Telset.id – Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria menegaskan bahwa inovasi kecerdasan artifisial (AI) harus diposisikan sebagai mitra oleh para praktisi kehumasan dalam menjalankan komunikasi publik. Meski teknologi AI telah mampu mengerjakan berbagai konten secara mandiri, peran manusia tetap krusial dan tidak dapat digantikan sepenuhnya.
Nezar menyampaikan bahwa kesuksesan praktisi public relations (PR) di masa depan akan ditentukan oleh kemahiran dalam menggunakan AI sebagai penguat strategis dan keteguhan dalam memegang standar etika serta kemanusiaan. Pernyataan ini disampaikan melalui keterangan pers yang diterima pada Kamis (27/3/2025).
“Kesuksesan praktisi public relation di masa depan akan ditentukan oleh seberapa mahir kita menggunakan AI sebagai penguat strategis, dan seberapa teguh kita memegang standar etika dan kemanusiaan,” tegas Nezar Patria.
Peran AI dalam Tugas Komunikasi Publik
Wamenkominfo mengungkapkan berbagai contoh tugas komunikasi publik yang kini dapat dibantu oleh teknologi AI. Di antaranya adalah penulisan draft siaran pers, analisis data publik, dan pemantauan sentimen media. Banyak agensi dan media massa telah memanfaatkan AI untuk menulis laporan dan menyusun perencanaan kampanye komunikasi.
Namun, Nezar menekankan bahwa semua pekerjaan tersebut tetap membutuhkan sentuhan manusia agar narasi komunikasi publik tetap kontekstual dan mengandung unsur empati. “Hasil karya AI sering kali kehilangan sentuhan emosional yang hanya dapat dihadirkan oleh manusia. Padahal PR bekerja dengan targeted, kepada siapa mau disampaikan. Dan to tell the story ini, semua kemampuan manusiawi yang kita punya itu bisa kita tumpahkan,” jelasnya.
Komitmen pemerintah dalam mengembangkan ekosistem AI nasional semakin jelas dengan berbagai inisiatif strategis. Seperti dilaporkan sebelumnya, Kemkominfo telah membuka konsultasi publik untuk Peta Jalan AI Nasional yang menjadi landasan pengembangan teknologi ini di Indonesia.
Baca Juga:
Tantangan dan Perlunya Sentuhan Manusia
Nezar juga mengingatkan bahwa AI berpotensi melakukan kesalahan dalam penalaran. Beberapa masalah yang sering muncul antara lain penggunaan istilah-istilah janggal dan halusinasi dalam menciptakan fakta yang tidak benar ketika menanggapi isu yang berkembang.
Oleh karena itu, sentuhan manusia khususnya dari praktisi kehumasan dalam menggunakan AI tidak dapat dipisahkan. Hal ini memastikan komunikasi publik dapat berjalan efektif meskipun berbagai inovasi teknologi telah diterapkan dalam prosesnya. Infrastruktur digital seperti Pusat Data Nasional (PDN) yang sudah beroperasi turut mendukung pengembangan AI yang bertanggung jawab.
Wamenkominfo menekankan pentingnya etika, literasi digital, dan kemampuan berpikir kritis bagi para praktisi kehumasan ketika memanfaatkan AI. Dengan bekal ini, mereka dapat menggunakan teknologi secara bijak untuk memperkuat pesan dalam komunikasi publik.
Pengembangan AI di Indonesia terus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Kemkominfo bahkan mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp12,6 triliun untuk program prioritas 2026 yang salah satunya dialokasikan untuk pengembangan teknologi masa depan termasuk AI.
Nezar menutup pernyataannya dengan pesan optimis: “Masa depan komunikasi bukan hanya tentang teknologi, tapi bagaimana kita sebagai manusia mengendalikannya. Semoga kita bisa memajukan dunia PR kita dengan AI dan juga lebih manusiawi ke depan.”
Pernyataan Wamenkominfo ini semakin mengukuhkan pentingnya pendekatan yang seimbang antara pemanfaatan teknologi modern dan nilai-nilai kemanusiaan dalam praktik komunikasi publik di era digital.