Trump Tiba-tiba Minta Data Warga RI Buat Ditukar Tarif Impor, Begini Analisisnya

REKOMENDASI
ARTIKEL TERKAIT

Telset.id – Dalam sebuah langkah yang mengejutkan, Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengajukan permintaan khusus terkait transfer data pribadi warga Indonesia sebagai bagian dari kesepakatan perdagangan dengan Indonesia. Permintaan ini muncul bersamaan dengan penurunan tarif impor AS untuk produk asal Indonesia dari ancaman 32% menjadi 19%. Presiden AS Donald Trump secara langsung bernegosiasi dengan Presiden RI Prabowo Subianto sebelum kesepakatan ini disetujui.

Lewat pengumuman resmi di situs Gedung Putih berjudul “Joint Statement of Framework for United States-Indonesia Agreement on Reciprocal Trade”, AS memastikan Indonesia akan memberikan kepastian hukum terkait transfer data pribadi ke wilayah AS. “Indonesia berkomitmen untuk mengatasi hambatan perdagangan digital, termasuk memberikan kepastian kemampuan transfer data pribadi ke AS,” bunyi pernyataan tersebut.

Mengapa AS Meminta Akses Transfer Data?

Permintaan AS ini tidak lepas dari UU No. 27/2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang berlaku ekstrateritorial. Pasal 56 UU PDP mewajibkan negara penerima transfer data harus memiliki tingkat perlindungan “setara atau lebih tinggi” dari standar Indonesia. Masalahnya, AS tidak memiliki undang-undang komprehensif seperti GDPR di Uni Eropa.

Hasan Nasbi, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, menegaskan pertukaran data ini bersifat komersial: “Kita hanya bertukar data berdasarkan UU PDP kepada yurisdiksi yang diakui bisa melindungi data pribadi.” Namun, tanpa badan pengawas PDP yang terbentuk sejak Oktober 2024, implementasi UU ini masih ambigu.

Dampak ke Perusahaan Teknologi

Kesepakatan ini berpotensi memengaruhi operasional raksasa teknologi seperti Google, AWS, dan Meta (pemilik Facebook/WhatsApp). Selama ini, mereka harus meminta persetujuan eksplisit pengguna Indonesia untuk memproses data di AS karena ketidaksetaraan perlindungan. Dengan pengakuan AS sebagai “yurisdiksi memadai”, prosedur ini mungkin disederhanakan.

Menteri Komunikasi dan Informatika Meutya Hafid menyatakan masih berkoordinasi dengan Menko Perekonomian. “Kami belum tahu detailnya, tapi akan ada pernyataan resmi setelah rapat,” ujarnya. Koordinasi ini penting mengingat AS juga belum meratifikasi aturan seperti kerangka transfer teknologi yang diajukan Indonesia dalam kerja sama semikonduktor.

Di sisi lain, aturan penyimpanan data Indonesia (PP No. 71/2019) tetap mewajibkan data sektor publik dan transaksi keuangan disimpan di dalam negeri. Perusahaan seperti Samsung atau mitra Apple yang beroperasi di Indonesia harus memastikan compliance dengan dua regulasi ini sekaligus.

Pertanyaannya kini: Apakah kesepakatan ini murni untuk kepentingan ekonomi, atau ada agenda geopolitik di balik permintaan akses data warga Indonesia? Jawabannya mungkin terungkap dalam koordinasi mendatang antara pemerintah dan pelaku industri.

TINGGALKAN KOMENTAR
Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TERKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI