Telset.id, Jakarta – Beberapa minggu ini internet diramaikan oleh tren viral terbaru, bernama “invisible prank”. Tren ini bermula dari acara realitas baru Netflix, Magic for Humans, di mana pesulap Justin Willman berhasil meyakinkan seorang pria dewasa bahwa ia telah berubah menjadi tidak terlihat.
Trik itu kemudian ditiru artis YouTube yang populer di Amerika, David Dobrik. YouTubers yang memiliki hampir sembilan juta subscriber ini mencoba trik yang sama pada seorang bocah laki-laki.
Video yang dibuat Dobrik berhasil ditonton sebanyak 16 juta viewers di Twitter dan 5 juta viewers di channel YouTube miliknya. Di dalam video, Dobrik berusaha meyakinkan seorang anak bahwa dirinya invisible alias tidak terlihat.
Prank tersebut dimulai dengan menutupi bocah yang tampaknya masih duduk di bangku sekolah dasar ini dengan kain atau selimut. Dobrik kemudian berpura-pura merapal mantera, dan membuka selimut yang menutupi anak itu, lalu bereaksi seolah terkejut dan berpura-pura anak itu sudah “tidak terlihat”.
Baca juga: Konsumsi Konten Video Menjadi Tren Baru Pengguna Internet Indonesia
Agar tipuan lebih meyakinkan, Dobrik juga berpura-pura berfoto di samping bocah itu, dan meyakinkan anak itu bahwa dirinya tidak ada di dalam foto yang baru saja diambil. Padahal, foto yang ditunjukan diambil sebelum kejadian berlangsung, tanpa bocah tersebut di lokasi dan angle yang sama.
Walhasil, video unggahan Dobrik ini langsung diikuti oleh banyak keluarga yang membuat versi prank-nya sendiri terhadap anak-anak.
Namun menurut psikolog anak, Dr Fiona Martin dari pusat Psikologi Anak Sydney, tren tipuan itu sangat berbahaya bagi anak-anak.
Dijelaskannya, anak-anak dapat mengalami stres akibat kejadian yang seharusnya tidak penting untuk dilakukan. Menurutnya, sebaiknya anak-anak diajak bermain olahraga bersama atau membuat karya seni kreatif dengan mereka, dibandingkan menjadikannya sebagai “korban prank“.
Baca juga: Viral! Video Eksekusi Mati Terpidana Narkoba di China
“Ini sepertinya menyebabkan anak-anak mengalami stress dan untuk apa? Untuk alasan apa? Apa pun yang membahayakan seorang anak tidak baik bagi mereka, terutama jika itu tidak penting untuk dilakukan,” jelasnya, seperti dikutip dari The Sun, Jumat (21/09/2018).
“Hal semacam ini benar-benar tidak memberikan manfaat kognitif atau perkembangan,” sambung Martin.
Senada dengan Martin, sejumlah netizen juga menganggap tren viral ini dapat membahayakan anak-anak dan tidak setuju terhadap lelucon tersebut.
“Bisakah seseorang menjelaskan kepada saya mengapa membuat anak menangis keras hingga terisak-isak sebagai sesuatu lelucon yang dianggap lucu?” tulis seorang wanita di Twitter.
“Yang saya lihat, anak-anak menjadi sangat kesal, dan mungkin saya bukan satu-satunya orang yang berpikir, anak kecil menangis itu lucu?” imbuhnya. [BA/IF]
Like!! Really appreciate you sharing this blog post.Really thank you! Keep writing.