Beranda blog Halaman 194

Tim Cook “Sangat Cemas” Akibat Masalah Inventori iPhone 17

0

Bayangkan Anda adalah CEO perusahaan teknologi terbesar di dunia, dan produk andalan Anda terancam gagal diluncurkan tepat waktu karena masalah pasokan bahan baku. Itulah yang sedang dialami Tim Cook saat ini. Bocoran terbaru mengungkapkan bahwa Apple menghadapi krisis inventori untuk iPhone 17 akibat kelangkaan bahan penting dalam produksinya.

Low-CTE fiberglass cloth, material khusus untuk manajemen panas pada smartphone, menjadi penyebab utama kekhawatiran Apple. Bahan ini penting untuk menjaga komponen internal iPhone tetap stabil saat terjadi perubahan suhu. Tanpanya, produksi iPhone 17 tidak mungkin dilakukan. Yang lebih mengkhawatirkan, masalah ini tidak hanya dialami Apple tetapi juga memengaruhi seluruh industri.

Menurut sumber terpercaya, Tim Cook dikabarkan “sangat cemas” dengan situasi ini. Apple dikatakan terus mendesak rantai pasokannya setiap hari untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tekanan ini semakin besar mengingat iPhone 17 bukan sekadar penerus seri sebelumnya, melainkan produk yang akan membawa perubahan signifikan dalam desain dan lini produk Apple.

Desain Baru dan Model iPhone 17 Air

iPhone 17 Pro dikabarkan akan memiliki perubahan desain yang cukup radikal, terutama pada modul kamera belakang yang akan lebih besar, mirip dengan desain Google Pixel 9. Namun yang lebih menarik adalah rencana Apple untuk memperkenalkan model baru bernama iPhone 17 Air.

Model ini akan menggantikan iPhone Plus dengan desain yang jauh lebih ramping, menargetkan konsumen yang mengutamakan estetika. Sementara itu, model dasar iPhone 17 akan mempertahankan desain yang sama dengan iPhone 16. Perubahan ini menunjukkan strategi baru Apple dalam merangkul segmen pasar yang berbeda.

Persaingan dengan Samsung dan Tantangan Tarif

Sementara Apple berjuang dengan masalah pasokan, pesaing utamanya, Samsung, justru sedang gencar menyempurnakan chipset Exynos 2600 berbasis proses 2nm. Kemajuan signifikan dalam pengembangan chipset ini bisa membuat Galaxy S26 kembali menggunakan prosesor Exynos setelah beberapa generasi mengandalkan Snapdragon.

Masalah lain yang mengganggu Apple adalah kebijakan tarif. Meskipun sementara mendapat pengecualian, perusahaan hampir tidak mungkin memindahkan produksi dari China dengan cepat. Bahkan jika berhasil, negara alternatif pun akan dikenakan tarif, meski dengan tingkat yang lebih rendah. Ini memaksa Apple pada pilihan sulit: menanggung biaya tambahan atau menaikkan harga iPhone.

Mampukah iPhone 17 Meluncur Tepat Waktu?

Dengan berbagai tantangan ini, banyak yang meragukan iPhone 17 bisa meluncur sesuai jadwal pada September mendatang dengan harga yang terjangkau. Jika masalah pasokan tidak segera teratasi, Apple mungkin harus menunda peluncuran atau menerima kenaikan biaya produksi yang signifikan.

Bagaimana pendapat Anda? Apakah menurut Anda Apple akan berhasil mengatasi krisis ini, atau kita akan menyaksikan penundaan peluncuran iPhone untuk pertama kalinya dalam sejarah? Bagikan pemikiran Anda di kolom komentar!

Tesla di China: Dari Inovator Jadi Pemain Konservatif

0

Pernahkah Anda membayangkan Tesla, merek yang dulu dianggap sebagai pelopor mobil listrik, kini justru tertinggal di pasar terbesar dunia? Di China, Tesla tak lagi menjadi yang terdepan. Data terbaru dari China Passenger Car Association (CPCA) menunjukkan penurunan penjualan grosir Tesla sebesar 21,8% year-over-year pada kuartal pertama 2025. Sementara itu, penjualan ritel nyaris tidak bergerak dibandingkan tahun sebelumnya. Kontras sekali dengan BYD, kompetitor utama Tesla di China, yang justru mencatat pertumbuhan 18,8% dalam periode yang sama.

Lalu, apa yang sebenarnya terjadi? Pasar mobil listrik China bergerak sangat cepat, dengan inovasi yang terus mengalir dari produsen lokal. Sementara Tesla, dengan lini produk yang terbatas dan mulai terlihat “tua”, kesulitan mengejar ketertinggalan. Para sales Tesla di lapangan merasakan tekanan ini secara langsung. Banyak dari mereka yang kini bekerja tujuh hari seminggu, dengan shift harian mulai pukul 9 pagi hingga 10 malam—hampir 13 jam per hari. “Dulu, kami tak perlu bekerja keras untuk menjual. Pesanan datang dengan sendirinya. Sekarang, itu sudah tidak ada lagi,” ujar seorang mantan sales Tesla yang memilih mengundurkan diri.

Di Beijing, target penjualan yang diberlakukan sangat ketat: minimal satu unit terjual per hari, atau sekitar 30 unit per bulan. Namun, kenyataannya, banyak sales yang hanya mampu menjual 3-4 unit per minggu, meski sudah memantau aktivitas calon pelanggan dan mempromosikan produk dengan gigih. Lingkungan kerja yang penuh tekanan ini menyebabkan tingkat turnover yang belum pernah terjadi sebelumnya. Di salah satu gerai Tesla di Beijing, seluruh tim sales diganti setiap satu setengah bulan—bandingkan dengan tiga bulan sebelumnya.

Dari Inovator Menjadi Tertinggal

Analis industri menyoroti bahwa salah satu penyebab utama penurunan Tesla di China adalah lini produk yang stagnan. Sementara BYD dan produsen lokal lainnya terus meluncurkan model baru dengan teknologi mutakhir, Tesla hanya mengandalkan Model 3 dan Model Y yang sudah ada sejak beberapa tahun lalu. Refreshed Model Y yang diluncurkan awal tahun ini sempat memberikan sedikit dorongan penjualan, tapi tidak cukup untuk mengembalikan Tesla ke posisi terdepan.

Upaya Tesla untuk memacu permintaan juga terlihat dari kebijakan promosi terbaru, seperti pembiayaan tanpa bunga selama tiga tahun untuk Model Y yang telah direfresh. Namun, insiden kecelakaan fatal pada awal April lalu turut menambah kekhawatiran konsumen terkait keamanan kendaraan listrik. “Tombol buka manual dan keamanan baterai sekarang menjadi pertanyaan utama dari calon pembeli,” ungkap seorang sales Tesla.

Strategi Baru: Model Y dengan Harga Lebih Terjangkau?

Menanggapi tantangan ini, Tesla dikabarkan sedang mengembangkan varian baru yang lebih murah dari Model Y. Jika refreshed Model Y tidak menunjukkan performa yang diharapkan, varian ini bisa diluncurkan pada paruh kedua tahun 2025. Langkah ini dinilai penting mengingat pasar China menyumbang hampir 40% dari penjualan global Tesla di kuartal pertama—mencapai 134.600 unit.

Dengan penurunan penjualan di pasar lain seperti Jerman (minus 62,2%), mempertahankan posisi di China menjadi krusial bagi Tesla. Namun, pertanyaannya: apakah strategi baru ini cukup untuk bersaing dengan gempuran inovasi dari BYD dan produsen lokal lainnya?

Yang jelas, persaingan di pasar mobil listrik China semakin sengit. Jika Tesla tidak segera beradaptasi, statusnya sebagai pemain utama bisa benar-benar tergeser. Dan bagi para sales di lapangan, tekanan untuk mencapai target mungkin akan semakin berat sebelum situasi membaik.

Teknologi Inovatif yang Membawa Pengalaman Menonton Olahraga bagi Tunanetra

0

Bayangkan duduk di tribun stadion, merasakan gemuruh sorak-sorai penonton, tetapi tidak bisa melihat aksi di lapangan. Selama ini, penyandang tunanetra hanya mengandalkan deskripsi audio atau bantuan teman untuk memahami jalannya pertandingan. Namun, tiga startup teknologi—OneCourt, Field of Vision, dan Touch2See—telah menciptakan solusi revolusioner yang mengubah cara tunanetra menikmati olahraga secara real-time.

Inspirasi mereka berawal dari video viral yang menunjukkan seorang tunanetra meraba model mini lapangan dengan bantuan pendamping. Alih-alih sekadar menjadi konten yang cepat terlupakan, video itu memicu ide besar: bagaimana jika teknologi bisa menggantikan peran pendamping tersebut? Kini, ketiga perusahaan ini mengembangkan perangkat yang disebut “penyiaran taktil”—mengubah gerakan bola dan pemain di lapangan menjadi sensasi yang bisa dirasakan melalui jari.

Bagaimana Teknologi Ini Bekerja?

OneCourt, Field of Vision, dan Touch2See memiliki pendekatan berbeda, tetapi tujuan mereka sama: memberikan pengalaman menonton yang lebih inklusif. OneCourt menggunakan sistem berbasis “piksel taktil” yang bekerja seperti braille bergerak, sementara Field of Vision mengandalkan kamera khusus untuk memproses data secara lokal. Touch2See memanfaatkan getaran untuk memberi umpan balik saat terjadi gol, umpan, atau pergantian pemain.

Jerred Mace, CEO OneCourt, menjelaskan, “Teknologi kami mengadopsi prinsip animasi, tetapi alih-alih dilihat, gerakan itu dirasakan.” Sementara itu, John Brimacombe dari Touch2See menekankan pentingnya skalabilitas: “Kami ingin solusi ini terjangkau dan bisa dinikmati lebih banyak orang.”

Revolusi Data Olahraga

Perkembangan ini tak lepas dari revolusi data di dunia olahraga. Klub-klub profesional kini mengandalkan perusahaan seperti Opta Stats dan Catapult Sports untuk mengumpulkan data performa pemain. Data inilah yang menjadi bahan bakar bagi perangkat OneCourt dan Touch2See.

Field of Vision bahkan melangkah lebih jauh dengan mengembangkan kamera berlatensi rendah untuk memastikan tidak ada jeda antara aksi di lapangan dan gerakan di perangkat. “Mengetahui apa yang terjadi saat itu juga dan bisa merayakannya bersama orang lain—itulah keajaiban teknologi ini,” kata Mace.

Umpan Balik Getar dan Audio

Selain melacak posisi bola, perangkat ini juga memberikan umpan balik tambahan. Field of Vision membagi getaran menjadi dua frekuensi—dalam untuk tim tuan rumah dan tinggi untuk tamu. Omar Salem, salah satu pendirinya, menyebutnya sebagai “bahasa getaran” yang bisa dipelajari dalam 10-15 menit.

