Telset.id, Jakarta – Microsoft telah membuat program khusus agar kaum perempuan bisa kembali ke dunia kerja. Kebijakan itu muncul setelah adanya sejumlah protes mengenai kekerasan seksual dan diskriminasi gender di dalam tubuh perusahaan yang didirikan Bill Gates ini.
“Kami tak cuma ingin menyemangati perempuan untuk kembali bekerja. Kami juga ingin menyentuh talenta-talenta non-tradisional,” kata Manajer Sumber Daya Manusia Microsoft, Belen Welch, seperti dikutip dari Business Times, Kamis (07/06/2018)
Program yang dijalankan Microsoft kali ini menyasar perempuan yang menunda karier demi mengasuh anak atau merawat keluarga. Sebab, menurut data keragaman Microsoft pada September 2017, perempuan yang bekerja di raksasa teknologi tersebut berjumlah 26 persen dalam skala global.
Dari jumlah itu, 19 persen di antaranya berhasil menduduki posisi pimpinan, sedangkan sisanya berhasil menempati posisi yang strategis.
Upaya menghilangkan diskriminasi di dunia kerja memang tengah diupayakan oleh sejumlah perusahaan teknologi, khususnya di Silicon Valley.
Itu karena, tak sekali dua kali mereka terlibat masalah dengan tuduhan pembedaan perlakuan atas karyawan. Misalnya saja, Intel yang diduga memberi perlakuan berbeda terhadap karyawan tua dan karyawan muda.
Menurut informasi, karyawan tua di Intel terancam dikeluarkan dari perusahaan, karena perusahaan produsen mikroprosesor tersebut hanya ingin mempertahankan karyawan yang masih berusia muda.
Baca juga: Giliran Intel Kena Gugatan Diskriminasi Karyawan
Menanggapi kabar itu, Intel mengonfirmasi bahwa manajemen tidak melihat demografi orang per orang saat melakukan pemutusan hubungan kerja. Intel juga mengaku tidak pernah mempertimbangkan faktor usia dalam merekrut karyawan baru.
Begitupun dengan Google yang harus menghadapi tuntutan hukum pada Januari 2018 lalu. Seorang mantan karyawannya mengajukan tuntutan hukum karena menganggap Google telah melakukan diskriminasi dalam proses perekrutan.
Raksasa pencarian ini dituding hanya mencari pelamar wanita, berkulit hitam, dengan ras Hispanik atau Latin saat membuka lowongan pekerjaan.
Baca juga: Terbukti Diskriminasi, Uber Bayar Denda Rp 137 Miliar
Tak cukup, perusahaan jasa transportasi online, Uber juga mau tak mau wajib membayar gugatan class action sebesar USD 10 juta atau Rp 137 miliar pada Maret 2018 lalu. Gugatan tersebut disebabkan karena Uber telah terbukti melakukan diskriminasi terhadap karyawan dari kelompok minoritas dan perempuan. (BA/FHP)