnya justru datang dari arah yang tak terduga. Netflix mengumumkan bahwa “game simulasi sepak bola FIFA yang direimajinasi” akan dikembangkan oleh Delphi Interactive dan tersedia eksklusif bagi para pelanggannya tahun depan, bertepatan dengan gelaran Piala Dunia 2026. Ini adalah langkah berani yang sekaligus mengonfirmasi strategi baru Netflix di dunia gaming.
Lantas, seperti apa wajah game FIFA baru ini? Berdasarkan pernyataan CEO Delphi Interactive, Caspar Daugaard, filosofinya jelas: “sebuah game yang bisa dimainkan oleh siapa saja, di mana saja, dan langsung merasakan magis sepak bola.” Kalimat ini menjadi kunci untuk memahami arah yang diambil. Alih-alih menargetkan pasar hardcore yang sudah dimonopoli EA Sports FC dengan kompleksitas taktik dan kontrolnya, Netflix dan Delphi tampaknya sedang membidik audiens yang lebih luas dan kasual. Mereka ingin menangkap esensi kesenangan bermain sepak bola dalam format yang lebih mudah diakses.
Strategi ini semakin jelas dengan fitur yang diungkap: game ini didesain untuk menggunakan smartphone sebagai kontroler. Keputusan ini bukan tanpa konsekuensi. Menggunakan layar sentuh sebagai antarmuka utama akan membatasi kompleksitas input yang bisa diberikan. Sulit membayangkan gerakan-gerakan advance seperti skill moves yang rumit atau kontrol umpan terukur bisa diimplementasikan dengan nyaman hanya dengan sentuhan. Ini mengisyaratkan gameplay yang lebih sederhana, mungkin mengarah ke pengalaman arcade atau semi-simulasi yang mengutamakan kenyamanan dan kepraktisan. Seperti yang pernah kami bahas, Netflix memang sedang menguji coba penggunaan perangkat lain sebagai kontrol, termasuk kemungkinan menggunakan iPhone sebagai pengontrol untuk game Netflix di TV.
Pendekatan “game untuk semua” ini sejalan dengan transformasi strategi gaming Netflix sepanjang 2025. Perusahaan tampaknya belajar dari fase awal ekspansinya yang ambisius. Setelah membeli beberapa studio dan menggarap proyek-proyek besar, Netflix kini memilih untuk fokus. Mereka lebih selektif, membatalkan atau menyerahkan proyek-proyek yang terlalu ambisius, dan mengalihkan sumber daya ke genre yang lebih terjangkau: party games dan adaptasi franchise populer. Game FIFA baru ini, meski membawa nama besar, masuk dalam koridor “game yang bisa diakses” tersebut. Ini adalah langkah pragmatis setelah beberapa studio, seperti Spry Fox memilih untuk keluar dari naungan Netflix.
Baca Juga:
Di sisi lain, kolaborasi dengan Delphi Interactive patut dicermati. Studio ini relatif baru dan pengalaman besarnya adalah berkontribusi pada proyek “007 First Light” dari IO Interactive. Mengerjakan game berlisensi sebesar FIFA adalah lompatan besar. Tantangannya tidak main-main: mereka harus menciptakan pengalaman yang memuaskan bagi fans sepak bola, namun dengan kendala kontrol smartphone dan target audiens kasual. Apakah mereka bisa menemukan formula ajaib yang menggabungkan keduanya? Atau jangan-jangan, game ini justru akan lebih mirip dengan judul-judul arcade FIFA yang sudah ada, seperti FIFA Rivals atau FIFA Heroes, hanya dengan distribusi yang lebih masif melalui platform Netflix?
Keberhasilan game ini juga akan sangat bergantung pada kekuatan ekosistem Netflix Games sendiri. Sejauh ini, Netflix telah membangun katalog game yang bisa diakses gratis oleh pelanggan, sebuah nilai jual yang kuat. Menambahkan game berlabel FIFA ke dalam katalog itu adalah magnet besar. Ini bisa menjadi pintu masuk bagi jutaan pelanggan Netflix yang mungkin bukan gamer aktif, untuk mencoba gaming. Namun, pertanyaannya, apakah infrastruktur dan visibilitas game di dalam aplikasi Netflix sudah cukup untuk menyaingi dominasi App Store dan Google Play? Atau, akuisisi besar-besaran seperti yang pernah digosipkan diperlukan untuk benar-benar menggebrak pasar?
Pada akhirnya, kehadiran game FIFA eksklusif di Netflix Games adalah sinyal kuat. Sinyal bahwa perang platform game berikutnya mungkin tidak lagi terjadi di toko game khusus, tetapi di dalam aplikasi streaming yang sudah ada di genggaman kita. Netflix tidak ingin sekadar menjadi “Spotify untuk game,” mereka ingin game menjadi bagian organik dari siklus hiburan pelanggan: menonton serial Stranger Things, lalu langsung memainkan game-nya. Dengan membawa FIFA ke dalam strategi itu, mereka sedang melempar tantangan terbuka. Bukan hanya kepada EA, tetapi kepada seluruh industri yang mungkin masih meragukan masa depan cloud gaming dan gaming as a service. Tahun depan, ketika Piala Dunia 2026 memanaskan atmosfer sepak bola global, kita akan melihat apakah langkah Netflix ini gol sempurna atau justru tembangan melambung tinggi di atas mistar.