OneCourt memilih pendekatan berbeda dengan “audio bites”—deskripsi suara yang dihasilkan dari data pelacakan. Touch2See juga sedang mengembangkan fitur serupa dengan suara berbeda untuk masing-masing tim.

Uji Coba di Stadion dan Respons Emosional

Perangkat ini sudah diuji coba di berbagai ajang olahraga. Touch2See digunakan di Olimpiade dan liga Prancis, OneCourt tersedia di pertandingan NBA, sementara Field of Vision dipasang permanen di Aviva Stadium Dublin.

Martin Gordon, penggemar rugby tunanetra, mengaku terkesan saat mencoba Field of Vision. “Saya bisa merasakan permainan, bukan hanya membayangkannya,” katanya. Bahkan, video pengguna tunanetra yang terharu menggunakan perangkat ini sempat viral di media sosial.

Dengan rencana pengembangan versi rumahan, teknologi ini siap membawa pengalaman menonton olahraga yang lebih adil bagi semua—tanpa batas penglihatan.

Misteri Singularitas: Kekacauan di Dalam Lubang Hitam

0

Pernahkah Anda membayangkan apa yang terjadi di pusat lubang hitam? Di balik tarikan gravitasinya yang tak tertahankan, terdapat titik dengan kepadatan tak terhingga yang disebut singularitas. Di sinilah hukum fisika yang kita kenal runtuh, dan ruang-waktu berperilaku dengan cara yang paling tak terduga. Fisikawan percaya bahwa memahami singularitas bisa membuka tabir baru tentang hakikat alam semesta.

Pada akhir 1960-an, sekelompok ilmuwan mulai menggali ide tentang kekacauan di sekitar singularitas. Charles Misner dari University of Maryland menggambarkannya sebagai “Mixmaster universe,” merujuk pada alat pengaduk dapur yang populer saat itu. Kip Thorne, fisikawan peraih Nobel, bahkan membayangkan bagaimana tubuh seorang astronot yang terjatuh ke dalam lubang hitam akan tercampur seperti kuning dan putih telur dalam mixer.

Teori relativitas umum Einstein, yang menjadi dasar pemahaman kita tentang gravitasi lubang hitam, menggunakan persamaan tensor untuk menjelaskan kelengkungan ruang-waktu. Namun, persamaan ini sangat kompleks. Tanpa penyederhanaan, mustahil bagi ilmuwan untuk memecahkannya. Inilah yang membuat Misner dan rekan-rekannya menggunakan asumsi tertentu untuk mempelajari dinamika “Mixmaster” ini.

Kelahiran Kekacauan Mixmaster

Era 1960-an disebut sebagai “zaman keemasan” penelitian lubang hitam. Istilah “lubang hitam” sendiri baru populer saat itu. Pada 1969, Kip Thorne menerima naskah dari Evgeny Lifshitz, fisikawan Ukraina terkemuka, yang berisi solusi baru untuk persamaan Einstein di sekitar singularitas. Solusi ini, dikenal sebagai solusi BKL (Belinski-Khalatnikov-Lifshitz), menggambarkan bagaimana ruang-waktu berperilaku kacau di dalam lubang hitam yang terbentuk dari objek tak simetris.

Thorne membawa naskah itu ke AS dan membagikannya ke Misner. Ternyata, Misner dan tim BKL secara independen menemukan ide serupa dengan pendekatan berbeda. Temuan mereka membuktikan bahwa singularitas tidaklah mulus seperti yang diperkirakan sebelumnya, melainkan penuh dengan gejolak ruang-waktu yang tak terduga.

Pemahaman Baru dengan Matematika Modern

Selama beberapa tahun terakhir, fisikawan kembali mengeksplorasi kekacauan singularitas dengan alat matematika baru. Tujuan mereka ganda: memvalidasi asumsi Misner dan BKL, serta mendekati singularitas untuk menemukan teori gravitasi kuantum yang selama ini menjadi impian para ilmuwan.

Pada 1997, Juan Maldacena menemukan korespondensi AdS/CFT, yang memetakan ruang-waktu berdimensi tinggi ke ruang berdimensi lebih rendah. Analoginya seperti hologram—solusi di satu sisi dapat diterjemahkan ke sisi lain. Alat ini memungkinkan fisikawan seperti Sean Hartnoll dari University of Cambridge mempelajari interior lubang hitam dengan lebih mudah.

Pada 2019, Hartnoll dan timnya menemukan pola kekacauan serupa dengan yang dijelaskan BKL dalam model AdS/CFT. Temuan ini mengejutkan karena muncul dalam situasi yang tidak diduga. Penelitian terbaru bahkan menunjukkan bahwa pola ini terkait dengan fungsi matematika abstrak bernama “modular forms,” yang mungkin menjadi kunci memahami gravitasi kuantum.

Mengapa Ini Penting?

Meskipun kita tidak bisa mengamati langsung apa yang terjadi di dalam lubang hitam, memahami kekacauan singularitas bisa membuka pintu menuju fisika baru. Jika para ilmuwan berhasil merumuskan teori gravitasi kuantum, kita mungkin akhirnya bisa menjawab pertanyaan mendasar tentang asal-usul ruang dan waktu.

Seperti kata Hartnoll, “Waktunya telah matang untuk ide-ide ini dikembangkan sepenuhnya.” Siapa tahu, di balik kekacauan singularitas, tersembunyi rahasia terbesar alam semesta.

iOS 18.4.1 Bikin iPhone Mati Total? Ini Fakta yang Harus Anda Tahu

0

Pernahkah Anda membayangkan bahwa pembaruan software yang seharusnya meningkatkan kinerja justru berubah menjadi mimpi buruk? Itulah yang dialami oleh sejumlah pengguna iPhone setelah menginstal iOS 18.4.1. Laporan terbaru mengindikasikan bahwa update terbaru Apple ini tidak hanya gagal memperbaiki bug, tetapi malah berpotensi “membunuh” perangkat secara permanen.

