Telset.id – Blaise Metreweli, kepala baru badan intelijen luar negeri Inggris MI6, secara terbuka memperingatkan bahwa kekuasaan global semakin bergeser dari negara-negara ke korporasi teknologi raksasa. Peringatan ini disampaikan dalam pernyataan pertamanya sebagai pemimpin agen mata-mata legendaris tersebut, yang menyoroti implikasi keamanan nasional dan internasional dari fenomena tersebut.
Metreweli menegaskan bahwa dunia sedang aktif dibentuk ulang dengan konsekuensi yang mendalam. “Kekuasaan itu sendiri menjadi lebih tersebar, lebih tidak terduga karena kontrol atas teknologi-teknologi ini beralih dari negara ke korporasi dan terkadang ke individu,” ujarnya, seperti dikutip dari pernyataan resminya. Ia juga menggambarkan kondisi saat ini sebagai operasi di “ruang antara perdamaian dan perang,” yang menurutnya bukanlah keadaan sementara atau evolusi bertahap yang tak terhindarkan.
Latar belakang peringatan ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara pemerintah Inggris, khususnya politisi dari Partai Buruh yang berkuasa, dengan miliarder teknologi seperti Elon Musk. Musk sebelumnya disebut-sebut menyerukan penggulingan pemerintah Inggris dalam sebuah rapat akar rumput sayap kanan pada September lalu. Meski Metreweli tidak menyebut nama secara spesifik, pernyataannya menggemakan kekhawatiran yang lebih luas tentang campur tangan politik dari aktor-aktor korporat yang sangat berpengaruh.
Erosi Kepercayaan dan Fragmentasi Informasi
Dalam pidatonya, kepala MI6 itu lebih memusatkan perhatian pada erosi kepercayaan publik sebagai masalah inti. “Fondasi kepercayaan dalam masyarakat kita terkikis,” katanya. “Informasi, yang dulunya merupakan pemersatu, semakin sering dijadikan senjata. Kepalsuan menyebar lebih cepat daripada fakta, memecah belah komunitas dan mendistorsi realitas.”
Metreweli menggambarkan era kontradiktif dimana hiperkonektivitas justru berujung pada isolasi yang mendalam. “Algoritma merayu bias kita dan memecah belah ruang publik kita,” tambahnya. Analisis ini menyentuh jantung masalah regulasi platform digital dan peran teknologi AI dalam membentuk opini, sebuah topik yang juga menjadi perhatian para regulator di berbagai negara, termasuk Indonesia yang berupaya mendorong pertumbuhan teknologi yang bermakna dan inklusif.
Baca Juga:
Perspektif dari Dalam Lingkaran Kekuasaan Lama
Latar belakang Blaise Metreweli sendiri memberikan konteks unik bagi peringatannya. Sebagai wanita pertama yang memimpin MI6, karirnya terjalin dengan jaringan rumit kekuasaan kolonial yang membentuk tatanan global saat ini. Ia tumbuh besar di kalangan elit Hong Kong saat masih berada di bawah pendudukan Inggris, menikmati pendidikan privat mewah.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, Metreweli berkarir sebagai operatif intelijen di zona-zona ekonomi penting seperti Irak dan Afghanistan yang diduduki oleh AS dan Inggris – wilayah yang dianggap sebagai bagian dari Imperium Inggris lama. Pengalamannya dalam memperjuangkan kepentingan Inggris di kancah global ini membentuk sudut pandangnya. Kritiknya terhadap kekuatan korporasi, dengan demikian, dapat ditafsirkan bukan sebagai serangan umum terhadap monopoli teknologi, melainkan lebih sebagai pembelaan atas peran negara-bangsa, khususnya Inggris, dalam mempengaruhi pemerintahan dunia.
Pidatonya pada dasarnya menyampaikan pesan bahwa kekuasaan seharusnya tetap berada di tangan entitas negara, bukan korporasi swasta. Peringatan ini muncul saat banyak pemerintah, termasuk Indonesia melalui program seperti Garuda Spark, berupaya menciptakan kedaulatan teknologi dan mendorong kewirausahaan digital dalam negeri untuk menyeimbangkan pengaruh raksasa teknologi global.
Pernyataan kepala MI6 ini menandai momen penting dimana badan intelijen yang secara historis terlibat dalam operasi penggantian pemerintahan di 27 negara pasca Perang Dunia II, kini justru menyuarakan kekhawatiran akan pergeseran kekuasaan yang dianggap mengancam kedaulatan negara dari arah yang berbeda: boardroom perusahaan teknologi ketimbang agen-agen asing.

