Telset.id – Laporan terbaru Organisasi Buruh Internasional (ILO) PBB mengungkap dampak mengkhawatirkan dari adopsi AI di dunia kerja. Di negara berpenghasilan tinggi seperti AS, risiko otomatisasi pekerjaan wanita mencapai 9,6 persen – tiga kali lebih tinggi dibanding pria yang hanya 3,5 persen.
Data ini menunjukkan peningkatan signifikan dari tahun 2023, ketika risiko otomatisasi untuk wanita masih 7,8 persen dan pria 2,9 persen. “Jenis pekerjaan administratif, klerek, dan entri data yang banyak digeluti wanita sangat rentan digantikan AI,” jelas laporan ILO seperti dikutip Telset.id.
Dampak Berlapis di Pasar Kerja
Studi menemukan satu dari tiga pekerja di negara kaya menghadapi “tingkat paparan tertentu” terhadap otomatisasi, lebih tinggi dari rata-rata global satu dari empat. Fenomena ini terjadi bersamaan dengan tren penggantian pekerja manusia oleh AI di berbagai sektor.
Baca Juga:
Kesenjangan Upah yang Semakin Melebar
Meski jam kerja antara gender mulai seimbang, ILO mencatat wanita masih menghabiskan lebih banyak waktu untuk tugas rumah tangga dibanding pria. Kombinasi faktor ini, ditambah ancaman otomatisasi, berpotensi memperlebar kesenjangan upah yang sudah ada.
Laporan ini memperkuat temuan sebelumnya tentang bias gender dalam AI. Sistem otomatis cenderung mereplikasi ketimpangan dalam data pelatihan, seperti terlihat dalam teknologi rekrutmen berbasis AI yang diskriminatif.
ILO menyerukan perlunya kebijakan proaktif untuk melindungi pekerja wanita, termasuk pelatihan ulang dan regulasi penggunaan AI di tempat kerja. Tanpa intervensi, revolusi AI berisiko mengikis pencapaian kesetaraan gender selama beberapa dekade.