Kasus pertama dilaporkan oleh seorang pengguna yang iPhone-nya benar-benar berhenti berfungsi setelah pembaruan. Yang lebih mengejutkan, ponsel tersebut tidak dapat mendeteksi nomor IMEI—sebuah identifikasi unik yang vital untuk operasi jaringan. Akibatnya, perangkat mengunci diri seolah-olah dicuri, dan upaya pemulihan melalui Mac maupun bantuan profesional di Apple Store pun tidak membuahkan hasil. Satu-satunya solusi? Mengganti motherboard dengan biaya yang tidak murah.

Fenomena ini bukanlah isapan jempol belaka. Beberapa pengguna lain juga mengkonfirmasi pengalaman serupa di forum komunitas. Yang menjadi pertanyaan besar: bagaimana mungkin sebuah pembaruan software bisa menyebabkan kerusakan hardware sedrastis ini? Mari kita telusuri lebih dalam.

Kisah Pilu iPhone yang “Bricked” Setelah Update

Istilah “bricked” dalam dunia teknologi merujuk pada perangkat yang menjadi tidak lebih berguna dari batu bata—tidak bisa menyala maupun diperbaiki. Dalam kasus iOS 18.4.1, beberapa pengguna menemukan iPhone mereka dalam kondisi ini tepat setelah proses update selesai. Yang membuat situasi semakin rumit adalah kegagalan sistem dalam mengenali IMEI, komponen krusial yang menghubungkan ponsel ke jaringan operator.

Upaya pemulihan standar seperti DFU (Device Firmware Update) mode pun tampaknya tidak mempan. Bahkan teknisi Apple di service center konon mengaku tidak berdaya. Ini memicu spekulasi bahwa masalahnya mungkin terletak pada baseband processor—chip khusus yang menangani fungsi jaringan seluler.

Perspektif Apple vs. Realita Pengguna

Menanggapi laporan ini, perwakilan Apple menyatakan bahwa meskipun jarang, pembaruan software memang memiliki potensi menyebabkan kerusakan hardware. Mereka mengingatkan insiden serupa yang pernah terjadi pada iPadOS 18 yang merusak model iPad M4. Namun, pihak Apple juga tidak menampik kemungkinan bahwa masalah sebenarnya adalah defect pada modem perangkat yang kebetulan muncul setelah update.

Beberapa ahli teknologi berpendapat lain. Mereka meyakini bahwa software update tidak mungkin merusak hardware kecuali ada ketidakcocokan mendasar dalam arsitektur sistem. Analisis komunitas mengarah pada dua skenario: (1) bug kritis dalam pembaruan yang merusak partisi sistem, atau (2) masalah kompatibilitas dengan chip modem tertentu.

Belajar dari Sejarah: Update yang Menghancurkan

Ini bukan pertama kalinya pembaruan sistem operasi berakhir dengan bencana. Tahun lalu, update One UI 6 diketahui menyebabkan masalah serupa pada Galaxy S22 dengan chip Exynos. Polanya mirip: kombinasi spesifik antara hardware dan software tertentu menciptakan titik kritis yang berujung pada kerusakan.

Yang membedakan adalah respons perusahaan. Samsung kala itu cukup cepat mengakui masalah dan merilis patch perbaikan. Pertanyaan besarnya: akankah Apple melakukan hal yang sama? Mengingat kasus iPadOS 18 butuh waktu cukup lama sebelum diakui, pengguna mungkin perlu bersabar—atau mengambil langkah preventif.

Langkah Bijak Menghadapi iOS 18.4.1

Bagi Anda yang belum menginstal pembaruan ini, pertimbangkan untuk sementara menonaktifkan update otomatis. Jika memang sangat membutuhkan patch keamanan yang dibawa iOS 18.4.1, pastikan untuk:

  • Membackup data lengkap ke iCloud atau komputer
  • Memastikan perangkat memiliki ruang penyimpanan cukup
  • Melakukan update saat baterai penuh dan terkoneksi ke sumber daya

Bagi yang sudah terlanjur mengupdate dan mengalami masalah, segera hubungi Apple Support. Dokumentasikan setiap gejala dan pesan error yang muncul—informasi ini sangat berharga bagi tim engineering Apple untuk memperbaiki bug.

Kisah iOS 18.4.1 mengingatkan kita bahwa di era teknologi yang semakin kompleks, tidak ada yang namanya update yang benar-benar aman. Sebagai pengguna, kewaspadaan dan kesabaran seringkali menjadi pertahanan terbaik menghadapi ketidakpastian dunia digital.

Samsung Galaxy A Series Bakal Dapat Android 16 & One UI 8, Ini Daftarnya!

0

Pernahkah Anda merasa ponsel mid-range Anda mulai tertinggal? Kabar baik datang dari Samsung. Bocoran terbaru mengindikasikan deretan Galaxy A series akan mendapatkan pembaruan besar ke Android 16 dengan lapisan One UI 8. Padahal, update tersebut masih beberapa bulan lagi dirilis.

Samsung dikenal konsisten memberikan update untuk jajaran mid-range-nya. Setelah bocoran daftar Galaxy S series pekan lalu, kini giliran lini A series yang diprediksi akan menerima sentuhan terbaru dari Google dan Samsung. Yang mengejutkan, daftarnya cukup panjang—mulai dari flagship killer seperti A73 hingga entry-level seperti A06.

Lantas, apa saja yang perlu Anda ketahui tentang pembaruan ini? Mari kita kupas lebih dalam.

Daftar Lengkap Galaxy A Series yang Dapat Android 16

Berdasarkan bocoran dari Tarun Vats, berikut model Galaxy A series yang diprediksi akan mendapatkan One UI 8 berbasis Android 16:

  • Galaxy A73
  • Galaxy A56
  • Galaxy A55
  • Galaxy A54
  • Galaxy A53
  • Galaxy A36
  • Galaxy A35
  • Galaxy A34
  • Galaxy A33
  • Galaxy A25
  • Galaxy A24
  • Galaxy A23
  • Galaxy A15 (LTE dan 5G)
  • Galaxy A14 (LTE dan 5G)
  • Galaxy A16 (LTE dan 5G)
  • Galaxy A06

Analisis: Strategi Update Samsung untuk Mid-Range

Daftar ini menunjukkan komitmen Samsung terhadap pengguna mid-range. Beberapa poin menarik:

  • Konsistensi Update: Model seperti A54 dan A34 yang baru setahun masih masuk daftar, sesuai janji update 4 tahun Samsung.
  • Entry-Level Tak Terlupakan: Kehadiran A06 mengejutkan karena biasanya ponsel entry-level jarang dapat update besar.
  • Model yang Terlewat: Beberapa seri populer seperti A52 dan A32 tidak masuk daftar, menandakan akhir siklus update mereka.

Apa yang Bisa Diharapkan dari One UI 8?

Meski detail resmi belum dirilis, berdasarkan track record Samsung, One UI 8 kemungkinan akan membawa:

  • Penyempurnaan antarmuka dengan animasi lebih halus
  • Fitur AI baru dari Android 16
  • Peningkatan performa dan efisiensi baterai
  • Pembaruan keamanan yang lebih ketat

Bagi pengguna Galaxy A54 atau A34, update ini bisa memperpanjang masa pakai perangkat hingga 1-2 tahun ke depan. Sementara untuk pengguna entry-level seperti A06, ini adalah bonus tak terduga yang jarang didapatkan di segmen harga tersebut.

Samsung memang belum mengkonfirmasi daftar ini secara resmi. Namun jika melihat pola update sebelumnya, bocoran ini cukup kredibel. Kami akan terus memantau perkembangan terbaru seputar Android 16 dan One UI 8.

vivo Watch GT: Smartwatch Andal untuk Gaya Hidup Sehat Pasca Lebaran

0

Telset.id – Setelah libur panjang Lebaran, banyak dari kita kesulitan kembali ke rutinitas sehat. Makanan tinggi santan, pola tidur berantakan, dan aktivitas fisik yang minim sering menjadi penghalang. Namun, dengan vivo Watch GT, transisi menuju gaya hidup aktif dan produktif menjadi lebih mudah. Smartwatch ini tidak hanya mendukung kebugaran, tetapi juga menjadi asisten digital yang cerdas.

Yup, pasca Lebaran, tubuh butuh adaptasi untuk kembali bugar. vivo Watch GT hadir dengan lebih dari 100 mode olahraga, mulai dari yoga hingga latihan intens seperti HIIT. Fitur Professional Racket Sports Mode khususnya menarik bagi penggemar bulu tangkis, tenis, atau squash. Dengan sensor gerakan canggih, smartwatch ini mampu menganalisis kecepatan ayunan, frekuensi pukulan, dan pola pergerakan.

Tak hanya itu, Workout Trainer memberikan panduan latihan real-time yang dipersonalisasi. Sistem ini secara otomatis menyesuaikan tingkat kesulitan berdasarkan performa pengguna, ideal bagi yang baru memulai olahraga setelah liburan panjang. Bagi wanita, fitur Menstrual Cycle Tracking membantu memantau siklus bulanan dan menyesuaikan aktivitas fisik sesuai kondisi tubuh.

Pemantauan Kesehatan 24/7 dan Tidur Berkualitas

Selain olahraga, vivo Watch GT juga fokus pada pemantauan kesehatan harian. Fitur Heart Rate Monitoring bekerja non-stop, memberikan peringatan jika detak jantung tidak normal. SpO₂ Monitor mengukur kadar oksigen darah, sementara Stress Level Monitor membantu mengenali tingkat stres dan menawarkan latihan pernapasan.

Pola tidur yang terganggu pasca Lebaran? vivo Watch GT dilengkapi Sleep Tracking yang menganalisis fase tidur ringan, dalam, dan REM. Dengan data akurat ini, pengguna bisa menyesuaikan waktu istirahat agar tetap produktif keesokan harinya.

Baterai 21 Hari dan Fitur NFC untuk Gaya Hidup Modern

Berdasarkan survei Market.us Scoop, daya tahan baterai menjadi pertimbangan utama 60% pengguna smartwatch. vivo Watch GT menjawab kebutuhan ini dengan baterai tahan hingga 21 hari. Pengguna aktif tak perlu khawatir kehabisan daya di tengah rutinitas padat.

Dilengkapi BlueOS, sistem operasi ringan dan responsif, vivo Watch GT memastikan akses fitur lebih cepat. Fitur NFC Access Card memudahkan pembayaran digital dan akses pintu tanpa kontak, cocok untuk gaya hidup urban yang serba praktis.

Smartwatch ini telah resmi dijual di Indonesia dengan harga Rp1.499.000. Dengan kombinasi fitur kebugaran, pemantauan kesehatan, dan efisiensi digital, vivo Watch GT bukan sekadar aksesori, melainkan pendamping cerdas untuk hidup lebih sehat dan produktif.

