Telset.id, Jakarta – Kebijakan pembatasan akses internet berdampak pada indeks kebebasan internet Indonesia. Menurut laporan dari lembaga Freedom House di tahun 2019, indeks kebebasan internet Indonesia menurun dari 54 menjadi 51.
Dilansir Telset.id dari Freedom House pada Jumat (08/11/2019), mereka merilis indeks kebebasan internet di 65 negara di dunia termasuk Indonesia. Laporan tahunan tersebut menyimpulkan bahwa indeks kebebasan internet Indonesia tahun 2019 ini berada di angka 51.
{Baca juga: Demo 22 Mei, Pemerintah Batasi Akses WhatsApp dkk}
Menurut Freedom House, bahwa angka tersebut cenderung menurun karena di tahun 2018, indeks kebebasan internet Indonesia berada di angka 54.
Dalam laporan yang bertajuk “Freedom On The Net 2019” mereka menganalisa penyebab menurunnya indeks kebebasan internet Indonesia. Berdasarkan riset sejak Juni 2018 hingga Mei 2019 ditemukan bahwa kebijakan pembatasan akses internet yang dilakukan pada April dan Mei 2019 lalu, menjadi salah satu penyebab indeks tersebut.
“Kebebasan internet di Indonesia menurun karena terbatasnya akses ke platform media sosial sekitar pemilihan umum bulan April 2019,” tulis laporan tersebut.
Selain karena pembatasan akses, kasus kematian seorang wartawan media online juga mempengaruhi penurunan indeks. Pada Juli 2018, wartawan dari KemajuanRakyat.co.id bernama Muhammad Yusuf meninggal dalam tahanan. Yusuf meninggal saat ditahan terkait tulisannya mengenai sengketa tanah antara petani dan perusahaan kelapa sawit.
“Kematian seorang jurnalis yang ditahan dan jurnalis yang mengalami pelecehan berkontribusi terhadap penurunan tersebut,” tutur Freedom House.
{Baca juga: Kominfo Batasi Akses Internet di Wamena}
Terakhir bertambahnya orang yang dilaporkan karena diduga melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) berpengaruh. Pasalnya sejak Juli 2018 hingga Mei 2019 terdapat 20 orang yang dilaporkan karena UU ITE dan sebagian diantaranya telah diadili.
“Setidaknya dua hukuman penjara dijatuhkan kepada pengguna karena mengkritik perusahaan tekstil dan menyerukan kemerdekaan provinsi Papua,” tutup laporan tersebut. [NM/HBS]
Sumber: Freedom House