Beranda blog Halaman 205

Apple Kehilangan Rp3.800 Triliun Akibat Tarif Trump!

0

Pasar saham global gempar. Dalam hitungan jam, Apple kehilangan nilai pasar senilai lebih dari $250 miliar (sekitar Rp3.800 triliun) pada Kamis (4/4) setelah keputusan Presiden Donald Trump memberlakukan tarif impor besar-besaran. Saham perusahaan iPhone itu anjlok hingga 8,5%, menjadi salah satu korban terbesar di tengah kepanikan investor teknologi.

Guncangan di Wall Street

Langkah Trump bukan hanya menggoyang Apple. Deretan raksasa teknologi seperti Tesla, Nvidia, Meta, dan Amazon juga terpuruk dengan penurunan saham antara 6-7,2%. Analis Wedbush Securities menyebut kebijakan ini “lebih buruk dari skenario terburuk” bagi pasar teknologi. Tarif baru—minimal 10% untuk berbagai produk dan melonjak hingga 54% untuk barang-barang China—akan berlaku mulai 5 April.

Dilema Tim Cook

Kebijakan Trump menghantam seluruh rantai pasok Apple di Asia, dari China hingga Taiwan, India hingga Vietnam. Padahal, CEO Tim Cook dikenal dekat dengan pemerintahan Trump. Kini, setiap produk Apple—iPhone, iPad, Mac, hingga aksesori—akan terkena imbas. Cook terpaksa memilih: menaikkan harga (dan risiko kehilangan pembeli) atau menelan kerugian miliaran dolar.

Bukan Sekadar Negosiasi

Gedung Putih bersikukuh tarif ini “bukan taktik, tapi kebutuhan” untuk menguatkan manufaktur domestik. Trump menyebutnya sebagai langkah “membebaskan ekonomi AS”. Namun, para analis memperingatkan efek domino: harga gadget melambung, inovasi terhambat, dan perang dagang makin panas. Pertanyaannya: siapkah konsumen membayar lebih demi iPhone berikutnya?

YouTube Shorts Siapkan Fitur Baru untuk Tantang TikTok

0

Persaingan ketat antara YouTube Shorts dan TikTok semakin memanas. Menjelang tenggat larangan TikTok di AS pada 5 April, YouTube tak mau tinggal diam. Platform besutan Google ini mengumumkan serangkaian fitur baru yang dirancang untuk memanjakan kreator konten pendek. Dari editor video yang lebih canggih hingga stiker AI, YouTube berambisi merebut hati para kreator yang mungkin kehilangan “rumah” jika TikTok benar-benar diblokir.

Editor Video yang Lebih Pintar

YouTube mengakui bahwa editor video yang lebih baik adalah salah satu permintaan terbesar dari kreator Shorts. Kini, mereka menjawabnya dengan pembaruan yang memungkinkan pengguna mengatur waktu klip dengan mudah, memindahkan atau menghapus bagian tertentu, menambahkan musik atau teks yang sesuai dengan timing, serta melihat pratinjau sebelum mempublikasikan. Fitur ini mirip dengan kemampuan editing di TikTok, yang selama ini menjadi andalan kreator.

Menariknya, pembaruan ini muncul tepat ketika Meta dikabarkan sedang bersiap meluncurkan aplikasi “Edits” yang disebut-sebut sebagai pesaing CapCut milik ByteDance. YouTube jelas tak ingin ketinggalan dalam perlombaan fitur editing ini.

Stiker AI dan Gambar yang Lebih Ekspresif

Tak hanya editing, YouTube Shorts juga memperkenalkan stiker berbasis AI yang bisa dibuat hanya dengan mengetikkan teks sederhana. Misalnya, Anda bisa meminta stiker “tanaman berotot” atau “kucing pakai kacamata hitam,” dan sistem AI akan menghasilkan gambar sesuai imajinasi Anda. Selain itu, kreator juga bisa mengunggah foto dari galeri dan mengubahnya menjadi stiker gambar, memungkinkan variasi konten yang lebih personal.

Auto-Sync dengan Musik

Salah satu fitur yang paling dinanti adalah kemampuan untuk menyinkronkan klip secara otomatis dengan irama lagu. Sebelumnya, kreator harus melakukannya secara manual, yang tentu memakan waktu. Dengan fitur baru ini, YouTube Shorts menawarkan kemudahan serupa dengan tool “Beats” di CapCut. Ini bisa menjadi game-changer bagi kreator yang sering menggunakan musik dalam konten mereka.

Template yang Lebih Fleksibel

YouTube juga berencana meningkatkan template Shorts dengan memungkinkan pengguna memasukkan foto dari galeri mereka. Efek khusus juga akan ditambahkan ke dalam template, mengikuti tren yang populer di TikTok. Dengan begitu, kreator bisa lebih mudah membuat konten yang menarik tanpa harus memulai dari nol.

