Wamenkomdigi Minta Pengembang AI Transparan dan Akuntabel

REKOMENDASI
ARTIKEL TERKAIT

Telset.id – Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mendorong para pengembang kecerdasan artifisial (AI) di Indonesia untuk bersikap transparan dan akuntabel dalam mengembangkan inovasi berbasis teknologi tersebut. Permintaan ini disampaikan sebagai langkah mitigasi risiko penyalahgunaan AI yang semakin marak, termasuk konten deepfake yang mampu menipu masyarakat dengan sangat efektif.

Nezar menegaskan pentingnya etika dalam pengembangan platform AI. “Kami mendorong semua pengembang untuk bersikap etis, transparan, dan akuntabel ketika mereka memproduksi platform berbasis AI,” ujarnya dalam keterangan resmi yang dikonfirmasi Kamis (9/10/2025).

Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap meningkatnya kasus penyalahgunaan teknologi AI, khususnya konten deepfake yang digunakan untuk kejahatan penipuan. Nezar mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kemampuan teknologi ini dalam menyesatkan masyarakat. “Produk deepfake berbasis AI ini, ketika digunakan untuk melakukan kejahatan, sungguh luar biasa dapat menipu masyarakat,” tegasnya.

Kerugian Finansial dan Upaya Mitigasi

Pemerintah mencatat kerugian finansial akibat penipuan berbasis AI telah mencapai angka yang mengkhawatirkan. Data terbaru menunjukkan total kerugian masyarakat mencapai Rp700 miliar. Angka ini diprediksi akan terus meningkat tanpa adanya langkah mitigasi yang tepat.

Sebagai perbandingan, perkembangan teknologi AI global juga menghadapi tantangan serupa. Studi terbaru dari Anthropic mengungkap kerentanan sistem AI terhadap poisoning yang lebih mudah dari perkiraan sebelumnya, menunjukkan kompleksitas tantangan keamanan di sektor ini.

Nezar menjelaskan bahwa pemerintah saat ini sedang mengembangkan Peta Jalan AI Nasional yang akan menjadi payung hukum bagi pengembangan AI di Indonesia. Roadmap ini nantinya akan mewajibkan pengembang AI untuk bersikap akuntabel dalam setiap inovasi yang mereka hasilkan.

Penegakan Hukum dan Edukasi Masyarakat

Meskipun payung hukum khusus untuk AI masih dalam pengembangan, pemerintah tidak menunggu untuk melakukan penegakan hukum terhadap kasus-kasus kejahatan berbasis AI yang sudah terjadi. Saat ini, penanganan kasus penipuan berbasis AI menggunakan tiga instrumen hukum utama: Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) nomor 1 tahun 2024, Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (PDP), dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Di sisi lain, Kementerian Komunikasi dan Informatika terus gencar melakukan edukasi dan literasi digital kepada masyarakat. Program-program ini bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya deepfake berbasis AI dan cara menghindari menjadi korban penipuan.

Upaya pemerintah ini sejalan dengan perkembangan teknologi AI di tingkat global yang juga menghadapi tantangan serupa. Seperti yang terlihat dalam pengembangan fitur AI pada Google Translate, transparansi dan akuntabilitas menjadi isu sentral dalam ekosistem AI yang sehat.

Pengembangan regulasi AI nasional juga perlu mempertimbangkan aspek infrastruktur pendukung. Ketersediaan spektrum frekuensi yang memadai melalui lelang 1,4 GHz yang dimulai 13 Oktober 2025 akan menjadi fondasi penting untuk mendukung ekosistem AI yang robust di Indonesia.

Dengan kombinasi antara regulasi yang kuat, penegakan hukum yang tegas, dan edukasi masyarakat yang berkelanjutan, diharapkan Indonesia dapat memanfaatkan potensi AI secara maksimal sambil meminimalisir risiko penyalahgunaannya. Langkah-langkah ini menjadi crucial dalam membangun ekosistem digital nasional yang aman dan berdaya saing.

TINGGALKAN KOMENTAR
Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TERKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI