Telset.id, Jakarta – Tensi perdagangan yang tinggi antara Amerika Serikat dan China, sebagai akibat dari dicekalnya Huawei, sepertinya belum akan berakhir dalam waktu dekat. Sebaliknya, embargo Huawei ini justru bakal semakin memanas, setelah China mengungkap rencananya untuk “menyerang balik”.
Ya, seperti dilaporkan Theverge, Sabtu, (1/6/2019), negeri tirai bambu ini konon siap mengambil langkah untuk menanggapi larangan Amerika untuk melakukan bisnis dengan Huawei.
Bloomberg bahkan melaporkan bahwa China telah menyiapkan rencana untuk membatasi ekspor mineral tanah jarang ke AS, sambil menyiapkan daftar hitam “entitas yang tidak dapat diandalkan” untuk perusahaan asing yang tidak menguntungkan.
{Baca juga: Lawan Embargo, Huawei Menentang Pasal NDAA Amerika Serikat}
Pembatasan ekspor mineral tanah jarang ini tampaknya menjadi upaya China untuk menyerang balik. Kepemimpinan di Beijing menandakan bahwa mereka siap dan bersedia untuk mengerahkan langkah yang berat ini, meskipun, menurut Bloomberg, itu hanya akan semakin memanaskan hubungan dagang kedua negara.
Neodymium adalah salah satu dari mineral tanah jarang yang paling dikenal, karena banyak digunakan dalam magnet. Anda akan melihatnya diiklankan di lembar spesifikasi headphone Anda, dan ada konsensus luas di antara para ekonom dan pengamat perdagangan internasional bahwa perusahaan-perusahaan AS tidak memiliki sumber alternatif yang baik untuk itu di luar China.
{Baca juga: Kena Embargo AS, Huawei Tetap Luncurkan Laboratorium 5G}
Sementara AS melarang Huawei untuk beroperasi di negara tersebut dengan alasan keamanan, China sendiri sebenarnya telah jauh-jauh hari memberlakukan hal serupa. Sebut saja pada Google dan Facebook.
Kini, negara tersebut akan membuat daftar hitam yang akan mencakup “perusahaan asing, organisasi, dan individu yang tidak mematuhi aturan pasar, melanggar kontrak dan memblokir, memutus pasokan karena alasan non-komersial atau sangat merusak kepentingan sah perusahaan China, menurut Radio Nasional China.
Huawei sendiri, sebagai perusahaan yang menjadi fokus gesekan kedua negara telah mengalami kerugian yang signifikan. Padahal, sebagai penyedia layanan Huawei hampir tidak pernah mengalami kendala dalam peralatannya, sampai isu soal keamanan mulai menyeruak. [IF/HBS]