Dengan semua fitur baru ini, YouTube Shorts jelas sedang berusaha keras untuk menjadi alternatif utama jika TikTok benar-benar hilang dari pasar AS. Pertanyaannya, apakah para kreator akan berpindah? Jawabannya mungkin tergantung pada seberapa mulus YouTube bisa menghadirkan pengalaman yang setara—atau bahkan lebih baik—dibanding pesaing utamanya.

Ghibli vs AI: Larangan Keras Komunitas Fans Terhadap Seni Buatan

0

Ketika OpenAI meluncurkan fitur pembuatan gambar di ChatGPT pekan lalu, media sosial langsung gempar. Pengguna dengan cepat menyadari bahwa mereka bisa menciptakan gambar bergaya film animasi Studio Ghibli—seolah-olah karya itu langsung keluar dari tangan Hayao Miyazaki. Namun, di tengah euforia tersebut, komunitas penggemar Ghibli justru mengambil sikap tegas: mereka melarang keras segala bentuk seni buatan AI di ruang mereka.

Komunitas Ghibli Tegas Tolak AI Art

Di subreddit penggemar Ghibli, moderator dengan cepat mengingatkan aturan yang sudah lama berlaku: tidak ada seni AI yang diperbolehkan. “Saya baru menyadari belasan postingan ‘BAN AI NOW’ di sini, dipicu oleh maraknya gambar AI bergaya Ghibli di platform lain,” tulis salah satu moderator. “Kami tidak mengizinkan seni AI. Aturan ini sudah berlaku sejak teknologi ini muncul.”

Bagi mereka, gambar-gambar yang dihasilkan AI bukanlah bentuk penghormatan kepada Miyazaki. Sebaliknya, model generatif AI dilatih menggunakan karya seni berhak cipta—termasuk karya Miyazaki—tanpa izin atau kompensasi. Ini bukan hanya masalah Ghibli; The New York Times dan penerbit lain juga telah menggugat OpenAI dengan tuduhan serupa.

Miyazaki dan Kebenciannya pada AI

Hayao Miyazaki, sang legenda di balik Studio Ghibli, memang dikenal sangat vokal menentang seni buatan AI. Dalam dokumenter tahun 2016, ia bahkan menyatakan rasa jijiknya setelah diperlihatkan animasi 3D buatan AI. “Saya tidak bisa menonton ini dan merasa tertarik,” ujarnya. “Orang yang membuat ini sama sekali tidak memahami apa itu rasa sakit. Saya benar-benar muak.”

Komentar Miyazaki itu kembali viral ketika gambar-gambar “Ghiblified” membanjiri internet. Bahkan akun X milik Gedung Putih ikut memposting gambar bergaya Ghibli yang mengejek seorang wanita yang menangis saat diborgol oleh ICE. Bagi fans, ini adalah pelecehan terhadap nilai-nilai humanis yang selalu diusung Miyazaki dalam karyanya.

Dampak Luas Seni AI pada Kreator

Fenomena ini bukan hanya tentang Ghibli. Seni AI telah menjadi perdebatan panas di kalangan kreator. Meta dan Midjourney juga menghadapi gugatan serupa terkait penggunaan data pelatihan tanpa izin. Namun, kasus Ghibli menyentuh saraf yang lebih dalam karena Miyazaki sendiri adalah simbol perlawanan terhadap dehumanisasi seni.

Menurut Brad Lightcap dari OpenAI, lebih dari 130 juta pengguna telah menghasilkan lebih dari 700 juta gambar dengan fitur baru ChatGPT ini. “Rentang kreativitas visual sangat menginspirasi,” katanya. Tapi bagi fans Ghibli, inspirasi harus datang dari kerja keras dan jiwa manusia—bukan algoritma.

Dengan larangan keras dari komunitas fans dan warisan anti-AI Miyazaki, pertanyaannya adalah: apakah gelombang seni AI ini akan terus menggerus batasan etika, atau justru memicu perlawanan yang lebih besar dari para kreator asli?

Samsung TV 2025 Dukung HDR10+ di Netflix, Pengalaman Nonton Makin Cinematic!

0

Bagi pecinta film dan serial berkualitas, kabar gembira datang dari Samsung. Produsen elektronik asal Korea Selatan ini mengumumkan dukungan HDR10+ untuk konten Netflix di TV terbarunya. Mulai 2025, deretan TV Samsung Neo QLED, OLED, dan Lifestyle akan menghadirkan pengalaman menonton yang lebih hidup dan detail berkat teknologi ini.

Revolusi Visual dengan HDR10+

HDR10+ bukan sekadar upgrade biasa. Format ini membawa perubahan signifikan dalam hal kedalaman warna, kontras, dan kecerahan gambar. Berbeda dengan HDR10 yang menggunakan metadata statis untuk seluruh film, HDR10+ mampu menyesuaikan setingan secara dinamis per adegan—bahkan per frame. Hasilnya? Visual yang lebih natural dan mendekati pengalaman menonton di bioskop.

