Telset.id – Apa yang terjadi ketika Anda berhenti menggunakan Facebook selama beberapa minggu? Menurut dokumen pengadilan yang baru terungkap, jawabannya mungkin mengejutkan: tingkat depresi, kecemasan, dan kesepian Anda bisa berkurang. Lebih mengejutkan lagi, Meta—perusahaan induk Facebook—diklaim sengaja menghentikan penelitian internal yang membuktikan hal ini.
Bocoran dokumen dari gugatan class action yang diajukan ratusan distrik sekolah di Amerika Serikat mengungkapkan fakta mencengangkan tentang bagaimana raksasa teknologi menangani informasi yang berpotensi merugikan bisnis mereka. Gugatan ini menuduh Meta dan platform media sosial lainnya mengetahui risiko kesehatan mental dari produk mereka, namun memilih untuk menyembunyikan informasi tersebut dari pengguna. Mirip dengan kasus industri tembakau beberapa dekade lalu, di mana perusahaan rokok mengetahui bahaya produk mereka tetapi memilih diam.
Meta memulai proyek penelitian bernama “Project Mercury” pada tahun 2020. Ilmuwan perusahaan bekerja sama dengan firma survei Nielsen untuk menyelidiki efek “menonaktifkan” Facebook terhadap pengguna. Hasilnya? Ketika penelitian menunjukkan manfaat kesehatan mental dari berhenti menggunakan Facebook, Meta justru menghentikan proyek tersebut, memilih untuk tidak mempublikasikan hasilnya, dan menyatakan temuan itu “terkontaminasi narasi media” yang sudah ada tentang perusahaan.

Yang lebih mengkhawatirkan, dokumen tersebut menunjukkan bahwa staf peneliti internal Meta sendiri mengakui validitas temuan tersebut. Salah satu peneliti menulis, “studi Nielsen memang menunjukkan dampak kausal pada perbandingan sosial.” Komentar lain bahkan membandingkan situasi ini dengan industri tembakau yang “melakukan penelitian dan mengetahui rokok berbahaya, tetapi menyimpan informasi itu untuk diri mereka sendiri.”
Pernyataan ini mengingatkan kita pada keputusan Shell dan Exxon yang kini terkenal, yang mengubur penelitian internal yang menghubungkan bahan bakar fosil dengan perubahan iklim katastrofik sejak tahun 1980-an. Pola yang sama terulang—perusahaan besar mengetahui risiko, memiliki bukti, tetapi memilih untuk tidak bertindak.
Baca Juga:
Dalam pernyataan yang diperoleh Reuters, juru bicara Meta membantah tuduhan tersebut. “Catatan lengkap akan menunjukkan bahwa selama lebih dari satu dekade, kami telah mendengarkan orang tua, meneliti masalah yang paling penting, dan melakukan perubahan nyata untuk melindungi remaja.” Pernyataan itu memuji Instagram Teen Accounts perusahaan dan menegaskan, “Kami sangat tidak setuju dengan tuduhan ini, yang mengandalkan kutipan yang dipilih dan opini yang salah informasi.”
Meta berargumen untuk menghapus dokumen yang mendasari tuduhan ini, yang belum dipublikasikan, dengan alasan bahwa sifat dari apa yang ingin dibuka oleh penggugat terlalu luas. Gugatan ini, yang diajukan oleh ratusan distrik sekolah, sedang dikonsolidasikan dan ditangani di Distrik Utara California, dengan sidang mengenai pengajuan khusus ini dijadwalkan pada 26 Januari.
Ini bukan pertama kalinya Meta dituduh mengubur penelitian yang menghasilkan temuan yang tidak menguntungkan. Pada tahun 2023, Meta juga menghadapi gugatan besar dari 41 negara bagian serta District of Columbia atas tuduhan bahwa platformnya membahayakan dan membuat ketagihan pengguna muda. Hakim dalam kasus itu memutuskan bahwa pengacara Meta mencoba memblokir penelitian internal yang menunjukkan platform media sosialnya berbahaya bagi kesehatan mental remaja.
Kekhawatiran seputar efek media sosial terhadap kesehatan mental, terutama untuk anak-anak, semakin meningkat. Hari ini, Malaysia bergabung dengan daftar negara yang semakin panjang termasuk Denmark dan Australia dalam rencana untuk melarang media sosial bagi pengguna di bawah umur. Langkah ini menunjukkan kesadaran global yang berkembang tentang potensi bahaya platform digital terhadap perkembangan anak.
Pertanyaannya sekarang: seberapa jauh perusahaan teknologi harus bertanggung jawab atas dampak produk mereka terhadap kesehatan mental pengguna? Apakah kita menyaksikan pengulangan sejarah, di mana perusahaan lebih memilih keuntungan daripada kesejahteraan konsumen? Seperti yang diungkapkan dalam perdebatan Big Tech vs media, pertarungan antara kepentingan bisnis dan tanggung jawab sosial semakin memanas.
Bagi pengguna biasa, temuan ini memberikan perspektif baru tentang hubungan kita dengan teknologi. Mungkin sudah waktunya untuk lebih memperhatikan bagaimana platform digital memengaruhi keseharian kita, termasuk kebiasaan membawa ponsel ke kamar mandi yang ternyata memiliki risiko kesehatan tersendiri. Di sisi lain, teknologi juga membawa manfaat, seperti yang ditunjukkan oleh pemanfaatan smartphone oleh petugas kesehatan di India untuk memantau ibu dan bayi.
Kasus Meta dan Project Mercury mengingatkan kita bahwa di balik antarmuka yang user-friendly dan fitur-fitur menarik, ada keputusan bisnis kompleks yang memengaruhi kehidupan miliaran pengguna. Sebagai konsumen, kita perlu lebih kritis terhadap produk yang kita gunakan setiap hari, dan sebagai masyarakat, kita perlu terus mendorong transparansi dan akuntabilitas dari perusahaan teknologi raksasa.