Lenovo Siapkan Tablet Gaming Legion Tab Gen 4 dengan Snapdragon 8 Elite

0

Telset.id – Jika Anda mencari tablet Android yang pas untuk gaming, bocoran terbaru mengindikasikan Lenovo sedang mempersiapkan penerus Legion Tab Gen 3 dengan peningkatan signifikan. Kabarnya, tablet gaming ini akan hadir dengan chipset Snapdragon 8 Elite dan layar 3K yang lebih tajam.

Legion Tab Gen 3 sebelumnya telah menarik perhatian dengan ukuran 8,8 inci yang kompak dan performa tangguh berkat Snapdragon 8 Gen 3. Namun, Lenovo tampaknya tidak ingin berpuas diri. Bocoran dari Digital Chat Station di Weibo mengungkap bahwa generasi berikutnya mungkin akan meluncur secepat bulan Mei.

Layar Lebih Tajam, Performa Lebih Gahar

Menurut sumber terpercaya, Legion Tab Gen 4 akan mempertahankan ukuran layar 8,8 inci tetapi meningkatkan resolusi ke 3K dengan refresh rate 165Hz. Meski masih menggunakan panel LCD, peningkatan resolusi ini diharapkan bisa memberikan pengalaman visual yang lebih memukau. Namun, beberapa penggemar mungkin berharap Lenovo beralih ke AMOLED untuk kontras yang lebih dalam.

Di bawah kap mesin, tablet ini diprediksi akan ditenagai Snapdragon 8 Elite, chipset flagship terbaru Qualcomm yang menjanjikan performa gaming tanpa kompromi. Kabar baiknya, baterainya juga dikabarkan akan lebih besar, berkisar antara 7.000 hingga 8.000mAh, meski desainnya disebut lebih ramping dari pendahulunya.

Upgrade Fitur Pendukung Gaming

Tak hanya soal performa, Legion Tab Gen 4 juga dikabarkan akan menyertakan dual X-axis haptic motors dan dual speaker untuk pengalaman bermain yang lebih imersif. Fitur-fitur ini bisa menjadi nilai tambah bagi gamer yang menginginkan feedback taktil dan audio yang lebih responsif.

Sayangnya, belum ada kepastian kapan tablet ini akan tersedia di pasar global, termasuk AS. Legion Tab Gen 3 sebelumnya membutuhkan waktu cukup lama untuk meluncur di luar China. Jika pola yang sama berulang, penggemar mungkin harus bersabar sedikit lebih lama.

Dengan semua peningkatan ini, apakah Legion Tab Gen 4 akan menjadi tablet gaming Android terbaik di kelasnya? Kita tunggu saja kabar resmi dari Lenovo dalam waktu dekat.

Nintendo Switch 2 vs Android Gaming Handheld: Mana yang Lebih Worth It?

0

Telset.id – Dengan harga $450 untuk konsol dan $90 per game, Nintendo Switch 2 memang menjanjikan pengalaman gaming premium. Tapi, apakah itu satu-satunya pilihan? Android gaming handheld justru menawarkan alternatif yang tak kalah menarik—bahkan lebih fleksibel.

Jika Anda sedang mempertimbangkan untuk membeli Switch 2, mungkin sudah saatnya melihat opsi lain. Dari AYANEO hingga Retroid, perangkat Android ini tidak hanya lebih terjangkau, tetapi juga membuka pintu ke dunia emulasi dan game streaming yang lebih luas.

AYANEO Pocket EVO: Premium dengan Performa Tinggi

AYANEO Pocket EVO adalah jawaban bagi gamer yang ingin sesuatu lebih dari sekadar Switch 2. Dengan layar OLED 7 inci dan joystick Hall-effect, perangkat ini jauh lebih nyaman digunakan dibandingkan Switch 2 yang masih mengandalkan LCD dan joystick biasa.

Ditenagai Snapdragon G3 Gen 2, Pocket EVO mampu menjalankan game Android berat hingga emulasi Nintendo Switch. Sayangnya, harganya sedikit lebih mahal—mulai dari $469 untuk varian dasar. Namun, jika Anda ingin pengalaman gaming tanpa kompromi, ini pilihan yang sulit ditolak.

AYN Odin 2: Performa Konsisten dengan Harga Lebih Terjangkau

Bagi yang mencari keseimbangan antara harga dan performa, AYN Odin 2 layak dipertimbangkan. Dengan Snapdragon 8 Gen 2, perangkat ini unggul dalam emulasi PS2 hingga Switch. Bahkan, dukungan Linux memungkinkan emulasi Xbox dan PS3—sesuatu yang tidak bisa dilakukan Switch 2.

Harga mulai dari $329 untuk varian dasar, menjadikannya lebih murah daripada Switch 2. Plus, dengan tiga pilihan ukuran layar, Anda bisa memilih sesuai kebutuhan.

Retroid Pocket 5 & Flip 2: Nilai Terbaik untuk Budget Terbatas

Jika anggaran Anda terbatas, Retroid menawarkan solusi cerdas. Dengan Snapdragon 865 yang masih tangguh, Pocket 5 dan Flip 2 bisa menjalankan game retro hingga PS2 dengan lancar. Harganya? Hanya $219 untuk Pocket 5 dan $229 untuk Flip 2.

Keduanya juga mendukung Linux, menambah fleksibilitas penggunaan. Dan yang terbaik? Desainnya lebih ergonomis dibanding Switch 2, terutama Flip 2 yang mengadopsi bentuk clamshell mirip Nintendo DS.