Netflix sendiri telah membuktikan perbedaan mencolok antara HDR10 dan HDR10+ melalui contoh visual di blog resmi mereka. Dalam adegan gelap, HDR10+ berhasil menampilkan detail yang biasanya hilang dalam bayangan, sementara di adegan terang, warna tampak lebih kaya tanpa overexposure.

Dukungan Luas untuk Penggemar Konten Premium

Fitur ini khusus tersedia untuk pelanggan Netflix Premium (paket 4K) yang menggunakan perangkat kompatibel. Menariknya, Samsung bukan satu-satunya brand yang mendukung HDR10+. Netflix telah mengaktifkan streaming HDR10+ untuk semua pelanggan Premium yang perangkatnya mendukung format ini dengan codec AV1.

Menurut data Netflix, HDR10+ saat ini sudah mencakup 50% dari total jam tayang yang memenuhi syarat. Bahkan, platform streaming ini berencana menghadirkan HDR10+ untuk semua judul HDR mereka sebelum akhir tahun 2025.

Keunggulan HDR10+ Dibanding Format Lain

Di pasar saat ini, terdapat tiga format HDR utama:

  • HDR10: Format dasar dengan metadata statis
  • HDR10+: Pengembangan Samsung dan Amazon dengan metadata dinamis
  • Dolby Vision: Format premium berlisensi dengan kemampuan serupa HDR10+

Keunggulan utama HDR10+ terletak pada sifatnya yang royalty-free, membuatnya lebih mudah diadopsi secara luas. Format ini juga sudah didukung oleh berbagai platform seperti Amazon Prime Video, YouTube, Google Play Movies & TV, bahkan disc Blu-ray UHD.

Tidak Hanya untuk Menonton, Tapi Juga Membuat Konten

Yang mungkin belum banyak diketahui, HDR10+ tidak hanya untuk konsumsi konten. Beberapa smartphone flagship Samsung sudah mampu merekam video dengan format ini. Fitur ini membuka peluang bagi kreator konten untuk menghasilkan karya dengan kualitas visual setara studio profesional.

Sementara itu, Netflix tetap menerima master Dolby Vision dari studio produksi, namun secara otomatis mengkonversinya ke HDR10+. Pengguna akhir akan mendapatkan versi terbaik sesuai kemampuan perangkat mereka.

Dengan dukungan penuh dari Samsung dan komitmen Netflix, era menonton konten berkualitas tinggi di rumah semakin dekat. Bagi Anda yang merencanakan upgrade TV tahun depan, seri 2025 Samsung tampaknya layak masuk daftar pertimbangan.

iOS 18.5 Beta Rilis: Fitur Baru untuk Pengguna yang Tak Suka Perubahan

0

Apple baru saja merilis beta pertama iOS 18.5 pada Rabu (tanggal rilis). Meski tidak membawa perubahan besar, update ini menawarkan solusi bagi pengguna yang merasa tidak nyaman dengan perubahan antarmuka di aplikasi Mail. Seperti yang sudah diprediksi, iOS 18.5 beta tidak menghadirkan fitur revolusioner. Sebagian besar fitur iOS 18 telah dirilis sebelumnya, dan fokus Apple kini beralih ke pengumuman iOS 19 di WWDC pada 9 Juni mendatang.

Kembali ke Tampilan Lama di Aplikasi Mail

Bagi Anda yang belum terbiasa dengan perubahan antarmuka Mail di iOS 18.2, kabar baik datang dengan iOS 18.5 beta. Kini, pengguna bisa dengan mudah mengembalikan tampilan Mail ke versi sebelumnya. Fitur baru ini memungkinkan Anda menonaktifkan foto kontak atau mengubah pengelompokan email yang sebelumnya otomatis dikategorikan sebagai Primary, Transactions, Updates, dan Promotions.

Cukup ketuk ikon tiga titik di sudut kanan atas, lalu matikan opsi Group by Sender atau pilih List View sebagai ganti Categories. Langkah sederhana ini bisa menjadi penyelamat bagi pengguna yang lebih nyaman dengan tampilan klasik.

AppleCare Lebih Mudah Diakses

Selain perubahan di Mail, Apple juga memberikan perhatian lebih pada layanan AppleCare. Kini, informasi tentang garansi dan dukungan teknis ini lebih menonjol di dua tempat:

  • Di menu General > AppleCare & Warranty, terdapat banner baru yang memungkinkan Anda mempelajari lebih lanjut tentang cakupan layanan.
  • Bagi pelanggan AppleCare, bagian Device Info di pengaturan Apple Account kini memiliki seksi khusus untuk mengelola langganan.

