Telset.id – Ekonom Torsten Slok dari Apollo Global Management memperingatkan bahwa gelembung pasar AI saat ini lebih parah dibanding kondisi sebelum krisis dot-com tahun 1990-an. Menurutnya, valuasi 10 perusahaan teratas di S&P 500 sekarang jauh lebih tinggi relatif terhadap pendapatan mereka dibanding era dot-com.
Dalam catatan yang beredar luas, Slok menunjukkan rasio harga terhadap pendapatan (P/E) perusahaan-perusahaan tersebut terus merangkak naik selama lima tahun terakhir, melampaui level tahun 1990-an. “Perbedaan antara gelembung IT tahun 1990-an dan gelembung AI hari ini adalah bahwa 10 perusahaan teratas di S&P 500 saat ini lebih overvalued,” tulisnya.
Nvidia, Microsoft, Apple, Amazon, Meta, dan Alphabet—semuanya pemain kunci di industri AI—mendominasi indeks S&P 500. Namun, pendapatan mereka masih jauh tertinggal dibanding pengeluaran besar-besaran untuk infrastruktur AI. Beberapa pemimpin teknologi bahkan mulai menunjukkan keraguan melihat ketimpangan rasio P/E yang masif ini.
Peringatan Sebelumnya tentang Gelembung AI
Slok bukan yang pertama membandingkan demam AI dengan gelembung dot-com. Sejak 2023, ketika ChatGPT OpenAI baru berumur beberapa bulan, analis sudah memperingatkan risiko overinvestasi di teknologi yang belum terbukti. Kritikus AI Ed Zitron bahkan menyamakan situasi ini dengan krisis subprime mortgage 2007 yang memicu keruntuhan pasar properti AS.
Ketahanan investor terhadap valuasi tinggi di industri AI diuji awal tahun ini ketika DeepSeek, perusahaan AI asal China, menunjukkan bahwa model chatbot mereka—yang biaya pelatihannya jauh lebih murah—bisa bersaing dengan model besar dari OpenAI, Meta, dan Google. Hal ini memicu pelepasan saham senilai lebih dari $1 triliun.
Baca Juga:
Proyeksi Pasar dan Risiko
Menurut riset S&P Global pada Juni, pasar AI generatif diproyeksikan tumbuh pesat hingga $85 miliar pada 2029. Namun, angka ini masih kalah dibanding pengeluaran modal Meta tahun ini saja yang mencapai $60 miliar. Perusahaan teknologi perlu meyakinkan investor bahwa investasi besar-besaran mereka akan terbayar—dan tidak berujung pada krisis pasar saham seperti tahun 2000.
Dengan popularitas alat seperti ChatGPT dan Gemini Google yang meledak, pendapatan masih belum sebanding dengan biaya ekspansi pusat data. Seperti yang terjadi pada masalah teknis produk teknologi lainnya, ketidakpastian ini bisa menjadi pertanda buruk bagi stabilitas pasar.
Sementara itu, perkembangan fitur AI di platform seperti Telegram dan WhatsApp terus berlanjut, menunjukkan betapa dalamnya penetrasi teknologi ini di berbagai sektor.