Telset.id, Jakarta – CEO Twitter, Jack Dorsey kerap muncul sebagai salah satu pemimpin perusahaan teknologi muda terkaya di dunia. Hal ini sedikit membingungkan, karena faktanya nilai saham Twitter sering kali stagnan atau mengalami penurunan. Lantas, darimana sumber kekayaan Dorsey?
Selain Twitter, Dorsey dikabarkan memiliki sebuah perusahaan ‘startup‘ lain bernama Square. Square sendiri merupakan perusahaan pembayaran mobile yang didirikannya pada tahun 2009, sesaat setelah didepak dari Twitter.
Mengutip dari laman Re:Code, Dorsey tetap menjadi CEO Square, meski dia akhirnya dipanggil kembali ke Twitter pada Oktober 2015 silam. Di tahun yang sama, pria berumur 41 tahun itu juga memutuskan untuk melakukan pelepasan saham publik perdana (IPO) Square.
[Baca juga: Selain Nambah Karakter Cuitan, Username Twitter Makin Panjang]
Meski langkah Dorsey itu dianggap nekat, namun akhirnya dua tahun setelah memutuskan untuk melakukan IPO terhadap Square, Dorsey pun menuai apa yang telah dia benih sebelumnya.
Hal ini dapat terlihat jelas pada penutupan bursa saham Jumat (17/11/2017) lalu, dimana nilai pasar dari Square berhasil menembus USD 17 miliar atau sekitar Rp 232 triliun. Tentu saja, pencapaian ini sangat mengejutkan bagi banyak orang, jika melihat Square yang cuma ‘startup’ yang tidak terlalu mendunia.
Menariknya di sisi lain, Twitter yang sebenarnya memiliki ‘nama besar’ justru nilai sahamnya ‘hanya’ mencapai USD 15,4 miliar, atau sekitar Rp 208 triliun. Nilai ini terbilang stagnan, bahkan Twitter pun harus merasakan “roller coaster” alias naik turunnya nilai saham mereka setiap saat.
[Baca juga: Malware Ganas Incar Pengguna Facebook dan Twitter]
Mungkin saja, dengan terus meningkatnya nilai saham dari Square itulah yang membuat pundi-pundi Dorsey terus menumpuk. Meskipun dalam kenyataannya, kedua perusahaan tersebut masih ‘berdarah-darah’ alias belum menghasilkan keuntungan.
Meski dari sisi ‘kantong pribadi’ Dorsey telah membuat keputusan, namun banyak juga yang menuding keputusan Dorsey memimpin dua perusahaan sekaligus menjadi biang kerok tidak stabilnya pendapatan Twitter. Bahkan tak sedikit yang beranggapan Dorsey lebih ‘mengidolakan’ Square. [NC]