Telset.id, Jakarta – Kelompok advokasi Muslim Prancis menuntut Facebook dan YouTube terkait siaran langsung atau live streaming insiden penembakan masjid di Christchurch, Selandia Baru, pada 15 Maret 2019 lalu.
Mereka mempertanyakan kebijakan Facebook dan YouTube yang bisa kecolongan dengan siaran langsung tersebut. Dewan Agama Islam Prancis pun meminta Facebook dan YouTube bersikap tegas.
Mereka mendesak kedua platform media sosial itu melarang segala konten berbentuk terorisme maupun kekerasan untuk disiarkan. Sebab, tontonan seperti itu bisa terakses oleh anak-anak di bawah umur.
Seperti diketahui, teroris asal Australia, Brenton Tarrant (28), menyiarkan secara langsung aksinya menembak para jemaah masjid via jejaring sosial itu. Ia memakai kamera GoPro yang dipasang di helm.
{Baca juga: Video Penembakan Masjid Selandia Baru Sempat Ditonton 4000 Kali}
Penembakan menewaskan 50 orang di dua masjid di Christchurch. Video live streaming aksi penembakan brutal berdurasi selama hampir satu jam beredar luas di internet dan disaksikan lebih dari empat ribu kali.
Menurut laporan news.com.au, seperti dikutip Telset.id, Selasa (26/3/2019), pengguna Facebook sempat menyalin rekaman siaran langsung penembakan mengerikan itu sebelum akhirnya dihapus.
Perdana Menteri Selandia Baru turut mengecam perusahaan-perusahaan media karena ikut tidak bertanggung jawab terkait konten. Bank-bank langsung menarik iklan dari Facebook dan Google.
{Baca juga: Facebook Hapus 1,5 Juta Video Penembakan Masjid Selandia Baru}
Sebelumnya, Facebook telah menghapus 1,5 juta video penembakan dalam 24 jam pertama sejak serangan terjadi. Facebook juga memblokir 1,2 juta video yang masih dalam tahap unggah. [SN/HBS]
Sumber: News.com.au