ANBERNIC: Pilihan Budget Tanpa Kompromi

ANBERNIC RG-556 dan RG-406H adalah bukti bahwa Anda tidak perlu merogoh kocek dalam-dalam untuk mendapatkan handheld gaming yang layak. Dengan harga mulai $160, perangkat ini ideal untuk emulasi retro. Meski tidak sekuat Switch 2, mereka tetap bisa memainkan game PS2 dengan baik.

Bagi penggemar desain unik, RG Cube dengan layar 1:1 adalah pilihan menarik. Harganya terjangkau, dan performanya cukup untuk memuaskan hasrat gaming retro.

Smartphone + Controller: Solusi Paling Fleksibel

Jangan lupa, ponsel Anda sendiri bisa menjadi handheld gaming yang handal. Dengan Snapdragon 8 Elite, bahkan emulasi Switch 1 bisa dilakukan. Tambahkan controller telescopic seperti Backbone One atau Razer Kishi V2, dan Anda memiliki pengalaman mirip Switch dengan biaya lebih rendah.

Jadi, sebelum memutuskan membeli Switch 2, pertimbangkan dulu alternatif Android ini. Siapa tahu, salah satunya justru lebih cocok dengan kebutuhan dan budget Anda.

9 Pintasan Tersembunyi Android yang Bisa Diakses dengan Memilih Teks

0

Telset.id – Tahukah Anda bahwa memilih teks di Android bisa membuka pintasan tersembunyi yang mempercepat produktivitas? Fitur ini sering diabaikan, padahal bisa menghemat waktu Anda setiap hari. Dari mengonversi ukuran hingga langsung membuka peta, inilah rahasia kecil yang membuat pengalaman Android lebih efisien.

Android dikenal dengan fleksibilitasnya, dan salah satu fitur yang kurang dimanfaatkan adalah pintasan berbasis teks. Ketika Anda menyorot teks tertentu, sistem secara cerdas menawarkan opsi kontekstual berdasarkan jenis konten. Misalnya, alamat email langsung membuka aplikasi surel, atau nomor telepon memunculkan opsi panggilan. Namun, tidak semua pengguna menyadari betapa luasnya fungsionalitas ini.

Pintasan yang Paling Berguna

Berikut adalah beberapa pintasan berbasis teks yang bisa Anda manfaatkan:

  • Alamat Fisik: Sorot nama tempat atau alamat lengkap, lalu ketuk opsi “Peta” untuk langsung membukanya di Google Maps atau aplikasi navigasi lain.
  • Tanggal Kalender: Sorot tanggal seperti “2025/04/07” untuk menambahkan acara ke kalender dengan satu ketuk.
  • Nomor Telepon: Sorot nomor untuk memunculkan opsi panggilan—meskipun tidak selalu bekerja di semua aplikasi.
  • Alamat Email: Sorot teks dengan format email untuk langsung membuka aplikasi surel dengan penerima yang sudah terisi.
  • Konversi Ukuran: Sorot suhu, jarak, atau berat untuk mengonversinya ke satuan lain secara instan.

Ketidakkonsistenan yang Mengganggu

Sayangnya, tidak semua pintasan bekerja sempurna. Misalnya, “Bandara JFK” mungkin tidak terdeteksi sebagai lokasi, sementara “New York” bisa. Demikian pula, opsi “Terjemahkan” hanya muncul jika bahasa tujuan sudah diunduh sebelumnya. Ketidakkonsistenan ini membuat fitur ini kurang bisa diandalkan sepenuhnya.

Google sebenarnya bisa memperbaiki sistem ini dengan memungkinkan pengguna mengatur prioritas pintasan atau menambahkan lebih banyak dukungan bahasa secara otomatis. Namun, meski belum sempurna, fitur ini tetap layak dicoba untuk mempercepat pekerjaan sehari-hari.

Jadi, apakah Anda sudah memanfaatkan pintasan teks di Android? Jika belum, cobalah sorot teks berikutnya yang Anda temui—siapa tahu ada opsi tersembunyi yang bisa menghemat waktu Anda!

Android 16 Bebaskan Penyimpanan untuk Linux Terminal di Pixel

0

Telset.id – Bayangkan menjalankan aplikasi desktop Linux langsung dari smartphone Anda. Kini, dengan Android 16 Beta 4, Google menghilangkan batasan penyimpanan untuk Linux Terminal di Pixel, membuka pintu bagi pengguna yang ingin menjelajahi dunia komputasi yang lebih luas.

Fitur Linux Terminal, yang diperkenalkan dalam pembaruan Maret 2025, memungkinkan pengguna Pixel menjalankan mesin virtual Debian lengkap di perangkat mereka. Namun, sebelumnya, fitur ini dibatasi hanya 16GB penyimpanan—sebuah hambatan serius bagi mereka yang ingin menginstal aplikasi atau menyimpan file besar. Kini, Google telah mendengarkan keluhan pengguna.

Revolusi Penyimpanan di Linux Terminal

Dalam Android 16 Beta 4, slider pengatur ukuran disk di Linux Terminal tidak lagi dibatasi. Pengguna kini dapat mengalokasikan hampir seluruh ruang penyimpanan yang tersedia di perangkat mereka untuk mesin virtual Linux, dengan sistem secara otomatis menyisakan 1GB untuk memastikan operasi normal perangkat.