Cara Instal iOS 18.5 Beta

Jika Anda penasaran ingin mencoba beta ini, pastikan untuk membackup data terlebih dahulu. Beta software bisa saja mengandung bug, jadi instal hanya jika Anda siap menghadapi risiko. Berikut langkah-langkahnya:

  1. Daftar di Beta Software Program Apple.
  2. Setelah terdaftar, buka Settings > Software Update.
  3. Download dan instal update seperti biasa.

Meski iOS 18.5 beta tidak menawarkan banyak hal baru, update kecil ini menunjukkan komitmen Apple untuk mendengarkan masukan pengguna. Siapa tahu, di menit-menit terakhir sebelum peluncuran iOS 19, kita masih bisa berharap kejutan terakhir dari Apple.

Copilot di Microsoft 365 Personal & Family: Solusi Produktivitas Tanpa Ribet

0

Microsoft baru saja menghadirkan angin segar bagi pengguna individu dan keluarga dengan meluncurkan Copilot di Microsoft 365 Personal & Family. Teknologi kecerdasan buatan (AI) yang sebelumnya hanya bisa dinikmati oleh kalangan bisnis ini, kini siap membantu Anda menyelesaikan berbagai pekerjaan sehari-hari dengan lebih mudah dan efisien.

Mengapa Copilot Jadi Game-Changer?

Copilot bukan sekadar fitur tambahan, melainkan revolusi dalam cara Anda berinteraksi dengan aplikasi Microsoft 365. Bayangkan memiliki asisten pribadi yang selalu siap membantu, mulai dari menulis dokumen, menganalisis data, hingga mengelola email—semuanya dalam genggaman Anda.

Keunggulan Copilot di Setiap Aplikasi

Berikut adalah bagaimana Copilot meningkatkan pengalaman Anda di setiap aplikasi Microsoft 365:

Microsoft Word: Menulis Jadi Lebih Cepat dan Profesional

  • Membantu menyusun teks yang jelas dan profesional.
  • Meringkas dokumen panjang menjadi poin-poin penting.
  • Otomatis menyempurnakan tata bahasa dan gaya penulisan.
  • Menghasilkan draft awal untuk laporan, surat, atau dokumen lainnya.

Microsoft Excel: Analisis Data Tanpa Ribet

  • Membuat ringkasan data yang mudah dipahami.
  • Mengidentifikasi tren dan memberikan insight berbasis data.
  • Menyusun grafik atau tabel interaktif hanya dengan perintah sederhana.
  • Mengotomatiskan perhitungan rumit tanpa perlu jago rumus.

Microsoft PowerPoint: Presentasi Menarik dalam Sekejap

  • Mengubah poin penting jadi slide menarik secara instan.
  • Menambahkan gambar dan animasi sesuai tema presentasi.
  • Meringkas presentasi panjang jadi versi singkat yang to-the-point.
  • Memberikan rekomendasi desain dan tata letak yang ciamik.

Microsoft Outlook: Manajemen Email Lebih Efisien

  • Meringkas email panjang jadi inti pesan.
  • Membantu menulis balasan email yang sopan dan efektif.
  • Mengatur inbox agar lebih rapi dan prioritas jelas.
  • Menjadwalkan rapat serta kelola kalender tanpa repot.

Microsoft OneDrive: Temukan Dokumen dengan Mudah

  • Cari dokumen pakai kata kunci, meski lupa nama filenya.
  • Dapatkan ringkasan isi dokumen sebelum membukanya.
  • Kelompokkan file otomatis berdasarkan proyek atau topik.
  • Pastikan selalu akses versi terbaru dokumen.

Bagaimana Cara Mengakses Copilot?

Bagi Anda yang sudah berlangganan Microsoft 365 Personal atau Family, cukup perbarui aplikasi untuk mulai menikmati Copilot. Sedangkan bagi yang belum berlangganan, paket ini bisa dibeli resmi melalui Microsoft Authorized Store di Tokopedia dan Shopee dengan harga mulai dari Rp 1.339.000.

Dengan hadirnya Copilot, Microsoft membuktikan komitmennya untuk membawa teknologi AI ke ranah yang lebih personal, membantu Anda dan keluarga bekerja lebih cerdas, bukan lebih keras.

Saham Teknologi Anjlok: Dampak Kebijakan Tarif Trump yang Mengguncang Pasar

0

Pasar saham teknologi global diguncang oleh kebijakan baru Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang memberlakukan tarif impor lebih tinggi pada berbagai barang. Pengumuman ini langsung memicu penurunan signifikan pada saham perusahaan-perusahaan teknologi raksasa, termasuk Apple, Nvidia, Tesla, dan lainnya. Bagaimana kebijakan ini berdampak pada industri teknologi? Simak analisis mendalam berikut.

