Telset.id, JAKARTA – Amerika Serikat (AS) memberi angkatan udara Filipina enam unit drone canggih senilai USD 13,2 juta atau setara lebih dari Rp 181 miliar, yang menjadi sistem pengawasan tak berawak pertama mereka.
Pemberian ini menjadi momentum peningkatan kerjasama kedua negara meningkatkan kerja sama dalam pertempuran melawan militan negara islam.
Washington telah meningkatkan dukungannya terhadap upaya kontra-teror Filipina sejak para militan merebut sejumlah wilayah di selatan kota Marawi tahun lalu. Aksi militan ini memicu pertempuran mematikan selama lima bulan.
“Aset seperti ScanEagle secara signifikan akan memperbaiki kemampuan militer Filipina untuk mendeteksi aktivitas teroris, aktivitas pembajakan dan perambahan wilayah,” ujar Duta Besar AS untuk Manila Sung Kim, seperti dilansir halaman channelnewsasia.com, Selasa (13/3).
Sekretaris Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana mengatakan sistem yang dilengkapi dengan kamera dan pesawat terbang, yang bisa terbang selama 24 jam, akan mendukung operasi melawan para gerilyawan di wilayah Selatan negaranya.
Wilayah Selatan Mindanao menjadi markas beberapa kelompok pro negara Islam, termasuk yang menyerang Marawi pada Mei tahun lalu. Pertempuran tersebut telah menewaskan lebih dari 1.100 jiwa dan menghancurkan sebagian besar kota tersebut.
[Baca juga: Tentara Amerika Kembangkan Drone dari Printer 3D]
Menurut Lorenza, drone anyar ini akan digunakan untuk misi pengintaian dalam pertahanan, bantuan kemanusiaan dan tanggap bencana.
“Dengan sejumlah masalah keamanan yang dihadapi negara kami saat ini, ada kebutuhan untuk meningkatkan angkatan bersenjata,” kata Lorenza.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah berusaha untuk melonggarkan aliansi Filipina dengan AS yang sudah berjalan selama 70 tahun untuk mendukung hubungan yang lebih erat dengan China dan Rusia.
Duterte geram karena kritik Amerika atas perang obat bius, yang mengorbankan ribuan orang dan meminta pemeriksaan awal Pengadilan Pidana Internasional.
Hubungan itu kemudian membaik di bawah Presiden AS Donald Trump, karena memuji langkah Duterte atas perang obat biusnya. Namun pemimpin Filipina terlanjur semakin beralih ke Beijing dan Moskow untuk meningkatkan kinerja angkatan bersenjata mereka.
Bulan lalu Duterte membatalkan kesepakatan untuk membeli helikopter dari Kanada setelah Ottawa memerintahkan peninjauan kembali atas masalah hak asasi manusia.
“Jangan membeli lagi dari Kanada dan AS karena selalu ada syaratnya,” kata Duterte saat itu.
Kedutaan AS tidak langsung menanggapi permintaan komentar apakah drone tersebut akan menimbulkan kekhawatiran hak serupa. [WS/HBS]