Dalam pengujian yang dilakukan oleh Mishaal Rahman dari Android Authority, disk Linux Terminal berhasil diubah menjadi 42,3GB di Pixel 9 Pro. Proses ini hanya memakan waktu beberapa detik, dan setelah me-restart mesin virtual, ruang tambahan langsung dapat digunakan. Menurut pengaturan penyimpanan Android, total penggunaan ruang oleh Linux Terminal (termasuk aplikasi dasar dan disk VM) mencapai sekitar 45,52GB.

Masa Depan: Penyimpanan Dinamis Tanpa Batas

Google tidak berhenti di sini. Perusahaan berencana menghapus slider pengatur ukuran disk sepenuhnya di masa depan, menggantinya dengan teknologi storage ballooning. Fitur canggih ini akan memungkinkan sistem secara dinamis menyesuaikan ruang penyimpanan yang tersedia untuk VM Debian—mengembang saat ada ruang kosong dan mengempis ketika sistem host membutuhkan ruang.

Pendekatan ini menawarkan dua keuntungan utama: pengguna tidak perlu menentukan ukuran penyimpanan di awal, dan sistem host terlindungi dari kehabisan ruang penyimpanan karena VM akan secara otomatis mengurangi penggunaan saat diperlukan.

Lebih dari Sekadar Terminal

Meskipun Linux Terminal saat ini masih memiliki keterbatasan—seperti tidak adanya dukungan untuk antarmuka grafis atau audio—Google jelas serius dalam pengembangannya. Fitur ini bukan sekadar eksperimen, melainkan bagian dari strategi jangka panjang Google untuk menyatukan Chrome OS dan Android.

Yang menarik, Google menegaskan bahwa tujuan utama Linux Terminal adalah memungkinkan aplikasi Linux berjalan berdampingan dengan aplikasi Android, bukan menggantikan mode desktop bawaan Android. Namun, dengan perkembangan saat ini, tidak sulit membayangkan masa depan di mana Pixel bisa menjadi pengganti laptop untuk banyak pengguna.

Dengan penghapusan batasan penyimpanan ini, Google memberikan kebebasan lebih kepada pengguna untuk mengeksplorasi potensi penuh perangkat Pixel mereka. Pertanyaan sekarang adalah: seberapa jauh pengguna akan membawa kemampuan baru ini? Mungkin kita akan segera melihat pengembang membuat aplikasi hybrid Android-Linux, atau profesional kreatif menggunakan Pixel mereka untuk tugas-tugas yang sebelumnya memerlukan komputer desktop.

Bagaimana pendapat Anda tentang fitur Linux Terminal yang semakin powerful ini? Apakah Anda akan memanfaatkannya untuk pekerjaan atau eksperimen pribadi? Ceritakan pengalaman Anda di kolom komentar!

Robot Humanoid Gagap di Marathon Pertama Dunia, Hasilnya Kocak

Telset.id – Bayangkan lari marathon 21 kilometer, tetapi pesertanya adalah robot humanoid. Itulah yang terjadi di Beijing baru-baru ini, ketika kota tersebut menggelar apa yang disebut sebagai marathon setengah jarak pertama di dunia untuk robot. Hasilnya? Lebih mirip komedi slapstick daripada perlombaan serius.

Dari 21 robot yang mendaftar, hanya empat yang berhasil menyelesaikan balapan dalam batas waktu empat jam. Sisanya? Ada yang terjatuh di garis start, kepala terlepas dan menggelinding, bahkan ada yang hancur berkeping-keping di tengah jalan. “Ini seperti menonton bayi belajar berjalan, tapi dengan budget riset miliaran,” komentar salah satu penonton, seperti dilaporkan Bloomberg.

Pemenangnya Butuh Tiga Baterai dan Waktu Dua Kali Lipat Manusia

Robot bernama Tiangong Ultra, buatan X Humanoid, keluar sebagai juara dengan catatan waktu 2 jam 40 menit—lebih dari dua kali lipat waktu pelari manusia tercepat. Uniknya, robot setinggi 178 cm ini harus mengganti baterai tiga kali selama balapan. Aturan memang memperbolehkan tim melakukan pergantian baterai atau bahkan robot cadangan, meski dengan penalti waktu.

Selain Tiangong Ultra, peserta lain termasuk N2 dari Noetix Robotics, robot bergaya Gundam, robot “berpenampilan perempuan” bernama Huan Huan, dan Little Giant—robot setinggi 76 cm buatan mahasiswa lokal. Lucunya, sebagian besar robot ini memakai sepatu lari manusia, seolah ingin terlihat lebih atletis.

Mengapa Marathon Robot Ini Penting?

Meski terlihat seperti lelucon, acara ini sebenarnya uji coba serius untuk ketahanan dan mobilitas robot humanoid. “Ini seperti era awal mobil yang sering mogok. Suatu hari, robot-robot ini akan berlari lebih baik daripada kita,” kata Dr. Wei Zhang, pakar robotika dari Universitas Tsinghua.

Bagi perusahaan seperti X Humanoid dan Noetix, kegagalan robot mereka justru memberikan data berharga untuk pengembangan keseimbangan, efisiensi energi, dan ketahanan material. Bagaimanapun, seperti kata pepatah lama: “Kegagalan adalah batu loncatan menuju kesuksesan.” Kecuali jika batu loncatannya adalah kepala robot yang terlepas dan menggelinding.

Video balapan ini viral di media sosial, dengan netizen membuat meme seperti “Ketika kamu memaksakan diri ikut marathon padahal cuma bisa lari 5 menit di treadmill.” Namun, di balik semua kelucuan itu, marathon robot Beijing mungkin akan dikenang sebagai momen bersejarah—langkah pertama menuju masa depan di mana robot bisa menjadi partner manusia dalam aktivitas fisik ekstrem.