Telset.id, Jakarta – Divisi mobile (ponsel) LG dilaporkan terus mengalami kerugian. Hal itu membuat LG memutuskan untuk “melarikan diri” dari pasar China. LG tak lagi mau jualan ponsel di China, yang sejatinya adalah pasar terbesar di dunia. Alasannya, karena sulit bersaing dengan pemain-pemain lokal.
Persaingan ketat dengan para pemain lokal di China benar-benar memperburuk keuangan perusahaan asal Korea Selatan tersebut. Neraca mereka berdarah-darah akibat lesunya penjualan.
Dilaporkan Android Central, keputusan LG mundur dari pasar China sebenarnya sudah terendus media lokal sejak awal 2017. Sepanjang tahun lalu, LG tak meluncurkan duo ponsel andalan G6 dan V30 di Negeri Tirai Bambu.
Produk terakhir LG yang diluncurkan di China adalah G5 SE pada 2016. Pada tahun yang sama, LG hanya mampu menjual 160 ribu ponsel di sana dari total volume pasar sebanyak 480 juta unit.
Pada kuartal ketiga 2017, LG membukukan kerugian sebesar 375 miliar won atau USD 334 juta. Angka itu hampir tiga kali lebih besar dibanding kuartal sebelumnya.
[Baca juga: LG Terus Merugi Gara-gara Oppo dkk]
Terakhir, LG diketahui tak jadi memperkenalkan ponsel G7 pada gelaran MWC 2018. Sebagai gantinya, LG bakal meluncurkan varian lain dari V30.
Sebelumnya diberitakan bahwa sepanjang tahun 2017 lalu, bisnis smartphone LG terus merugi, dimana pada kuartal keempat 2017 lalu kerugian yang mereka catat mencapai USD 192,33 juta atau sekitar Rp 2,55 triliun.
LG mengakui, masa sulit yang mereka alami disebabkan oleh kompetisi kuat yang diberikan oleh para vendor asal China, seperti Xiaomi, Oppo, Vivo, dan juga Huawei.
Para pemain China Itu disebut memberikan harga yang sangat kompetitif di segmen mid-end, yang membuat konsumen di pasar Asia tertarik untuk memilih mereka.
Memang pada kuartal pertama tahun 2017, LG Mobile mendapatkan keuntungan. Namun itu tak besar, karena mereka hanya mendapatkan laba sebesar USD 3,2 juta atau setara dengan Rp 42 miliar.
[Baca juga: LG Pamer Instalasi Ngarai Raksasa OLED di CES 2018]
Total penjualan yang diraih LG Mobile sepanjang tahun 2017 mencapai USD 10,52 miliar atau setara dengan Rp 140 triliun. Angka ini turun dibandingkan perolehan di tahun sebelumnya yang mencapai USD 11,71 miliar atau Rp 155,9 triliun. [SN//HBS]
