Telset.id – Saat ini, harga smartphone untuk kelas entry level dan mid-range, terasa semakin murah dan terjangkau. Jika dibandingkan beberapa tahun ke belakang, harga smartphone sekarang selain lebih murah ternyata secara teknologi juga semakin baik. Selain dikarenakan memang jumlah produksi smartphone semakin masif, hal ini juga tidak lepas dari ekspansi besar-besaran smartphone asal China.
Kita coba melihat gaya dan strategi beberapa smartphone asal China yang sekarang sangat eksis, kemudian mencoba menarik “benang merah” apa yang menjadi kesamaan, kelebihan, dan kekurangan dari strategi mereka dibanding brand-brand global, seperti Samsung dan Apple.
Xiaomi
Kurang lebih 3 tahun lalu, Xiaomi memulai ekspansinya secara resmi di Indonesia. Xiaomi bukan brand China pertama yang masuk Indonesia. Sebelumnya sudah ada beberapa nama tenar lain, misalnya Lenovo, Huawei, Oppo, dll. Para pemain China ini berhasil memikat pasar smartphone dengan harga lebih terjangkau, dibanding brand-brand global yang sudah lebih dulu ada di Indonesia.
Tetapi Xiaomi selain menawarkan harga yang lebih bersahabat, juga menawarkan “kelas” teknologi, karena digadang-gadang sebagai brand yang selain menawarkan device terjangkau, tetapi komponen di dalamnya berkelas, atau dikenal dengan spesifikasi tinggi. Tentu saja ini merupakan daya tarik yang besar, karena siapa yang tidak tergoda dengan barang murah tetapi bagus?
Saat Xiaomi mulai diperkenalkan resmi di Indonesia, gaungnya belum sebesar sekarang. Butuh waktu untuk meyakinkan masyarakat bahwa produk dari China sekarang bagus. Wajar, karena sebelumnya Indonesia kebanjiran produk China dengan kualitas “kelas dua”, misalnya motor (dikenal dengan sebutan mocin), peralatan elektronik rumah tangga, dan lain sebagainya.
Yang menarik, Xiaomi memakai gaya baru saat menjual produk smartphone perdana mereka, yakni dengan cara flash sale. Hasilnya, Xiaomi menuai sukses besar dengan cara penjualan barunya tersebut, walaupun sebagian besar pembeli pertama adalah pedagang smartphone, untuk dijual kembali dengan selisih harga keuntungan yang lumayan. Tetapi para pedagang ini menjadi “corong utama” untuk memperkenalkan brand Xiaomi ke masyarakat lebih luas.
Penjualan online ini, tanpa iklan, dilakukan untuk menghemat biaya pengeluaran, sehingga bisa menekan harga jual. Keberhasilan Xiaomi mengundang brand smartphone China lain berebut masuk Indonesia, dan menggunakan cara penjualan yang mirip.
Tetapi pada akhirnya, walau pangsa pasar Indonesia tergolong besar dengan populasi masyarakatnya yang banyak, tetapi kepercayaan atau pengetahuan mereka pada penjualan online tergolong masih kecil. Jika dibandingkan prosentase-nya masih jauh dengan negara China, tempat asal Xiaomi. Kendala ini akhirnya memaksa Xiaomi untuk memasarkan beberapa seri smartphone terbarunya secara offline, bukan lagi flash sale.
Namun ketatnya persaingan yang juga datang dari sesama pemain China, pada akhirnya mengharuskan vendor yang dijuluki “Apple dari China” ini berganti strategi pemasaran dan marketing di negaranya sendiri. Jika semula hanya fokus pada penjualan online yang mengandalkan basis fans, kini Xiaomi membuat sebanyak-banyaknya gerai offline, setelah target penjualannya tidak tercapai di tahun 2015 dan 2016.
Apa yang membuat Xiaomi yang sedang gencar ekspansi dengan nama yang baik, produk yang bagus, harga yang terjangkau tiba-tiba seolah berhenti menanjak? Padahal di tiap negara yang disambanginya, Xiaomi memiliki basis fans yang kuat bahkan terkadang bisa dikatakan cukup “militan” ?
OnePlus
Banyak yang tidak menyadari, kalau OnePlus sebenarnya masih satu keluarga, atau saudara kandung dengan smartphone brand Oppo dan Vivo, dibawah bendera BKK electronics. Bahkan salah satu pendiri OnePlus, Pete Lau adalah mantan Vice Presiden di Oppo.
OnePlus sekarang namanya sedang berkibar, karena banyak dibahas media internasional, terutama karena cara marketing-nya yang berbeda. Untuk bisa membeli produknya pertama kali, harus mendapatkan undangan, tidak bisa memesan begitu saja.
Tagline mereka “flagship killer”, ternyata cukup menyita banyak perhatian, karena perusahaan yang dianggap startup ini dianggap berani bersaing langsung dengan smartphone flagship keluaran brand global seperti Apple dan Samsung.
OnePlus dikenal sebagai smartphone yang hebat dalam perolehan score benchmark, terutama AnTuTu. Perangkat besutan OnePlus menggunakan spesifikasi yang mirip dengan smartphone flagship global. Mirip dengan Xiaomi, OnePlus walau memiliki spesifikasi yang tinggi, menjual smartphone-nya dengan harga yang terjangkau.
Sedikit berbeda dengan Xiaomi, jajaran smartphone yang dikeluarkannya tidak banyak, bisa dikatakan mirip Apple, kebanyakan hanya versi hi-end. Secara umum, OnePlus lebih mendapat dukungan dunia barat, karena berhasil masuk ke pasar Amerika, pasar yang sampai saat ini belum bisa dijangkau smartphone Xiaomi. Sementara di Indonesia sendiri OnePlus sempat memiliki perwakilan resmi, yang kemudian tahun lalu hengkang, sepertinya karena peraturan TKDN.