Network Sharing Boleh! Tapi Jangan Ciptakan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Telset.id, Jakarta – Pertarungan operator untuk memperjuangkan terwujudnya network sharing melalui revisi peraturan pemerintah (PP) 52 dan 53 tahun 2000 nampaknya sudah mendekati kenyataan.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengatakan, dirinya telah mendapatkan salinan draft revisi PP 52 dan 53 tahun 2000 dari kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Menurut Rudiantara, draft baru PP telekomunikasi tersebut tinggal ditandatangani Presiden Joko Widodo.

Ditemui beberapa waktu yang lalu, Dr. Syarkawi Rauf, S.E., M.E. Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan, industri telekomunikasi merupakan salah satu industri yang menjadi perhatian KPPU. Tujuannya agar industri telekomunikasi nasional menjadi efesien.

Syarkawi mengatakan KPPU tengah menunggu aturan baru telekomunikasi tersebut untuk dipelajari dengan teliti agar efesiensi industri telekomunikasi melalui network sharing dapat terjadi dengan prinsip persaingan usaha yang sehat. Namun Syarkawi juga tak menginginkan network sharing yang digulirkan oleh Kominfo merugikan operator telekomunikasi yang telah berusaha di industri tersebut.

Mengenai kisruh yang terjadi pada network sharing, Syarkawi mengendus semua permasalahan tersebut bermuara pada persaingan usaha. Oleh sebab itu KPPU ingin menelisik lebih lanjut mulai dari regulasi itu dibuat hingga bagaimana menata industri telekomunikasi.

“KPPU mencium kegaduhan ini disebabkan karena regulasinya yang selalu terlambat dalam melakukan penyesuaian. Padahal teknologi telekomunikasi terus berkembang,”papar Syarkawi.

Pada acara Implementasi Network Sharing dalam Persaingan Usaha, Ir. Muhammad Nawir Messi, M.Sc. komisioner KPPU menyetujui adanya efesiensi di industri telekomunikasi nasional melalui network sharing. Namun menurut Nawir efesiensi tanpa diimbangi oleh fairness, tak akan membuat industri telekomunikasi Indonesia bebas dari sengketa persaingan usaha.

Fairness di mata komisioner KPPU ini tidak hanya pada titik tertentu saja melihatnya. Tetapi harus dilihat berapa besar uang yang telah dikeluarkan oleh Telkom Group dalam membangun infrastrktur telekomunikasinya selama ini. Semua biaya yang dikeluarkan harus diperhitungkan di dalam perhitungan baik itu interkoneksi maupun network sharing.

“Kalau kopensasi ini tidak ada maka akan selalu menimbulkan persoalan. Dan ujung-ujungnya diselesaikan di KPPU,”terang Nawir.

Nawir menjelaskan sebelum dilakukan network sharing harusnya regulator membuat level playing field yang sama. Jika tidak ada level playing field yang sama, Nawir memperkirakan potensi persaingan usaha tidak sehat masih akan terjadi.

Nawir pesimis adanya network sharing ini akan membuat tarif pungut di level konsumen akan turun signifikan. Selama persoalan tarif onnett dan offnett diselesaikan oleh regulator. KPPU akan menelisik operator telekomunikasi yang sengaja membuat tarif telekomunikasi antar operator (offnett) mahal untuk mensubsidi layanan di dalam operator itu sendiri (onnett).

Subsidi tarif onnett ini dinilai KPPU tidak wajar dan tidak memberikan azas keadilan. Dikarenakan biaya yang dikenakan oleh operator bisa mencapai delapan kali lipat dari biaya interkoneksi. Padahal tarif pembicaraan onnett hanya Rp 50 permenit.

“Itu sebenarnya sumber tidak efesiensinya industri telekomunikasi di Indonesia. Itu sama sekali tidak pernah disentuh dan dibicarakan oleh regulator. Ini juga yang dinamakan unfair fair competition. Makanya saya meragukan cita-cita revisi PP 52 dan 53 yang bertujuan untuk meningkatkan efesiensi industri yang berdampak kepada kensumen,”papar Nawir. (MS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TERKAIT

REKOMENDASI
ARTIKEL TEKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI