Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China memasuki babak baru. Negeri Tirai Bambu merespons keras keputusan Presiden AS Donald Trump yang menaikkan tarif impor produk China sebesar 34%. China tak hanya membalas dengan tarif impor serupa, tetapi juga memperketat ekspor logam tanah jarang (rare earth) ke AS—langkah strategis yang bisa mengguncang industri teknologi global.
China menguasai 70% cadangan rare earth dunia, sementara AS hanya memiliki sekitar 12%. Logam ini menjadi komponen kritis untuk berbagai produk teknologi, mulai dari smartphone, kendaraan listrik, hingga perangkat militer. Dengan membatasi ekspor samarium, gadolinium, dan beberapa jenis rare earth lainnya, China memegang senjata ampuh dalam perang dagang ini.
Mengapa Rare Earth Jadi Senjata China?
Kebijakan China membatasi ekspor rare earth bukan kali pertama. Pada 2023, mereka pernah menggunakan langkah serupa sebagai respons atas ketidakadilan perdagangan. Menurut laporan Komisi Perdagangan Internasional AS (2020), Negeri Paman Sam bergantung 78% pada pasokan rare earth dari China. Artinya, pembatasan ini bisa melumpuhkan industri teknologi dan pertahanan AS.
Beijing menegaskan, langkah ini adalah respons atas kebijakan tarif sepihak Trump. “China mendesak AS untuk membatalkan tindakan tidak adil ini dan menyelesaikan perselisihan melalui dialog setara,” bunyi pernyataan resmi pemerintah China.
Dampak Global di Balik Perang Dagang
Pembatasan rare earth China tidak hanya berdampak pada AS. Industri teknologi global, termasuk produsen smartphone dan kendaraan listrik, akan merasakan efeknya. Harga komponen elektronik bisa melonjak, dan rantai pasok global berpotensi terganggu.
AS sendiri telah berupaya mengurangi ketergantungan pada rare earth China dengan mengembangkan sumber alternatif. Namun, prosesnya memakan waktu lama. Sementara itu, China terus memperkuat cengkeramannya sebagai pemain utama di pasar rare earth dunia.
Eskalasi Perang Dagang Makin Panas
Selain membatasi rare earth, China juga akan menerapkan tarif impor 34% untuk semua produk AS mulai 10 April 2025. Langkah ini semakin memanaskan ketegangan antara dua raksasa ekonomi dunia. Trump sebelumnya mengklaim kebijakan tarifnya bertujuan melindungi industri domestik AS, tetapi China menilai ini sebagai bentuk proteksionisme yang merugikan.
Pertanyaannya sekarang: apakah kedua negara akan segera bernegosiasi, atau justru memperuncing konflik? Yang pasti, dunia menunggu dengan cemas dampak dari perang dagang ini.