Telset.id, Jakarta – Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) sedang coba diterapkan oleh para ahli di berbagai bidang. Berbagai keahlian manusia diadopsi untuk diaplikasikan di robot.
Terbaru, menurut laporan BGR pada Kamis (9/8/2018), sekelompok peneliti asal Australia bekerja sama dengan Universitas Toronto sedang fokus mendesain algoritma baru agar robot mampu terjun ke dunia sastra.
Mereka mengembangkan algoritma yang mampu menulis puisi. Kecerdasan buatan tersebut didesain agar mampu menciptakan sajak-sajak yang berima hingga menjadi puisi nan bagus.
Algoritma yang dirancang dibuat agar puisi buatan robot itu tak kalah bagus dengan puisi buatan manusia. Kecerdasan buatan tersebut dilatih, dijejali sekitar 3.000 soneta sebagai bahan pembelajaran.
Baca juga: Kantor Berita di Jepang Pakai Robot sebagai Jurnalis
Sejauh ini, robot berkecerdasan buatan tersebut sudah berhasil membuat satu puisi. Puisi itu terdiri atas empat baris dan sudah berima. Para peneliti kemudian membandingkan puisi buatan robot dengan karya manusia.
Relawan diminta membaca, kemudian menebak sajak mana yang ditulis oleh robot. Hasilnya, separuh dari relawan keliru menebak. Puisi yang dibuat oleh robot mayoritas ditebak sebagai puisi yang ditulis manusia.
Baca juga: RoboFly, Robot Lalat Canggih Bertenaga Laser
Akan tetapi, pencapaian tersebut belum dianggap selesai. Ilmuwan masih akan memperbaiki algoritma supaya robot tak lagi salah memilih kata dan menyusun kalimat sehingga puisi yang dihasilkan benar-benar bagus.
Saat ini memang banyak ilmuwan yang mengembangkan robot dengan kemampuan bisa mengerjakan pekerjaan manusia. Seperti misalnya kantor berita di Jepang yang membuat robot AI dengan kemampuan sebagai jurnalis. Robot ini diklaim bisa menyaring 99 persen fake news (berita palsu).
Startup Jepang bernama JX Press ini menggunakan mesin pembelajaran untuk mencari postingan stories di media sosial dan menulisnya sebagai laporan berita tanpa perlu wartawan.
Pendiri JX Press, Katsuhiro Yoneshige kepada Bloomberg mengatakan, perusahaan yang berbasis di Tokyo ini memiliki 24 staf dengan usia rata-rata 29 tahun. Uniknya, dua per tiga di antara karyawannya adalah insinyur, bukan jurnalis.
Yoneshige, yang memulai usaha teknologi berita pada tahun 2008 ini mengatakan, kemampuan JX Press untuk melihat berita palsu dicontohkan selama gempa bumi yang melanda Kumamoto, sebuah kota di Jepang bagian selatan, pada April 2016.
Baca juga: Robot Ini Jamin Wisatawan Tak Tersesat Saat Jalan-jalan
Dalam waktu singkat setelah gempa pertama, sebuah gambar beredar di media sosial. Seekor singa dilaporkan melarikan diri dari kebun binatang setempat dan berkeliaran di kota. Namun, sistem Fast Alert perusahaan mendeteksi bahwa gambar tersebut berasal dari Afrika Selatan. [SN/HBS]
Sumber: BGR