Dampak Langsung pada Saham Perusahaan Teknologi

Kebijakan tarif baru Trump, yang berkisar antara 10% hingga 49%, langsung memukul saham perusahaan teknologi besar. Apple menjadi salah satu yang paling terdampak, dengan penurunan saham lebih dari 6% setelah jam bursa. Penyebabnya jelas: sebagian besar produk Apple diproduksi di China dan negara-negara Asia lainnya. Kenaikan biaya produksi akibat tarif impor ini berpotensi mengurangi margin keuangan perusahaan.

Tak hanya Apple, perusahaan teknologi lain juga merasakan dampaknya:

  • Nvidia: Saham turun sekitar 4% karena produksi chip di Taiwan dan perakitan sistem kecerdasan buatan di Meksiko.
  • Tesla: Mengalami penurunan saham sekitar 4,5%.
  • Alphabet, Amazon, dan Meta: Saham mereka anjlok antara 2,5% hingga 5%.
  • Microsoft: Menghadapi penurunan hampir 2%.

Apple dan Ancaman Kerugian Terbesar Sejak 2020

Jika tren penurunan saham Apple berlanjut hingga perdagangan reguler, ini akan menjadi kerugian terbesar sejak September 2020. Sebagian besar pendapatan Apple bergantung pada produk yang diproduksi di luar AS, sehingga kebijakan tarif baru ini berpotensi meningkatkan biaya operasional secara signifikan.

Respons Trump dan Janji Investasi Apple

Meski kebijakan tarifnya berdampak negatif pada pasar saham, Trump justru memuji Apple, Meta, dan Nvidia karena investasi mereka di AS. Trump mengklaim bahwa Apple berencana menginvestasikan $500 miliar (sekitar Rp 8,3 kuadriliun) di Amerika Serikat—jumlah terbesar yang pernah dikeluarkan perusahaan tersebut di negara tersebut.

“Apple akan menghabiskan 500 miliar dollar AS, mereka belum pernah mengeluarkan uang sebanyak itu di sini sebelumnya,” ujar Trump. Pernyataan ini menjadi sorotan, mengingat kebijakan tarifnya justru membuat perusahaan teknologi kesulitan mempertahankan keuntungan.

Analisis: Masa Depan Industri Teknologi di Tengah Ketidakpastian

Kebijakan tarif Trump bukan hanya berdampak jangka pendek. Jika terus berlanjut, perusahaan teknologi mungkin akan mempertimbangkan relokasi produksi ke AS atau negara dengan tarif lebih rendah. Namun, langkah ini membutuhkan waktu dan biaya besar.

Pertanyaannya: Akankah perusahaan teknologi besar seperti Apple dan Tesla mampu beradaptasi dengan cepat? Atau justru kebijakan ini akan memperlambat inovasi karena tekanan finansial yang meningkat?

Yang pasti, pasar saham teknologi kini berada di bawah bayang-bayang ketidakpastian. Investor perlu lebih waspada dalam mengambil keputusan, sementara perusahaan harus mencari strategi baru untuk bertahan di tengah gejolak kebijakan perdagangan global.

Play Store Error? Ini Solusi Praktis untuk Download Aplikasi Lagi!

0

Anda sedang ingin mengunduh aplikasi baru dari Google Play Store, tapi tiba-tiba proses download macet? Jangan panik! Masalah ini lebih umum daripada yang Anda kira, dan solusinya seringkali lebih sederhana dari yang dibayangkan. Mari kita telusuri penyebab dan solusi lengkapnya.

Mengapa Play Store Tidak Bisa Download Aplikasi?

Sebelum mencari solusi, penting untuk memahami akar masalahnya. Berikut beberapa penyebab umum yang membuat Play Store gagal mengunduh aplikasi:

  • Koneksi internet tidak stabil – Baik WiFi maupun data seluler, koneksi yang buruk adalah biang kerok utama
  • Penyimpanan penuh – HP Android membutuhkan ruang kosong untuk menginstal aplikasi baru
  • Cache Play Store menumpuk – Data sementara yang seharusnya mempercepat justru bisa menjadi masalah
  • Bug sistem – Gangguan pada sistem operasi Android bisa mempengaruhi kinerja Play Store
  • Ketidakcocokan versi – Aplikasi mungkin tidak kompatibel dengan versi Android Anda
  • Masalah akun Google – Gangguan autentikasi bisa menghalangi proses download

Langkah Demi Langkah Mengatasi Masalah Download

Setelah mengetahui penyebabnya, mari kita bahas solusi praktis yang bisa Anda coba:

1. Periksa Koneksi Internet

Mulailah dengan dasar-dasar: pastikan koneksi internet Anda stabil. Coba:

  • Beralih antara WiFi dan data seluler
  • Restart router WiFi jika menggunakan jaringan rumah
  • Uji kecepatan internet dengan aplikasi seperti Speedtest

