Telset.id, Jakarta – Scarlett Johansson kini kembali menghalami hal tak menyenangkan, karena dirinya menjadi korban teknologi deepfake AI, di mana sebuah video buatan kecerdasan buatan menampilkan sosoknya tanpa izin.
Insiden ini mendorong aktris Hollywood tersebut untuk menyerukan regulasi ketat terhadap penggunaan artificial intelligence (AI), terutama dalam pembuatan konten deepfake.
Dalam pernyataannya, Johansson menyoroti betapa lambannya pemerintah AS dalam merespons ancaman AI terhadap privasi dan keamanan publik.
BACA JUGA:
- Penipuan Ini Manfaatkan Video AI Brad Pitt, Rp13 Miliar Raib
- ByteDance Rilis OmniHuman-1, AI Generatif Video Realistis
Video deepfake yang menjadi sorotan ini muncul di berbagai platform media sosial. Dalam video tersebut, versi AI Johansson terlihat mengenakan kaos putih dengan gambar tangan yang mengacungkan jari tengah, di mana terdapat simbol Star of David di tengahnya serta tulisan “Kanye” di bawahnya.
Selain Johansson, video ini juga menampilkan lebih dari selusin selebritas Yahudi lain dalam bentuk deepfake AI, termasuk Drake, Jerry Seinfeld, Steven Spielberg, Mark Zuckerberg, Jack Black, Mila Kunis, dan Lenny Kravitz. Video tersebut diakhiri dengan pesan “Enough is Enough” dan “Join the Fight Against Antisemitism”, yang mengarah pada kampanye melawan antisemitisme.
Dalam wawancaranya dengan People, Johansson menyatakan keprihatinannya terhadap penyalahgunaan AI, terlepas dari pesan yang diusungnya.
Ia menegaskan bahwa meskipun dirinya sebagai seorang Yahudi tidak menoleransi ujaran kebencian dalam bentuk apa pun, ancaman yang ditimbulkan oleh AI jauh lebih besar dibandingkan individu yang bertanggung jawab atas konten semacam ini. Menurut Johansson, “Jika kita tidak segera menyoroti penyalahgunaan AI, kita akan kehilangan kendali atas realitas.”
Johansson sendiri telah beberapa kali menjadi korban penyalahgunaan teknologi AI. Pada tahun 2023, ia mengancam akan mengambil tindakan hukum terhadap sebuah perusahaan yang menggunakan citra digitalnya secara tidak sah dalam sebuah iklan.
Tak lama setelah itu, ia juga mengungkapkan keterkejutannya saat mendengar suara mirip dirinya digunakan dalam asisten AI milik OpenAI, ChatGPT.
Meskipun kejahatan berbasis deepfake AI semakin marak, regulasi terhadap teknologi ini masih tertinggal jauh. Pada tahun lalu, anggota parlemen AS sempat mengajukan RUU untuk melarang deepfake AI yang bersifat eksplisit secara seksual, tetapi perkembangan kebijakan terkait AI secara lebih luas masih stagnan.
Kemudahan dalam membuat video deepfake dengan AI hanya memperburuk potensi penyalahgunaannya. Jika regulasi tidak segera diberlakukan, dampaknya bisa semakin merugikan masyarakat.
Kasus yang dialami oleh Scarlett Johansson akibat deepfake AI ini kembali menegaskan betapa mendesaknya perlindungan hukum terhadap penyalahgunaan AI.
BACA JUGA:
- Elon Musk: Data di Dunia Nyata Hampir Habis untuk Melatih AI
- Peristiwa Penting yang Membuat 2024 Jadi Tahun Bersejarah untuk AI
Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, penting bagi pemerintah untuk segera menyusun regulasi yang jelas dan tegas guna mencegah AI digunakan sebagai alat untuk menyebarkan informasi palsu dan merusak reputasi individu.