Telset.id, Jakarta – Dunia sedang sibuk menghadapi penyebaran wabah virus corona atau Covid-19. Bagi Indonesia, dampak merebaknya Covid-19 juga dirasakan bagi industri teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Lantas, apakah wabah virus corona menjadi ancaman atau peluang bagi industri TIK di Indonesia?
Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menyebutkan penyebaran wabah virus corona telah mengubah perspektif dunia, misalnya muncul anjuran bekerja dari rumah, tentu akan memberikan dampak bagi perekonomian negara dan industri TIK Indonesia.
{Baca juga: Covid-19 Merebak, Industri Telko Butuh ‘Insentif’}
Namun jika dilihat dari sisi positif, Covid-19 juga membuka peluang bagi operator seluler karena peningkatan penggunaan internet, aplikasi, dan kecerdasan buatan untuk mempermudah kebutuhan manusia.
“Ada 3 hal yang bisa diterapkan dalam proses transformasi teknologi di tengah merabaknya virus corona,” ujar Heru dalam acara Diskusi Media “Nasib Industri Telko di Tengah Disrupsi Teknologi dan Covid-19”, di Jakarta, Senin (16/3/2020).
Pertama, Visi dan Kepemimpinan yang bisa membawa potensi negatif dari teknologi menjadi positif. Kemudian kedua, adanya inovasi dan adopsi teknologi baru. Ketiga, perlu diterapkan dalam budaya dan transformasi organisasi,” kata Heru.
Diingatkannya, tahun 2020 akan sangat menantang bagi industri TIK karena faktor disrupsi teknologi dan Covid-19.
“Disrupsi teknologi mengubah banyak hal dari sisi bisnis, kompetisi, adopsi dan inovasi teknologi, sampai kultur dan struktur organisasi perusahaan. Jumlah wisatawan akan menurun dan investasi asing juga. Bagaimana mau mikir investasi, kalau setiap negara mikir rakyatnya sendiri. Diperlukan visi dan kepemimpinan inovasi dan adopsi teknologi serta transformasi,” ujarnya.
Sementara itu, Founder IndoTelko Forum Doni Ismanto Darwin melihat bagi pemain TIK, pencegahan penyebaran dampak Covid-19 bisa mendatangkan peluang usaha tetapi juga ancaman bagi pelaku usaha di sektor tersebut.
{Baca juga: Kominfo Dukung Seruan Presiden untuk Bekerja di Rumah}
“Social Distancing yang dilakukan pemerintah tentu mengubah perilaku sosial dan kerja masyarakat. Istilah Working For Home (WFH) atau Distance Learning menjadi familiar dan dianggap peluang bagi operator telekomunikasi di sisi trafik data,” kata Doni.
“Bagi pemain solusi ini menjadi berkah mengembangkan inovasi Unified Communication (UC) yang cocok bagi perusahan untuk WFH atau startup yang mengembangkan platform belajar online bagi kalangan pendidikan,” tambahnya.
Dampak Covid-19
Pengamat Telekomunikasi Kamilov Sagala mencatat setidaknya ada dua dampak langsung Covid-19 bagi pelaku TIK di Indonesia.
Pertama adalah keterlambatan pasokan perangkat jaringan, dan juga dukungan teknis bagi solusi atau use case layanan baru terhambat akibat terbatasnya tenaga ahli dari vendor yang berasal dari negara terdampak Covid-19.
“Kemudian dampak terbesar bagi operator adalah potensi naiknya biaya belanja modal infrastruktur jaringan dan operasional maintenance untuk mempertahankan layanan 7×24. Karena itu perlu diberikan insentif bagi operator, misal penundaan implementasi validasi IMEI ponsel yang butuh investasi besar ,” kata Kamilov.
{Baca juga: Sekolah Diliburkan, Kelas Pintar Berikan Layanan Belajar Online Gratis}
Analis Pasar Modal Reza Priyambada menambahkan, merebaknya Covid-19 otomatis akan berdampak pada emiten dari sektor TIK tahun ini.
“Industri TIK sempat membaik tahun 2019 lalu, setelah pada 2018 terjadi penurunan kinerja emiten telekomunikasi. Lalu perang harga juga masih mewarnai industri ini, terlihat dari data yield yang semakin turun secara angka year per gigabyte.
Tahun ini juga masih ada potensi yang menjanjikan di pertumbuhan konsumsi layanan data serta peningkatan smartphone yang semakin besar, perbankan, dan infrastruktur B2B,” ujar Reza.
Pendapat senada disampaikan Pengamat Telekomunikasi Mastel Nonot Harsono. Dia menilai Covid-19 juga bisa memberikan hikmah bagi operator seluler di Indonesia. Diprediksinya, wabah virus Corona ini akan menunda rencana sejumlah investasi besar dari pemain asing seperti Facebook dan Google di Indonesia.
“Keduanya sempat melakukan pendekatan ke pemerintah dengan iming-iming akan membangun infrastruktur digital. Padahal kalau mereka berdua masuk, akan mematikan bisnis operator seluler nasional yang memperoleh pendapatan dari berjualan paket data semata,” kata Nonot.
Nonot mengharapkan pemerintah memiliki kesadaran untuk mengelola disrupsi yang tengah terjadi agar yang terjadi transformasi positif di industri TIK.
“Disrupsi bukan harus dipuja tetapi dikendalikan menjadi transformasi yang positif dengan pelaku industri nasional. Jangan sampai bunuh-bunuhan. Kalau mereka (asing) bisa masuk dengan keyword investasi, ya akhirnya mematikan,” imbuhnya.
Ia menambahkan, anjuran untuk bekerja dan sekolah dari rumah juga membutuhkan layanan internet yang kencang.
“Operator telekomunikasi di Amerika Serikat bersedia memberikan paket data gratis selama 2 bulan bagi konsumennya. Tetapi disana ARPU-nya stabil di level US$ 10 dolar atau sekitar Rp 140 ribu,” sebut Nonot.
{Baca juga: Jokowi Imbau Masyarakat Kerja, Belajar, dan Ibadah dari Rumah}
“Kira-kira di Indonesia bisa nggak tuh diterapkan operator seluler nasional yang ARPU-nya masih sekitar Rp 40 ribu. Kalau ada selisih seperti itu, kira-kira pemerintah bisa masuk memberi insentif nggak?” tambahnya. [HBS]