Perjuangan Go-Jek dari Call Center Menjadi Perusahaan Decacorn

Telset.id, Jakarta – Go-Jek telah melakukan evolusi sejak berdiri di tahun 2011. Berawal dari layanan call center, perusahaan yang didirikan Nadiem Makarim dkk ini telah bertransformasi menjadi perusahaan transportasi online besar dengan jaringan layanan yang luas dan digunakan jutaan orang di Indonesia dan Asia Tenggara.

CEO Go-Jek, Nadiem Makarim menceritakan bagaimana awal berdirinya Go-Jek yang tidak mudah dan penuh liku. Kala itu, Go-Jek hanya layanan call center yang menghubungkan calon penumpang dengan pengemudi ojek yang menjadi mitranya. Durasi pemesanannya pun sekitar 15 menit.

“Mula-mula kami hanya call center. Kalau ada pengguna menelpon untuk order, kita akan telpon driver untuk cari kira-kira driver yang paling dekat lokasinya di mana. Awalnya seperti itu,” kata Nadiem di Kantor Gojek, Jakarta Senin (22/07/2019).

{Baca juga: Solve, Logo Baru Gojek yang Tampil Lebih Segar}

Ketika itu Go-Jek belum sebesar sekarang. Nadiem bercerita jika kala itu dirinya bahkan harus menutup pembiayaan operasional perusahaan dengan bekerja di tempat lain. Hal ini ia lakoni selama 4 tahun pertama Go-Jek berdiri.

“Selama 4 tahun gak ada yg mau danain. Terpaksa kita pinjam uang dari teman, keluarga dan saya  bekerja di tempat lain untuk nombokin,” kenang Nadiem.

Seiring berjalannya waktu, mereka akhirnya mendapatkan investor yang mau mendanai usaha mereka. Dan awal kesuksesan itu dimulai pada tahun 2015, saat mereka berhasil membangun sistem transportasi online seperti sekarang.

Kemudian Go-Jek akhirnya mengalami pertumbuhan pesat saat meluncurkan aplikasi mobile. Ketika itu Gojek menawarkan 3 layanan yakni Go-Ride, Go-Shop dan Go-Send. Kemudian berdasarkan masukan dari pengguna, perusahaan melakukan beberapa pengembangan.

“Kami menambahkan layanan Go-Food, Go-Car, Go-Pay dan masih banyak lagi hingga sekarang. Bahkan Go-Pay menjadi digital wallet terbesar di Indonesia,” tuturnya.

Puncaknya, Go-Jek berhasil menyandang status Decacorn atau perusahaan dengan valuasi mencapai USD 10 miliar atau Rp 141,6 triliun. Kabar ini dilaporkan pertama kali oleh lembara riset CB Insights dalam The Global Unicorn Club.

Dalam situs resmi CB Insights, valuasi Gojek telah menembus USD 10 miliar dan menduduki peringkat 19 secara global. Meningkatnya valuasi Gojek sejatinya tidak terlepas dari masifnya injeksi modal yang masuk ke perusahaan ini.

{Baca juga: Selamat! Gojek Naik Kelas Menjadi Decacorn}

Sejak tahun 2014 mereka terus menghimpun dana dari luar negeri maupun dalam negeri. Seperti Google, Tencent Holdings, Temasek Holdings, Astra International dan Meituan Dianping.

Terakhir pada 2018, Gojek berhasil memperoleh dana hingga USD 1,5 miliar atau Rp 21,2 triliun dari sejumlah investor, dan di awal tahun ini juga berhasil meraup dana USD 1 miliar atau Rp 14,1 triliun.

Dengan dana tersebut, mereka akhirnya melakukan ekspansi pasar di sejumlah negara di Asia Tenggara dan mengoptimalkan layanan pembayaran digital melalui fitur Gopay.

Kini Go-Jek pun berubah. Nadiem mengatakan, perusahaan ini telah menjadi gerakan sosial dan menjadi pendorong ekonomi digital di tanah air. Selain itu, mereka juga berhasil mengangkat derajat pekerjaan supir ojek dari yang dahulu dianggap sebagai pekerjaan rendahan.

“Gojek suatu gerakan sendiri suatu revolusi di bidang kemanusiaan. Dahulu mereka merasa ojek bukan bagian dari member society, tidak bisa profesional dan produktif. Tapi nyatanya pendapat itu salah,” ucap Nadiem.

Menurutnya, segala pencapaian ini sebagai anugrah. Karena mereka sendiri tidak menyangka karena Gojek mampu menjadi aplikasi yang besar seperti sekarang. “Saya tidak pernah menduga bakal besar seperti sekarang,” tutup Nadiem. [NM/HBS]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TERKAIT

REKOMENDASI
ARTIKEL TEKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI