Dunia otomotif listrik diguncang kabar duka. Tiga mahasiswi tewas dalam kecelakaan maut yang melibatkan Xiaomi SU7 Standard, model termurah dari lini mobil listrik anyar Xiaomi. Insiden di Jalan Tol Dezhou-Shangrao (G0321) dekat Tongling, Provinsi Anhui, China ini menjadi kasus kematian pertama yang terkait kendaraan debutan raksasa teknologi tersebut.
Kecelakaan ini bukan sekadar tragedi biasa. Ia memantik perdebatan serius tentang sejauh mana kita bisa mempercayai teknologi otonom di jalan raya. Bagaimana bisa mobil canggih dengan sistem Navigate on Autopilot (NOA) gagal melindungi penumpangnya? Mari kita telusuri fakta-faktanya.
Korban adalah tiga mahasiswi yang sedang dalam perjalanan ke Chizhou untuk mengikuti ujian pegawai negeri. Mereka menumpangi Xiaomi SU7 Standard yang dibeli Mei 2024 dan baru diterima 19 Oktober 2024. Model ini mengandalkan sistem berbasis kamera, tanpa sensor LiDAR yang tersedia di varian Pro dan Max.
Detik-Detik Menjelang Tragedi
Berdasarkan data yang dirilis Xiaomi, kronologi kejadian terungkap dengan jelas:
- 22:27:17 – Sistem NOA diaktifkan dengan kecepatan 116 km/jam
- 22:44:24 – Sistem mendeteksi hambatan dan mulai memperlambat kendaraan
- 22:44:25 – Pengemudi mengambil alih kendali, membelokkan kemudi 22.0625 derajat ke kiri sambil menginjak rem 31%
- 22:44:26 – Kemudi dikoreksi 1.0625 derajat ke kanan dengan pengereman 38%
- 22:44:26-22:44:28 – Mobil menabrak pembatas beton pada kecepatan 97 km/jam dan terbakar
Faktor Lingkungan dan Teknologi
Lokasi kejadian berada di bagian jalan yang sedang diperbaiki dengan lajur yang disempitkan. Material konstruksi yang berserakan diduga menjadi salah satu pemicu. Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah laporan bahwa pintu mobil terkunci otomatis pasca tabrakan, menjebak penumpang di dalam mobil yang terbakar.
Xiaomi mengakui sistem NOA-nya memiliki keterbatasan dalam mendeteksi objek kecil seperti kerucut lalu lintas. Sistem pengereman darurat otomatis (AEB) juga tidak aktif karena tidak dirancang untuk mengenali penghalang air yang menjadi penyebab kecelakaan.
Respons Xiaomi dan Investigasi
CEO Lei Jun langsung membentuk tim investigasi khusus pada 30 Maret. Data kendaraan telah diserahkan ke polisi sehari kemudian. Xiaomi menegaskan belum mendapat akses ke mobil yang kecelakaan dan membantah kabar bahwa mobil telah dibawa ke Beijing.
Perusahaan meyakini api berasal dari kabin, bukan baterai. Namun, penyebab pasti kebakaran masih dalam penyelidikan. Polisi terus mengkaji berbagai faktor termasuk kondisi jalan, tindakan pengemudi, dan kinerja sistem kendaraan.
Tragedi ini menjadi pengingat keras bagi industri otomotif listrik. Seberapa siap teknologi otonom kita menghadapi kompleksitas jalan raya? Apakah sistem keselamatan sudah memadai? Dan yang terpenting – bagaimana memastikan nyawa pengguna tetap menjadi prioritas utama?