Telset.id, Jakarta – Presiden Jokowi resmi menandatangani UU Cipta Kerja, yang sebelumnya telah disetujui dalam rapat paripurna DPR RI pada 5 Oktober lalu.
Pengesahan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini dikonfirmasi oleh Staf Khusus Menteri Keuangan bidang komunikasi strategis, Yustinus Prastowo.
{Baca juga: Omnibus Law RUU Cipta Kerja Disahkan, Mosi Tidak Percaya Digaungkan}
Kepada tim Telset pada Selasa (03/11/2020), Yustinus mengatakan bahwa UU Cipta Kerja telah disahkan dan salinannya sudah diunggah di situs resmi Sekretariat Negara (Setneg).
“Sudah diunggah di web Setneg” kata Yustinus.
UU Cipta kerja yang telah ditandatangani Presiden Jokowi langsung menjadi topik terpopuler di media sosial, tak terkecuali Twitter. Berdasarkan pantauan dari Trends24 pada Selasa (03/11/2020), topik tersebut berada di urutan ketujuh dengan 14 ribu tweet.
Sebagian besar warganet Indonesia kecewa atas disahkannya UU tersebut. Banyak yang mempertanyakan mengapa Presiden Jokowi menandatangani UU Cipta Kerja yang menuai protes dari para pekerja.
“Pak Jokowi, Kok anda bisa yaa tega banget sama rakyatmu sendiri. Undang-undang yang sudah jelas banget ditolak oleh berbagai elemen masyarakat kok tetep aja di tanda tangani,” cuit akun @luluatika5.
Pak Jokowi,
Kok anda bisa yaa tega banget sama rakyatmu sendiri.
Undang-undang yang sudah jelas banget di tolak oleh berbagai elemen masyarakat kok tetep aja di tanda tangani.UU Cipta Kerja
— mynameis (@luluatika5) November 2, 2020
Salah seorang warganet dengan akun @rangat1re kecewa dan berpendapat kalau pengesahan UU itu berdampak buruk bagi semangat demokrasi di Indonesia.
“pembuatan dan pengesahan diselesaikan tengah malam. kita tidur, demokrasi luntur,” ucap @rangat1re.
pembuatan dan pengesahan UU Cipta Kerja diselesaikan tengah malam. kita tidur, demokrasi luntur.#MosiTidakPercaya pic.twitter.com/u5y1yFBghG
— h (@rangat1re) November 3, 2020
Akun @bucin_tahubulat juga berpendapat hal yang serupa. Menurutnya, suara masyarakat yang menolak UU Cipta Kkerja tidak didengar oleh pemerintah.
“Pada akhirnya suara rakyat tidak didengar. Tau tau udah sah aja #MosiTidakPercaya,” kata @bucin_tahubulat.
Pada akhirnya suara rakyat tidak didengar. Tau tau udah sah aja UU Cipta Kerja #MosiTidakPercaya pic.twitter.com/XQIa2uvrhq
— Shiba inu 💌 (@bucin_tahubulat) November 3, 2020
Kekecewaan pun diungkapkan oleh akun @Fdillah_moh yang menganggap selama ini pemerintah tidak mendengar tuntutan rakyat yang menolak pengesahan UU tersebut.
{Baca juga: Awas Banyak Hoax UU Cipta Kerja, Ini Faktanya!}
“Katanya negara demokrasi, tapi tuntutan rakyat di seluruh daerah tidak didengar. nampaknya Demokrasi hanya sebuah selimut bagi negara ini.. #MosiTidakPercaya #UUCiptaKerja,” tegasnya.
Katanya negara demokrasi, tapi tuntutan rakyat di seluruh daerah tidak didengar. nampaknya Demokrasi hanya sebuah selimut bagi negara ini.. #MosiTidakPercaya #UUCiptaKerja
— Tukang kebun (@Fdillah_moh) November 3, 2020
Cipta Kerja Dinilai Dorong Transformasi Digital Indonesia
Omnibus Law RUU Cipta Kerja dinilai mampu mendorong transformasi digital, khususnya implementasi 5G di Indonesia. Setidaknya, itulah yang diutarakan oleh Menkominfo, Johnny G Plate.
Lewat keterangan resmi yang diterima Telset pada Rabu (7/10/2020), Johnny mengatakan bahwa RUU itu membawa perubahan penting dalam sektor telekomunikasi, penyiaran dan pos di Indonesia, terutama dalam percepatan transformasi digital.
“Undang-Undang Cipta Kerja sangat mendukung program transformasi digital nasional, proses migrasi siaran TV analog ke digital, penyehatan industri telekomunikasi dan penyiaran serta optimalisasi spektrum frekuensi radio,” kata Johnny.
{Baca juga: Omnibus Law RUU Cipta Kerja Disahkan, Mosi Tidak Percaya Digaungkan}
Johnny menjelaskan, Omnibus Law RUU Cipta Kerja memberikan dasar hukum dalam rangka mendukung percepatan transformasi digital di Indonesia.
Selain itu, aturan ini pun dianggap dapat mencegah inefisiensi pemanfaatan sumber daya terbatas seperti spektrum frekuensi dan infrastruktur pasif.
“Fakta bahwa infrastruktur itu dibangun oleh masing-masing pelaku Industri selain telah menyebabkan biaya tinggi juga telah berdampak pada pembangunan tata kota, sehingga tampak seperti tidak ada kordinasi satu sama lain,” jelas Jonny. (NM/MF)