Telset.id – Skandal korupsi pengadaan laptop Chromebook senilai Rp 1,98 triliun di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) semakin mengerucut. Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan empat tersangka, termasuk staf khusus mantan Menteri Nadiem Makarim. Bagaimana kronologi lengkapnya?
Kasus ini bermula dari rencana digitalisasi pendidikan yang digagas Nadiem Makarim sebelum resmi menjabat sebagai menteri pada Oktober 2019. Fakta mengejutkan terungkap: diskusi teknis pengadaan Chromebook sudah berlangsung sejak Agustus 2019 melalui grup WhatsApp bernama “Mas Menteri Core Team”. Padahal, saat itu Nadiem belum dilantik.
Jalur Khusus Pengadaan ChromeOS
Kejagung mengungkap, Jurist Tan (JT) sebagai staf khusus Nadiem aktif memfasilitasi pertemuan dengan pihak Google pada Februari-April 2020. Yang patut dipertanyakan: JT sebagai staf khusus sebenarnya tidak memiliki kewenangan dalam perencanaan pengadaan barang/jasa pemerintah.
Dalam pertemuan tersebut, Google menawarkan skema co-investment 30% untuk proyek ini. Ibrahim Arief (IBAM), konsultan teknologi Kemendikbudristek, kemudian memengaruhi Tim Teknis untuk mendemonstrasikan Chromebook dalam sebuah forum resmi. Ironisnya, IBAM sempat menolak menandatangani kajian pengadaan karena dokumen awal tidak menyebutkan ChromeOS secara spesifik.
Baca Juga:
Modus Penggelembungan Anggaran
Total dana yang dikucurkan mencapai Rp 9,3 triliun untuk 1,2 juta unit laptop. Rinciannya: Rp 3,6 triliun dari APBN dan Rp 5,6 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Namun, Kejagung menemukan indikasi kuat markup harga melalui beberapa cara:
- Perubahan metode pengadaan dari e-katalog menjadi SIPLAH (Sistem Informasi Pengadaan Sekolah) yang kurang transparan
- Petunjuk teknis yang secara spesifik mengarahkan penggunaan ChromeOS, membatasi kompetisi vendor
- Alokasi 15 laptop dan 1 konektor per sekolah dengan nilai Rp 88,25 juta—dianggap tidak wajar
Dua pejabat eselon II, Sri Wahyuningsih (Direktur SD) dan Mulatsyah (Direktur SMP), diduga menjadi aktor kunci dalam memuluskan skema ini. Mereka membuat petunjuk pelaksanaan yang “mengarahkan” penggunaan ChromeOS, padahal seharusnya netral teknologi.
Pertanyaan Kritis untuk Nadiem
Meski belum ditetapkan sebagai tersangka, Nadiem Makarim menghadapi beberapa tanda tanya besar:
- Mengapa diskusi pengadaan dimulai sebelum ia resmi menjabat?
- Apa alasan memilih ChromeOS yang bersifat proprietary, bukan sistem operasi terbuka?
- Bagaimana menjelaskan pertemuannya langsung dengan perwakilan Google?
Kejagung memperkirakan kerugian negara mencapai Rp 1,98 triliun dari kasus ini. Angka fantastis itu bisa membeli 1.200 unit ASUS Workstation W480—komputer profesional dengan spesifikasi tinggi.
Kasus ini menjadi ujian berat bagi reputasi Nadiem yang sebelumnya dikenal sebagai menteri milenial progresif. Seperti pernah kami bahas dalam artikel sebelumnya, awal kepemimpinannya sempat disambut antusias publik.
Kini, masyarakat menunggu kejelasan: apakah ini sekadar kesalahan prosedural, atau benar-benar tindakan koruptif yang terencana? Yang pasti, skandal ini menjadi pelajaran mahal tentang pentingnya transparansi pengadaan barang pemerintah, khususnya di sektor pendidikan yang menyangkut masa depan generasi muda.