2. Kosongkan Penyimpanan

Android membutuhkan ruang untuk mengunduh dan menginstal aplikasi. Jika penyimpanan hampir penuh:

  • Hapus aplikasi yang tidak digunakan
  • Bersihkan cache dan data aplikasi
  • Pindahkan foto dan video ke cloud storage

3. Bersihkan Cache Play Store

Cache yang korup bisa menyebabkan berbagai masalah. Untuk membersihkannya:

  1. Buka Settings > Apps > Google Play Store
  2. Pilih Storage > Clear Cache
  3. Restart perangkat Anda

4. Perbarui Play Store

Versi Play Store yang usang mungkin mengandung bug. Pastikan Anda menggunakan versi terbaru:

  • Buka Play Store > Profil > Settings > About
  • Periksa versi dan update jika tersedia
  • Atau unduh APK terbaru dari situs resmi

5. Hapus dan Tambah Kembali Akun Google

Masalah autentikasi bisa diselesaikan dengan:

  1. Buka Settings > Accounts
  2. Pilih akun Google Anda > Remove Account
  3. Tambahkan kembali akun tersebut
  4. Restart perangkat

6. Reset Pengaturan Jaringan

Jika masalah terkait koneksi, coba reset pengaturan jaringan:

  • Buka Settings > System > Reset options
  • Pilih Reset Wi-Fi, mobile & Bluetooth
  • Konfirmasi dan restart perangkat

7. Gunakan VPN (Opsional)

Jika masalah terkait pemblokiran regional, VPN bisa menjadi solusi sementara:

  • Unduh aplikasi VPN tepercaya
  • Sambungkan ke server negara lain
  • Coba download aplikasi lagi

Dengan mencoba solusi-solusi di atas secara sistematis, besar kemungkinan masalah download di Play Store Anda akan teratasi. Jika semua cara sudah dicoba namun masalah tetap ada, mungkin perlu mempertimbangkan factory reset sebagai opsi terakhir.

Speaker Mewah Bang & Olufsen Pakai Marmer Italia, Harganya Bikin Melongo!

0

Jika Anda mencari speaker yang tak hanya memukau dari segi audio, tetapi juga desainnya, Bang & Olufsen punya jawabannya. Produsen audio mewah asal Denmark ini baru saja meluncurkan kolaborasi eksklusif dengan Antolini, perusahaan marmer dan granit ternama asal Italia. Hasilnya? Beosound Balance Natura, speaker premium dengan pijakan marmer yang tak hanya cantik, tetapi juga fungsional.

Desain Elegan dengan Sentuhan Alam

Bang & Olufsen tak main-main dalam memilih material untuk speaker terbarunya. Mereka menggandeng Antolini, yang dikenal dengan marmer dan batu alam berkualitas tinggi, untuk menciptakan pijakan speaker yang sekaligus menjadi elemen estetika dan fungsional. Menurut perusahaan, pijakan marmer ini tidak sekadar mempercantik penampilan, tetapi juga membantu mengoptimalkan ketinggian speaker untuk pengalaman mendengar yang lebih baik.

Anda bisa memilih berbagai varian batu alam untuk speaker ini, termasuk:

  • Kuarsa alami
  • Kayu yang telah membatu (petrified wood)
  • Kayu fosil (fossilized wood)

Setiap material menawarkan tingkat transparansi dan kedalaman warna yang berbeda, tetapi semuanya dilengkapi dengan cincin aluminium anodisasi sebagai penghubung antara pijakan dan bodi speaker.

Lebih dari Sekadar Speaker Biasa

Beosound Balance Natura bukan satu-satunya produk yang dipamerkan Bang & Olufsen di Milan Design Week. Perusahaan ini juga memperkenalkan:

  • Beovision Theatre, TV 55 inci yang dikustomisasi
  • Pasangan speaker Beolab 28 dengan Amazon quartite dari Antolini

Semua produk ini dibuat berdasarkan pesanan (made to order) dengan harga yang hanya bisa diketahui setelah permintaan penawaran. Ini menunjukkan segmen pasar yang dituju Bang & Olufsen – kalangan premium yang tak terlalu mempertimbangkan harga.

Sebagai gambaran, versi dasar Beosound Balance tanpa pijakan marmer saja sudah dibanderol seharga $3,300 atau sekitar Rp52 juta. Dengan tambahan marmer eksklusif dari Antolini, bisa dibayangkan berapa harga akhir produk ini.

Fungsi dan Gaya dalam Satu Paket

Kolaborasi antara Bang & Olufsen dan Antolini ini menunjukkan bagaimana perangkat audio modern tidak lagi sekadar tentang kualitas suara. Desain dan material premium menjadi nilai tambah yang semakin penting, terutama untuk segmen pasar high-end.

