Telset.id, Jakarta – Indosat, XL, Tri dan Smartfren bersepakat untuk tetap menurunkan biaya interkoneksi sesuai dengan surat Edaran (SE) No. 1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016 yang ditandatangani oleh Plt. Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Geryantika Kurnia dan dirilis pada 2 Agustus 2016 lalu.
Menanggapi hal tersebut, Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB M Ridwan Effendi mengatakan dalam pernyataan tertulisnya bahwa biaya jaringan Indosat dan XL sudah di bawah (Rp204) itu. Biaya jaringan Indosat di sekitar Rp 86 dan XL Rp 65.
“Jadi betul mereka akan untung dua kali, jika tarif interkoneksi diberlakukan simetris pada Rp 204. Sedangkan Telkomsel akan rugi dua kali,” kata Ridwan.
Keuntungan pertama, biaya jaringan XL dan Indosat masing-masing Rp 65 dan Rp 86. Dari sini, dengan menerapkan biaya interkoneksi yang baru (Rp 204), XL untung Rp 139, sedangkan Indosat untung Rp 118 per menit percakapan. “Ini keuntungan pertama Indosat dan XL,” kata Ridwan.
“Keuntungan kedua adalah, ketika ada pelanggan Indosat Ooredoo menelepon ke pelanggan Telkomsel, perusahaan milik Ooredoo Qatar ini hanya membayar biaya interkoneksi sebesar Rp 204, bukan lagi 250 per menit. Demikian juga dengan XL. Jadi, Indosat dan XL di sini untung lagi Rp 46,” kata Ridwan.
Hal berbeda diungkapkan oleh Direktur XL, Dian Siswarini. Menurutnya, angka Rp 204 atau Rp 250 itu ceiling price (harga tertinggi).
“Jadi pada prakteknya, harga interkoneksi bisa jadi lebih rendah dari ceiling price. Tergantung kesepakatan B2B, ” jelas Dian.
Hal senada diungkapkan oleh Direktur Smartfren, Merza Fachys. Menurutnya, biaya interkoneksi Smartfren ada dikisaran angka Rp 100an, jadi berapapun angka yang ditetapkan sebenarnya pengaruhnya ke operator net payer seperti Smartfren.
” Kami ini Net Payer, kami yang bayar terus ke Telkomsel. Jadi jangan kami dibuat lebih rugi lagi. Kami ingin yang kami bayar adalah the real cost yang terjadi. Jadi mari kita buktikan Rp 286 (harga interkoneksi menurut perhitungan Telkomsel) yang betulkah atau Rp 204 menurut BRTI yang betul?,” terang Merza.
Lebih lanjut, Merza mengatakan selazim-nya ceiling price untuk interkoneksi disepakati dengan cara musyawarah untuk mufakat. Selanjutnya biaya interkoneksi antar dua operator diberlakukan secara business to business (B2B) atau kesepakatan masing-masing operator.
Sementara Ridwan yakin, operator telekomunikasi tidak akan menurunkan tarif yang dibebankan kepada pelanggan (tarif retail), karena tujuan perusahaan memang mencari keuntungan semata dari polemik penurunan biaya interkoneksi ini. “Feeling saya, operator tidak akan serta merta menurunkan tarif retail,” kata Ridwan. (MS)