Telset.id, Jakarta – Kian meluasnya penggunaan akses data berkecepatan tinggi dan perkembangan teknologi menuju fase selanjutnya yang kian agresif, akan menghadirkan berbagai peluang sekaligus permasalahan baru.
Dari tahun ke tahun, teknologi berkembang kian pesat. Setelah masyarakat Indonesia bisa menikmati layanan internet cepat 4G LTE, kini datang fase selanjutnya, masuk ke era 5G.
Tapi yang harus diperhatikan adalah, jangan sampai teknologi sudah siap, namun para pelaku industri dan masyarakat sebagai penikmat teknologi 5G tidak bisa memanfaatkan teknologi tersebut sesuai yang diharapkan.
Tantangan Baru Era 5G Indonesia
Menurut Iman Aulia, Ketua Indonesia LTE Community, selain harus bisa beradaptasi dengan perubahan, stakeholder dituntut bisa menggali berbagai potensi yang muncul sekaligus meredam permasalahan yang muncul.
Ia menyebutkan, telekomunikasi sangat dinamis selalu berkembang. Bicara perkembangan bisnis industri telekomunikasi, banyak hal yang membuat konstelasi industri berubah.
“Tahun lalu, layanan data menjadi tren, masyarakat lebih panik kehabisan kuota daripada habis duit. Kini era 5G sudah datang menjadi sesuatu yang harus dihadapi pelaku industri,” ujar Iman dalam diskusi bertajuk “Entering The Next Phase of Data Era” di Balai Kartini Jakarta, Rabu (14/3/2018).
Saat ini ada tiga isu yang mencuat di industri telekomunikasi. Antara lain kendala dalam membangun transmisi, kemudian efek gunting sejak era 3G yang masih terjadi sampai sekarang, dan juga permasalahan yang muncul terkait alokasi frekuensi dan ketersediaan frekuensi.
{Baca Juga: Cara Registrasi Kartu Telkomsel 2021, Simpel Termasuk Cara Unreg}
Perkembangan Layanan Data di Tanah Air
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, mengungkapkan bahwa kita harus siap menghadapi fase berikutnya dari era layanan data ini. Menurutnya, perkembangan layanan data di Tanah Air sebenarnya tergolong cepat.
“Desember 2015 kita meluncurkan layanan 4G. Dalam dua tahun tiga bulan, sudah 62.000 eNode dibangun. Tidak gampang, tapi bisa tumbuh dua ribu dalam 2 tahun 800 hari. Artinya rata-rata 80 dibangun per hari. Cepat luar biasa. Tapi memang masih ada daerah yang bolong karena mahalnya backbone dan transmisi,” ujar Rudiantara.
Selanjutnya, bicara soal Palapa Ring, ia mengaku di kawasan Barat sudah selesai sementara Tengah baru 5% dan Timur sudah 40%. “Kominfo ingin memberikan pelayanan akses telekom broadband pada wilayah KPU/USO yang belum terjangkau broadband. Menurunkan biaya dalam pelaksanaan penyediaan akses internet melalui satelit.”
Membahas soal trial 5G di event Asia Games, ia mengaku belum pernah membuat pernyataan resmi. “5G ditunggu. Buat yang ingin melakukan user experience mau operator yang mana tidak ada masalah. Kalau itu uji coba, maka tidak ada BHP frekuensi.
Terkait soal efek gunting, Ivan Cahya Permana, VP Next Generation Network PT Telkomsel, mengaku khawatir. Menurutnya, tahun 2018, data tumbuh 126% sedangkan revenue hanya tumbuh 26%.
{Baca juga: Belum Diluncurkan, Vivo V9 Sudah Dijual di Indonesia}
“Efek yang dikawatirkan sudah terjadi, kalau terus seperti ini, semua operator sulit bertahan,” katanya.
Selain itu, lanjut Ivan, menyoal perkembangan layanan data saat ini, ia mengaku kapasitas transmisi yang dibutuhkan layanan telekomunikasi akan lebih banyak lagi. “Transmisi adalah backbone utama layanan,” imbuhnya.
Merza Fachys, Presiden Direktur Smartfren menambahkan, pihaknya merasakan perkembangan pesat di era sekarang.
”Ke depan tantangan makin besar. Yaitu trafik di muara internet. Kendalanya adalah hambatan di daerah,” ungkap Merza.
Ia menyebutkan, bahwa banyak kota melakukan safe guarding pembangunan jaringan, alasannya telekomunikasi merusak kota.
“Perlu harmonisasi pusat darn daerah agar semuanya running. Tidak ada pipanya bagaimana layanan bisa jalan,” ujar Marza.
XL pun tengah menggenjot layanan. Saat ini, mereka, tengah mengembangkan jarinan di luar Jawa dan menyambungkan backbone dengan Palapa Ring.
“Tapi XL pun meminta bantuan dan support dari pemerintah dalam membangun fiber optik,” ujar Rahmadi Mulyo Hartono, Group Head LTE XL Axiata.
Sementara Tri mempersoalkan efek gunting yang masih terjadi. Tahun lalu, trafik Tri tumbuh 200%, tapi revenue tak linear dengan peningkatan trafik. Sekarang bagaimana meningkatkan penetrasi dan coverage dibantu Palapa Ring,” ujar Wakil Direktur Utama Hutchison 3 Indonesia, M Danny Buldansyah.
Ia pun berharap kota-kota ikut membantu. “Kami mengharapkan kota-kota menganggap sarana telekomunikasi adalah fasilitas umum, jadi kita bukan dipalakin. Ijin susah kita harus keluar uang besar untuk membuat sesuatu atau meningkatkan kapasitas.
{Baca Juga: Cara Mudah Transfer Pulsa Telkomsel, Lengkap dengan Syaratnya}
“Kita belajar dari beberapa waktu lalu, di Airtport harus bayar mahal untuk dapat coverage. Fsilitas seperti itu butuh bantuan pemerintah agar dapat harga rasional. Di satu pihak mudah-mudahan harga buat pelangggan bisa affordable tapi kita berharap cost turun dengan fasilitas yang dibantu pemerintah.
Indosat menyambut baik Palapa Ring. Opeator ini pun mengaku membutuhkan backbone di luar Jawa. “Problem utama roll out di luar Jawa, backbone yang mahal dan sangat terbatas,” kata Fajar Aji Suryawan, Group Head Government Relation Indosat Ooredoo.
Bicara soal efek gunting, ia menegaskan hal serupa dengan operator lain, “Kenaikan data signifikan tapi pendapatan tidak sejalan. Ini juga jadi persoalan di Indosat,” pungkasnya.
Menanggapi soal efek gunting, Mekominfo menegaskan, “Selalu saya sampaikan soal floor price policy. Saya orang yang pro kompetisi. Tapi saya ingatkan konsumen jangan pengen murah. Uang untuk pelihara jaringan dari mana? Masyarakat pun harus diedukasi. Darimana uang operator kalau kita selalu pengen murah, ” tutupnya. (MS)