Telset.id – Indonesia mempertahankan posisi sebagai sumber serangan Distributed Denial-of-Service (DDoS) terbesar di dunia sepanjang kuartal ketiga (Q3) 2025. Peringkat puncak ini telah bertahan sejak Q3 2024, menggeser posisi sebelumnya di peringkat kedua pada kuartal kedua tahun lalu. Data ini terungkap dalam laporan ancaman DDoS terbaru dari perusahaan keamanan siber global, Cloudflare.
Cloudflare mencatat, Indonesia merupakan sumber serangan DDoS terbesar dan telah menduduki peringkat pertama di dunia selama setahun penuh. “Indonesia merupakan sumber serangan DDoS terbesar, dan telah menduduki peringkat pertama di dunia selama setahun penuh (sejak kuartal ketiga 2024),” tulis Cloudflare dalam laporannya yang dirilis Rabu (10/12/2025). Pencapaian ini, tentu saja, bukan prestasi yang patut dibanggakan, melainkan sebuah alarm serius terhadap kerentanan dan aktivitas siber di dalam negeri.
Laporan tersebut juga memetakan sepuluh besar sumber serangan DDoS global. Setelah Indonesia, posisi kedua ditempati oleh Thailand yang mengalami kenaikan signifikan sebanyak delapan peringkat. Bangladesh menempati posisi ketiga dengan lonjakan paling dramatis, naik 14 peringkat. Peringkat selanjutnya secara berurutan adalah Ecuador (naik 3 peringkat), Rusia (naik 1 peringkat), Vietnam (naik 2 peringkat), dan India yang melesat naik 32 peringkat. Sementara itu, Hong Kong, Singapura, dan Ukraina mengalami penurunan peringkat masing-masing lima, tujuh, dan lima tingkat. Tren ini menunjukkan dinamika ancaman siber yang terus bergeser secara global.
Lonjakan Serangan dan Sektor Sasaran
Cloudflare mencatat adanya lonjakan serangan yang signifikan secara keseluruhan pada Q3 2025. Perusahaan tersebut berhasil memblokir 8,3 juta serangan DDoS secara otomatis sepanjang kuartal tersebut. Angka ini setara dengan rata-rata 3.780 serangan yang dihadang setiap jam. Dibandingkan periode sebelumnya, jumlah serangan ini meningkat 15% secara quarter-on-quarter (QoQ) dan melonjak 40% secara year-on-year (YoY).
Dua sektor khusus menjadi sasaran empuk selama kuartal ini. Pertama, lalu lintas serangan DDoS terhadap perusahaan-perusahaan di bidang kecerdasan buatan (AI) melonjak hingga 347% secara month-on-month (MoM) pada September 2025. Lonjakan ini beriringan dengan meningkatnya kekhawatiran publik dan peninjauan regulasi terhadap teknologi AI di berbagai belahan dunia, menciptakan ketegangan yang terefleksi dalam dunia siber.
Kedua, ketegangan dagang antara Uni Eropa dan China, terutama yang menyangkut mineral tanah jarang dan tarif impor kendaraan listrik, juga berdampak pada lanskap keamanan digital. Cloudflare melaporkan lonjakan serangan yang signifikan terhadap sektor pertambangan, mineral, dan logam (Mining, Minerals & Metals) serta industri otomotif (Automotive) selama Q3 2025. Hal ini mengindikasikan bahwa konflik geopolitik dan ekonomi kini semakin sering dimanifestasikan melalui serangan siber, menjadikannya alat tekanan baru.
Baca Juga:
Posisi Indonesia sebagai episentrum serangan DDoS global bukanlah hal yang muncul tiba-tiba. Beberapa laporan sebelumnya telah mengisyaratkan kerentanan dan aktivitas tinggi di ranah siber Indonesia. Fenomena ini kerap dikaitkan dengan kombinasi faktor seperti tingginya penetrasi internet, masih rendahnya literasi keamanan digital di kalangan pengguna awam, serta maraknya perangkat yang terinfeksi malware dan direkrut ke dalam botnet tanpa sepengetahuan pemiliknya. Botnet inilah yang kemudian sering digunakan untuk melancarkan serangan DDoS skala besar.
Ancaman DDoS sendiri merupakan serangan yang bertujuan membuat sebuah layanan online tidak dapat diakses dengan membanjiri server, jaringan, atau aplikasi dengan lalu lintas internet palsu dalam volume sangat besar. Serangan ini dapat melumpuhkan situs web perusahaan, layanan perbankan, platform e-commerce, hingga infrastruktur pemerintahan, menyebabkan kerugian finansial dan reputasi yang besar. Menjadi sumber utama serangan semacam ini menempatkan Indonesia dalam sorotan negatif komunitas keamanan siber internasional.
Implikasi dan Tantangan Ke Depan
Status Indonesia sebagai “juara” sumber serangan DDoS dunia membawa implikasi serius. Di tingkat global, hal ini dapat memengaruhi kepercayaan terhadap produk dan layanan digital asal Indonesia, serta meningkatkan kewaspadaan dan pembatasan akses jaringan dari negara lain terhadap lalu lintas internet yang berasal dari Indonesia. Di tingkat domestik, ini adalah cambuk keras bagi semua pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, regulator, penyedia layanan internet, hingga setiap individu pengguna internet.
Peningkatan kesadaran dan kapabilitas keamanan siber menjadi sebuah keharusan. Langkah-langkah seperti edukasi publik tentang praktik berinternet yang aman, penegakan regulasi yang lebih ketat, kolaborasi antara pihak berwajib dan perusahaan teknologi, serta investasi dalam infrastruktur keamanan nasional harus diintensifkan. Para pelaku usaha, terutama UMKM yang semakin go-digital, juga harus mendapat perhatian khusus mengingat mereka sering menjadi target empuk karena sistem keamanan yang terbatas.
Laporan Cloudflare ini sekaligus mengonfirmasi tren yang telah lama menjadi perhatian para analis keamanan siber di Indonesia. Aktivitas hacker dan kelompok peretas di dalam negeri memang cukup dinamis, dengan motivasi yang beragam mulai dari kejahatan finansial, aktivisme, hingga uji coba kemampuan. Maraknya aplikasi berbahaya yang menyebar malware di platform seperti Android turut berkontribusi pada pembentukan jaringan perangkat zombie (botnet) yang dapat disewa atau digunakan untuk menyerang.
Mengatasi akar permasalahan ini membutuhkan pendekatan komprehensif yang melampaui sekadar pemblokiran teknis. Sinergi tripartit antara pemerintah, industri, dan masyarakat sipil dalam membangun ekosistem siber yang sehat dan resilient adalah kunci. Tanpa upaya kolektif yang serius, predikat sebagai sumber serangan terbesar dunia berpotensi melekat lebih lama, dengan segala konsekuensi negatifnya bagi transformasi digital dan ekonomi Indonesia.
Baca Juga:
Data dari Cloudflare memberikan gambaran kuantitatif yang jelas tentang skala ancaman. Dengan 8,3 juta serangan yang diblokir hanya dalam satu kuartal, dan Indonesia sebagai kontributor terbesarnya, lanskap keamanan siber nasional jelas membutuhkan intervensi strategis. Pertanyaannya kini, apakah laporan ini akan menjadi sekadar statistik yang dilupakan, atau menjadi momentum bagi aksi nyata untuk membersihkan reputasi Indonesia di dunia maya? Jawabannya terletak pada langkah konkret yang diambil mulai hari ini.

