Jakarta – Aksi penyadapan yang dilancarkan pihak intelijen Australia di Indonesia ternyata merupakan operasi yang dilakukan oleh 5 negara yang dikenal sebagai ‘Five Eyes’ atau Lima Mata.
Kelima negara tersebut adalah Australia, Inggris, Amerika Serikat, Kanada dan Selandia Baru. Kelima negara ini terikat dalam perjanjian multilateral yang dikenal sebagai UKUSA (United Kingdom-United States of America Agreement).
Kelompok Five Eyes yang terikat UKUSA Agreement ini saling berbagai informasi intelijen yang mereka dapatkan, dan harus saling mendukung dalam setiap operasi intelijen yang mereka jalankan, termasuk saat melakukan aksi penyadapan.
Hal ini terungkap dalam dokumen rahasia yang dibocorkan oleh Edward Snowden, yang menyebutkan pihak DSD (Defense Signals Directorate) Australia yang bertindak sebagai pelaksana penyadapan mendapat dukungan dari UKUSA.
Dalam melancarkan aksi penyadapannya, DSD membutuhkan bantuan dari operator telekomunikasi dan internet, yang dilakukan atas kesadaran maupun di bawah tekanan pihak intelijen yang tergabung dalam UKUSA.
Kecurigaan adanya keterlibatan vendor dan operator telekomunikasi muncul setelah dalam dokumen tersebut juga mengungkap informasi mengenai merk dan jenis ponsel. Sangat mungkin aksi penyadapan dapat dilakukan karena kerja sama dengan vendor ponsel.
Bau tak sedap keterlibatan vendor ponsel dalam aksi penyadapan yang dilakukan Australia ini semakin kencang berhembus jika melihat semua vendor ponsel di Indonesia merupakan perusahaan asing yang memiliki kedekatan dengan 5 negara yang tergabung dalam UKUSA
Tak cuma vendor ponsel, kecurigaan juga ditujukan kepada para operator telekomunikasi di Indonesai, karena penyadapan yang dilakukan Australia tidak hanya fokus pada pembicaraan telepon saja, tetapi juga penyadapan melalui jaringan internet.
Sebagai informasi, jaringan kelompok ‘Lima Mata’ atau ‘Five Eyes’ (FVEYE) adalah sebutan populer jaringan kerja sama intelijen lima negara, yakni AS, Inggris, Australia, Kanada, dan Selandia Baru.
Komunitas intelijen ini terbentuk awalnya dari kesepakatan rahasia pihak intelijen AS dan Inggris pada Perang Dunia II. Kerja sama kedua negara itu berlangsung di bawah Perjanjian BRUSA (British- USA Agreement) pada 1943, dan dikukuhkan pada Maret 1946 dengan ditandatanganinya Perjanjian UKUSA (UK-USA Agreement).
Saat era Perang Dingin, kerja sama ini diperluas dengan mengajak tiga negara anggota Persemakmuran Inggris, yaitu Kanada, Australia, dan Selandia Baru. Kerja sama FVEYE melibatkan seluruh lembaga intelijen di negara-negara anggotanya, yang meliputi semua bidang intelijen, baik intelijen manusia (HUMINT), intelijen sinyal (SIGINT), hingga intelijen pertahanan.
Setiap organisasi intelijen bertindak berdasarkan mandat nasional resmi masing-masing, tetapi saling berinteraksi dengan ikatan yang diperkuat dengan kultur Anglo-Saxon mereka, beserta nilai-nilai liberal demokratis yang diterima, dan kepentingan nasional (setiap anggota) yang saling melengkapi.
Dalam konteks kerja sama intelijen sinyal, ada semacam pembagian wilayah tugas bagi setiap anggota. Kanada memantau sinyal elektronik di kawasan Arktik dan wilayah bekas Uni Soviet bagian utara serta Amerika Utara dan Selatan.
Inggris mengawasi Eropa dan Rusia bagian barat. Selandia Baru memonitor kawasan Pasifik Selatan dan Asia Tenggara. Dan Australia menangkap sinyal-sinyal di kawasan Asia Timur dan Selatan. Anda bisa lihat cuplikan video di bawah ini yang menjelaskan sepak terjang kelompok ‘Five Eyes’:
Sumber: chirpstory