Telset.id, Jakarta – Perempuan ilmuwan asal Amerika Serikat (AS) bernama Katherine Louise Bouman menjadi perbicangan hangat. Ia adalah orang yang mengembangkan algoritma serta berhasil menangkap foto lubang hitam (black hole).
Perempuan berusia 29 tahun itu memimpin pengembangan program komputer yang memungkinkan terobosan citra.
Dalam foto tersebut, lubang hitam terlihat dengan rupa lingkaran cahaya berisi debu dan gas, berlokasi 500 juta triliun kilometer dari Bumi.
{Baca juga: Ilmuwan Ungkap Foto ‘Black Hole’ untuk Pertama Kalinya}
“Tidak percaya melihat gambar lubang hitam pertama merupakan hasil karya saya,” terang Bouman, seperti dikutip Telset.id dari The Guardian, Minggu (14/4/2019).
Bouman menceritakan kali pertama membuat algoritma pada tiga tahun lalu. Saat itu, ia masih menjadi mahasiswa pascasarjana di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Ia dibantu oleh tim dari Laboratorium Ilmu Pengetahuan dan Kecerdasan Buatan MIT.
IMAGE: Reaction of Katie Bouman, who led the creation of an algorithm to produce first image of black hole. pic.twitter.com/SyFsBejXHP
— The Spectator Index (@spectatorindex) April 11, 2019
Gambar lubang hitam ditangkap oleh Event Horizon Telescope (EHT), jaringan delapan teleskop virtual terkait algoritma buatan Bouman.
“Ketika melihatnya untuk kali pertama, kami semua tidak percaya. Benar-benar spektakuler,” tambah Bouman.
Lubang hitam yang dikenal sebagai bagian dari ruang waktu merupakan gravitasi paling kuat di luar angkasa. Selama ini, lubang hitam tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Lubang hitam ditemukan dengan ukuran 40 miliar kilometer atau tiga juta kali ukuran Bumi.
Setelah ditemukan, lubang hitam dipindai 10 hari di galaksi Messier 87. Bouman dan tim mengembangkan algoritma yang mengubah data teleskopik menjadi foto bersejarah. Sejauh ini, tidak ada teleskop tunggal yang mampu menangkap lubang hitam.
{Baca juga: Ilmuwan akan Pamer Foto Lubang Hitam di 5 Kota Besar}
Jaringan delapan teleskop diatur untuk melakukannya menggunakan teknik bernama interferometri. Data yang ditangkap kemudian disimpan di dalam ratusan hard drive. Selanjutnya, data dikirim ke pusat pemrosesan pusat di Boston, AS, dan Bonn, Jerman. [SN/HBS]
Sumber: The Guardian