Speaker dengan pijakan marmer mungkin bukan untuk semua orang, tetapi bagi mereka yang menginginkan perpaduan sempurna antara teknologi audio mutakhir dan desain interior mewah, Beosound Balance Natura layak dipertimbangkan – jika budget Anda memungkinkan.

Amazon Siap Luncurkan Proyek Kuiper, Saingan Starlink!

0

Amazon akhirnya siap meluncurkan proyek ambisiusnya, Project Kuiper, sebagai pesaing utama layanan internet satelit Starlink milik Elon Musk. Setelah serangkaian uji coba sukses, perusahaan raksasa teknologi ini akan mengirim 27 satelit pertama ke orbit rendah bumi (LEO) pada 9 April mendatang. Peluncuran ini menandai babak baru dalam persaingan sengit di industri internet berbasis satelit.

Peluncuran Pertama: Langkah Awal yang Krusial

Satelit-satelit Project Kuiper akan diluncurkan menggunakan roket Atlas V milik United Launch Alliance (ULA) dari Cape Canaveral. Ini menjadi misi dengan muatan terberat yang pernah diangkut oleh Atlas V, dilengkapi lima pendorong roket padat tambahan dan fairing setinggi 77 kaki. Amazon berencana memulai layanan internet berkecepatan tinggi “pada akhir tahun ini,” dengan harga terminal di bawah $400.

Uji coba sebelumnya pada Oktober 2023 menunjukkan hasil menjanjikan—dua satelit prototipe berhasil mengirim dan menerima data dengan kecepatan hingga 100 gigabit per detik. Desember lalu, Amazon menambahkan jaringan laser berkecepatan tinggi yang diklaim mampu memindahkan data 30% lebih cepat dibanding kabel serat optik konvensional.

Spesifikasi Teknis yang Menjanjikan

Jaringan Project Kuiper akan terdiri dari 3.200 satelit yang diluncurkan bekerja sama dengan ULA, Arianespace, Blue Origin, dan bahkan SpaceX. Beberapa keunggulan yang ditawarkan:

  • Kecepatan internet hingga 1Gbps dengan dish besar
  • Dish kompak berukuran 7 inci dengan kecepatan 100Mbps
  • Satelit dilapisi film cermin dielektrik untuk mengurangi pantulan cahaya
  • Orbit pada ketinggian 392 mil dengan kecepatan 17.000 mph

Dibanding Starlink yang sudah mengoperasikan lebih dari 7.000 satelit, Project Kuiper memang masih berada di tahap awal. Namun, Amazon yakin dengan pendekatan bertahap mereka. “Ini baru permulaan perjalanan kami,” ujar Rajeev Badyal, Wakil Presiden Project Kuiper.

Tantangan dan Risiko di Depan Mata

Meski optimis, Amazon menyadari risiko misi pertama ini. “Ada hal-hal yang hanya bisa dipelajari saat penerbangan nyata,” tambah Badyal. Tantangan utama termasuk:

  1. Uji coba desain satelit final pertama kali
  2. Pelepasan banyak satelit sekaligus
  3. Integrasi dengan jaringan laser antar-satelit

Dengan rencana peluncuran intensif dalam beberapa tahun mendatang, Project Kuiper siap mengubah lanskap internet global. Pertanyaannya sekarang: bisakah Amazon mengejar ketertinggalan dari Starlink yang sudah lebih dulu menguasai pasar?

Samsung Quad-Foldable: Inovasi atau Terlalu Berlebihan?

0

Bayangkan sebuah smartphone yang bisa dilipat hingga empat kali. Konsep yang terdengar seperti fiksi ilmiah ini ternyata sedang dipertimbangkan oleh Samsung, raksasa teknologi asal Korea Selatan. Namun, pertanyaannya: apakah kita benar-benar membutuhkannya?

Samsung dan Obsesi dengan Layar Lipat

Samsung telah lama dikenal sebagai pionir dalam inovasi layar. Dari layar lipat biasa hingga konsep “stretchable display”, perusahaan ini terus mendorong batas teknologi. Kini, paten terbaru mereka mengungkap rencana untuk mengembangkan ponsel dengan layar quad-foldable—yang bisa dilipat di empat titik berbeda.

Namun, sebelum kita terbuai oleh konsep futuristik ini, mari kita tanyakan: apakah quad-foldable benar-benar solusi untuk masalah yang ada, atau sekadar eksperimen teknologi yang berlebihan?

Tri-Foldable Pertama: Huawei Mate XT

Sebelum quad-foldable menjadi kenyataan, Huawei telah meluncurkan Mate XT, ponsel tri-foldable pertama di dunia. Dengan harga sekitar $3.500, perangkat ini jelas bukan untuk semua orang. Jika tri-foldable saja sudah mahal, bagaimana dengan quad-foldable yang pasti lebih kompleks dan lebih mahal?

