Telset.id, Jakarta – Lembaga analisis data Cambridge Analytica di London, Inggris, dikabarkan telah mengumpulkan informasi privat 50 juta lebih pengguna Facebook guna mendukung kampanye Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, pada Pemilihan Presiden AS pada 2016 lalu.
Dilansir Reuters, berdasarkan pernyataan mantan staf, kolega, serta dari hasil telaah dokumen-dokumen Cambridge Analytica, ada indikasi kuat bahwa aksi peretasan masif dan ilegal terhadap data puluhan juta pengguna Facebook oleh Cambridge Analytica terjadi pada 2014 lalu.
Menurut Christopher Wylie, yang membantu membangun Cambridge Analytica dan bekerja sama dengan akademisi di Cambridge University untuk mengambil data di Facebook secara ilegal.
Tindakan itu dilakukan untuk merancang sistem yang bisa memprediksi dan memengaruhi pilihan para pemilih di ruang coblosan saat berlangsung Pemilihan Presiden AS.
Wylie mengungkapkan, sistem yang dikembangkan oleh Camnridge Analytica mampu mengidentifikasi para calon pemilih. Bahkan, sistem itu “menyerang” para pemilik suara dengan iklan-iklan politik. Iklan yang disampaikan berbeda-beda untuk setiap calon pemilih.
Reuters menginformasikan, 50 juta lebih pengguna yang datanya dikumpulkan oleh Cambrigde Analytica mencakup sepertiga pengguna aktif Facebook di Amerika Utara dan hampir 25 persen dari total pemilih potensial AS pada saat itu.
Para mantan staf dan mitra kerja Cambridge Analytica konon masih memiliki data-data pribadi para pengguna Facebook yang dikumpulkan untuk memenangkan Trump.
Baca juga: Obama Sindir Cara Donald Trump Gunakan Medsos
Cambrigde Analytica disewa oleh tim kampanye Trump pada Juni 2016 dengan bayaran sekitar 6,2 juta dolar AS atau sekitar Rp 85,2 miliar.
Untuk memuluskan kontrak pemenangan Trump, mereka lantas mengambil data pengguna Facebook via aplikasi thisisyourdigitallife yang dibuat oleh akademisi bernama Aleksandr Kogan.
Melalui Global Science Research (GSR), perusahaan milik Kogan, dan kolaborasi dengan Cambridge Analytica, ratusan ribu pengguna Facebook dibayar untuk melakukan tes kepribadian.
Sebelumnya, mereka telah setuju diambil data-datanya untuk tujuan penelitian akademis. Tanpa dinyana, aplikasi itu ternyata juga mengambil data dari teman-teman Facebook para peserta tes. Hal itu dinilai oleh Facebook menyalahi perjanjian.
Kebijakan Facebook hanya mengizinkan pengambilan data teman-teman pengguna untuk meningkatkan pengalaman dalam memakai Facebook. Data tersebut dilarang diperjualbelikan ataupun digunakan untuk kepentingan iklan.
Jurubicara Cambridge Analytica menyatakan, GSR hanya dikontrak untuk mendapatkan data sesuai ketentuan perundang-undangan di Inggris dan izin setiap responden.
Baca juga: Rusia: Tudingan Dalang NotPetya demi Kampanye Trump
Lembaga itu mengklaim telah menghapus semua data ketika mengetahui GSR tidak melakukan langkah-langkah sesuai ketentuan.
“Cambridge Analytica telah bekerja sama dengan Facebook untuk menyelesaikan masalah ini dan memastikan semua data telah dihapus.
Tidak ada data dari GSR yang digunakan Cambridge Analytica sebagai bagian dari layanan untuk kampanye Donald Trump pada 2016,” ungkap ang jurubicara Cambridge Analytica. [SN/HBS]