Telset.id, Jakarta – Ada kabar menarik untuk para pemilik gadget atau bahkan mobil yang ingin mengklaim garansi atau memperbaiki perangkatnya yang rusak. Pasalnya, Anda tak perlu lagi khawatir garansi hangus jika stiker yang menempel di perangkat lepas tanpa disengaja karena Komisi Perdagangan AS (FTC) sudah melarang penggunaan stiker garansi untuk produk yang dipasarkan di negara tersebut.
Bahkan, menurut engadget, Rabu (11/4/2018), Komisi ini telah mengirim surat peringatan mengenai stiker itu ke enam perusahaan yang memasarkan dan menjual mobil, perangkat seluler dan konsol permainan video di AS.
Sayangnya tidak disebutkan kepada produsen mobil dan perusahaan teknologi mana surat peringatan itu dikirim. Namun bisa diprediksi daftar tersebut mencakup perusahaan pembuat konsol permainan video seperti Sony dan Microsoft.
Baca Juga: Otoritas AS Selidiki Akuisisi Qualcomm oleh Broadcom
Otoritas perdagangan ini mengutip Undang-Undang (UU) Jaminan Magnuson-Moss 1975, dalam suratnya. Isi UU tersebut antara lain menyatakan perusahaan tidak dapat menerapkan pembatasan perbaikan pada produk mereka kecuali mereka menyediakan suku cadang atau layanan secara gratis atau menerima pengabaian dari FTC.
“Ketentuan yang mengikat cakupan garansi untuk penggunaan produk atau layanan tertentu, membahayakan konsumen yang membayar lebih untuk mereka serta usaha kecil yang menawarkan produk dan layanan yang bersaing.” ujar Penjabat Direktur Biro Perlindungan Konsumen FTC Thomas B. Pahl dalam pernyatannya.
Stiker garansi jamak ditempel pada produk elektronik dan video game seperti PS4 dan berbagai telepon. Sebelum pengumuman ini, tidak jelas apakah hukum itu mencakup produk yang jauh lebih murah daripada mobil.
Pengumuman FTC juga memperjelas bahwa aturan ini juga mencakup perangkat elektronik, asalkan harganya lebih dari US$ 15 atau sekitar Rp 200 ribu.
FTC meminta enam perusahaan meninjau pemberitahuan garansinya dan memastikan bahwa mereka tidak menyatakan atau menyiratkan bahwa cakupan jaminan dikondisikan pada penggunaan bagian layanan tertentu.
“Kemudian kami akan meninjau situs web perusahaan setelah 30 hari, memperingatkan para penerima surat bahwa kegagalan memperbaiki potensi pelanggaran dapat mengakibatkan tindakan penegakan hukum.” tegas Thomas.
Apakah otoritas perdagangan di Indonesia berani mengikuti langkah AS? Kita tunggu saja! [WS/IF]