Telset.id, Jakarta – Kemampuan untuk berbicara dan menelan merupakan tanda seberapa baik Anda mengatasi stroke. Namun, semua hanyalah tanda, bukan ukuran pasti untuk mendeteksi progres kesembuhan pasien stroke dari serangan darah tinggi.
Universitas Northwestern di Evanston, Illinois, Amerika Serikat, baru-baru ini menemukan solusinya. Para ilmuwan dari kampus tersebut berhasil merancang sensor tenggorokan yang dapat dipakai untuk membantu mendiagnosis dan mengobati aphasia, gangguan komunikasi terkait dengan stroke.
Menurut Engadget, perangkat nirkabel karya mereka bekerja melacak getaran pita suara seseorang untuk mengukur daya pemulihan pelemahan saraf akibat serangan darah tinggi. Lewat alat itu, dokter bisa mengetahui langkah apa yang selanjutnya akan diambil.
Sensor yang ada di perangkat tersebut diklaim jauh lebih akurat daripada teknologi mikrofon. Bahkan, ia lebih nyaman dan tahan lama dipakai. Tenggorokan Anda tidak akan ngilu ketika sensor bekerja.
Apabila dikombinasikan dengan sensor lain yang mengecek fungsi jantung, otot, dan lain-lain, perangkat untuk mengobati aphasia tersebut mungkin akan memperlihatkan seperti apa kondisi tubuh seseorang ketika dalam kondisi fisik menurun.
“Alat ini tidak menjamin pemulihan stroke Anda secara penuh. Ia hanya membantu mendiagnosis sehingga dokter bisa tahu apa yang seharusnya Anda lakukan setiap hari,” ujar anggota ilmuwan.
Belum lama ini, Georgia Tech Center for Music Technology juga mengembangkan lengan prostetik yang jari-jarinya bisa digunakan untuk memainkan piano. Temuan itu bisa membantu penderita cacat maupun pasien stroke yang saraf tangannya mati total.
[Baca juga: Jerman Larang Smartwatch untuk Anak, Ada Apa?]
Lengan prostetik bekerja dengan cara membaca sinyal-sinyal elektrik ultrasound. Ia bisa mendeteksi niat sang pengguna untuk menggerakkan jari-jari. Tangan mereka pun bisa mendeteksi benda-benda apa yang akan dipegang. [SN/HBS]