Telset.id, Jakarta – Pemilik TikTok, ByteDance, akan fokus kepada penambahan pengguna di negara-negara di luar pasar terkuat. Hal tersebut dilakukan untuk keluar dari tekanan politik di Amerika Serikat (AS).
CEO ByteDance, Zhang Yiming, menetapkan target perusahaan untuk November dan Desember 2019 setelah ada pernyataan miring dari anggota parlemen AS, yang menyuarakan keprihatinan tentang penggunaan TikTok.
{Baca juga: Bantah Terkait China, TikTok Kirim Surat ke Parlemen AS}
Anggota dewan AS menyebut bahwa aplikasi karaoke video itu melakukan praktik pengumpulan data pengguna. Zhang pun meminta kepada ByteDance untuk terus mendiversifikasi serta meningkatkan investasi di pasar yang lebih lemah.
Sayangnya, seperti dikutip Telset.id dari Reuters, Selasa (19/11/2019), Zhang tidak mengungkapkan tekanan di AS. Yang jelas, ia mendesak agar perusahaan meningkatkan kemampuan dalam menangani urusan publik secara global.
Komite Investasi Asing di AS telah mulai meninjau akuisisi ByteDance sebesar $USD 1 miliar dari aplikasi Musical.ly. Aplikasi tersebut kemudian bergabung ke TikTok. ByteDance menolak mengomentari kasus ini.
Diluncurkan dua tahun lalu, TikTok telah diunduh 1,5 miliar kali. Menurut Sensor Tower, aplikasi yang sedang digandrungi itu menjadi aplikasi non-game ketiga yang paling banyak diunduh tahun ini setelah aplikasi WhatsApp dan Facebook Messenger.
{Baca juga: Edan! TikTok jadi Aplikasi Populer dengan 1,5 Miliar Download}
TikTok menghadapi tantangan regulasi di India dan Indonesia. India melarang warganya untuk mengunduh TikTok mulai April 2019. Indonesia melakukan hal serupa tahun lalu karena khawatir tentang konten cabul.
Sebelumnya, Senator dari Partai Demokrat, Chuck Schumer, berkirim surat kepada Sekretaris Angkatan Darat Amerika Serikat (AS), Ryan McCarthy. Schumer khawatir soal kebijakan militer AS menggunakan TikTok untuk merekrut calon prajurit.
“Angkatan Darat AS harus mengadaptasi teknik perekrutan lain untuk menarik minat kaum muda sebagai calon prajurit. Jangan pakai produk perusahaan teknologi China karena berisiko bagi keamanan nasional,” tulis Schumer dalam surat itu.
{Baca juga: Takut Ancam Keamanan Nasional, AS Selidiki TikTok}
TikTok, aplikasi video pendek yang populer di kalangan remaja AS, meningkatnya ketegangan antara Washington dan Beijing karena perdagangan dan transfer teknologi. Pengembang TikTok sudah menegaskan tak punya keterkaitan dengan China.
Menurut laporan Reuters, dikutip Telset.id, Rabu (13/11), sekitar 60 persen dari 26,5 juta pengguna aktif bulanan TikTok di AS berusia antara 16 tahun dan 24 tahun. Pemerintah AS pun resah terhadap keamanan domestik setelah melihat fakta itu. [SN/HBS]
Sumber: Reuters