Telset.id, Jakarta – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menengarai adanya indikasi persengkokolan antara pihak Indosat Ooredoo dan XL Axiata soal kepemilikan silang (cross-ownership). Kedua operator ini disarankan untuk merger saja.
“Kalau dilihat, mereka (Indosat dan XL) apa-apa selalu bersama dan bersepakat. Padahal jika melihat dari lisensinya, mereka harusnya berkompetisi. Kalau begitu, kenapa Indosat dan XL tidak merger saja?” kata Ketua KPPU Muhammad Syarkawi Rauf di Jakarta, Senin (10/10/2016) kemarin.
Syarkawi menuturkan, kecurigaan KPPU adanya cross-ownership antara Indosat dan XL karena kedua operator itu terkesan sangat dekat dan saling berkolaborasi dalam beberapa tahun terakhir ini.
“Alih-alih berkompetisi, mereka ibaratnya malah bangun satu rumah dengan dua kunci. Harusnya akan sulit untuk saling percaya satu sama lain kalau keduanya benar-benar berkompetisi, kecuali pemiliknya memang sama, atau cross-ownership,” tandasnya.
[Baca juga: KPPU Endus Praktik Kongkalikong Penetapan Tarif Seluler]
Dugaan kasus kepemilikan silang atau cross-ownership ini tengah didalami KPPU. Selain memanggil Indosat dan XL, KPPU juga akan meminta keterangan dari Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.
“Kami sudah kirim surat kepada Indosat dan XL, selain itu kami juga meminta keterangan Pak Rudiantara. Nanti akan kami undang semua termasuk rekan-rekan media,” ujar Syarkawi.
Ia mengungkapkan, bahwa penyidikan dugaan terjadinya kepemilikan silang, berlandaskan pasal UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pasal 27 A.
Kepemilikan silang, menurut KPPU, tak hanya dilihat dari presentase kepemilikan perusahaan, tapi dari kebijakan (conduct) perusahaan dalam menetapkan tarif.
Sebelumnya, KPPU telah mengirimkan surat panggilan kepada Indosat dan XL terkait laporan dugaan kartel, setelah keduanya membentuk perusahaan bernama PT One Indonesia Synergy.
[Baca juga: Selidiki Dugaan Kartel, KPPU Panggil XL dan Indosat]
Selain mendalami kasus dugaan kartel dan cross-ownership, KPPU juga mencium gelagat telah terjadi persekongkolan tarif atau price fixing. Hal itu terlihat saat kedua operator itu memberlakukan tarif yang hampir mirip untuk menggoyang dominasi Telkomsel di luar Jawa.
Dimulai dari Indosat yang mengumbar tarif Rp 1 per detik (Rp 60 per menit) untuk panggilan off-net pada pertengahan 2016 lalu, kemudian dilanjutkan XL Axiata yang mengeluarkan program serupa Rp 59 per menit.
Aksi pemasaran itu tetap dilakukan Indosat dan XL meskipun penetapan tentang tarif baru interkoneksi tengah ditangguhkan. Dari situ timbul kecurigaan KPPU ada aroma persekongkolan penetapan tarif untuk menjatuhkan Telkomsel melalui usaha yang tidak sehat.[HBS]