Prospek Quad-Foldable: Tantangan dan Realita

Ada beberapa alasan mengapa quad-foldable mungkin belum saatnya diluncurkan:

  • Ketebalan dan Portabilitas: Dengan empat lipatan, ponsel ini akan jauh lebih tebal dan kurang praktis dibawa.
  • Harga Tinggi: Biaya produksi yang mahal akan membuat harganya melambung, mungkin melebihi $4.000.
  • Pasar yang Masih Niche: Foldable saat ini masih ditujukan untuk segmen tertentu, seperti profesional yang membutuhkan perangkat multifungsi.

Masa Depan Inovasi Samsung

Samsung tampaknya lebih fokus pada pengembangan Galaxy Z Fold 7 dan Z Flip 7 untuk saat ini. Quad-foldable mungkin masih menjadi konsep yang disimpan untuk masa depan, terutama jika tri-foldable sukses di pasaran.

Namun, satu hal yang pasti: Samsung terus berinovasi untuk mempertahankan posisinya sebagai pemimpin pasar. Dengan kompetitor seperti Huawei dan Motorola yang semakin agresif, quad-foldable bisa menjadi senjata rahasia mereka—meski belum dalam waktu dekat.

Sony Xperia 1 VII: Masih Relevankah di Tengah Persaingan Ketat?

0

Dunia smartphone terus bergerak cepat, dan Sony kembali mencoba mempertahankan eksistensinya dengan Xperia 1 VII. Namun, di tengah persaingan yang semakin ketat, pertanyaan besar muncul: apakah kita benar-benar membutuhkannya?

Sejarah Singkat Xperia: Dari Inovasi Hingga Ketidakpastian

Xperia pernah menjadi nama yang disegani di industri smartphone. Mulai dari era Xperia Play yang legendaris hingga seri Z dengan layar 4K pertamanya, Sony selalu membawa sesuatu yang unik. Namun, setelah rebranding pada 2019 menjadi Xperia 1, 5, dan 10, jalan mereka terasa semakin berliku.

Dulu, Xperia dikenal dengan rasio layar 21:9 yang khas dan fitur kamera profesional. Tapi, apakah keunikan itu cukup untuk bertahan di pasar yang didominasi oleh Samsung, Apple, dan merek China yang agresif?

Masalah Utama Xperia: Harga, Jadwal Rilis, dan Pengalaman Pengguna

Xperia 1 VII dikabarkan akan dibanderol dengan harga $1.399—angka yang sangat tinggi untuk sebuah smartphone. Padahal, harga bukan satu-satunya masalah. Sony juga kerap terlambat dalam merilis produk setelah pengumuman, seperti Xperia 1 Mark III yang butuh empat bulan untuk sampai ke tangan konsumen.

Belum lagi masalah pengalaman pengguna. Meski dibekali hardware canggih, banyak pengguna mengeluhkan bug software, sensor fingerprint yang bermasalah, dan antarmuka yang kurang intuitif. Untuk harga segitu, hal-hal seperti ini seharusnya tidak terjadi.

Xperia 1 VII: Kembalinya Layar 4K dan Kamera Kontinu Zoom

Bocoran terbaru menunjukkan Xperia 1 VII akan membawa kembali layar 4K, setelah generasi sebelumnya “turun kelas” ke resolusi 1080p. Namun, apakah ini langkah tepat? Beberapa pengamat justru menyarankan QHD sebagai solusi yang lebih seimbang antara kualitas dan efisiensi baterai.

Di sisi kamera, Sony mempertahankan sistem zoom kontinu dengan focal length setara 70-200mm (3.5X-8.3X). Fitur ini terdengar menjanjikan di atas kertas, tapi dalam pengujian nyata, performanya sering kali kalah dari lensa telefoto tetap.

Dukungan Software: Masih Tertinggal Jauh

Sementara Samsung dan Google menawarkan update software hingga tujuh tahun, Sony hanya berkomitmen memberikan dua pembaruan OS dan tiga tahun patch keamanan. Di era dimana keamanan dan dukungan jangka panjang menjadi prioritas, kebijakan Sony ini jelas kurang kompetitif.

Apakah Xperia Masih Layak Dipertahankan?

Sebagai penggemar teknologi, kehadiran merek seperti Xperia selalu menyegarkan. Tapi realitanya, Sony tampaknya terjebak antara mempertahankan identitas uniknya atau mengikuti arus mainstream—dan gagal di kedua sisi.

Dengan penjualan yang terus merosot (turun 40% tahun lalu menurut IDC), mungkin sudah waktunya bagi Sony untuk fokus pada bidang lain dimana mereka lebih unggul, seperti kamera profesional, TV OLED, atau PlayStation.

Bagaimana pendapat Anda? Apakah Xperia masih layak dipertahankan, atau sudah saatnya Sony mengucapkan selamat tinggal pada dunia smartphone?