Mahasiswa Ikut Tolak Penurunan Tarif Interkoneksi

REKOMENDASI
ARTIKEL TERKAIT

Telset.id, Jakarta – Koalisi Mahasiswa Indonesia Timur untuk Mengawal Nawacita (Komitmen) menolak rencana Menkominfo Rudiantara soal penurunan tarif interkoneksi dari Rp 250 menjadi Rp 204.

Menurut Komitmen, kebijakan tersebut justru akan menguntungkan perusahaan telekomunikasi asing, dan menyebabkan kerugian negara hingga triliunan rupiah bagi operator telekomunikasi BUMN.

“Kebijakan Menkominfo itu jelas akan menyebabkan Telkom rugi. Karena Telkom adalah perusahaan milik negara atau BUMN, maka kerugian Telkom berarti kerugian negara. Kami berharap Menkominfo lebih fokus pada penyediaan layanan telekomunikasi hingga ke pelosok Nusantara,” kata Perwakilan Koalisi Mahasiswa Maluku, Abdul Rahim usai menggelar pertemuan dengan pimpinan Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Strategis di Jakarta.

Abdul Rahim menjelaskan, kawasan Timur Indonesia masih membutuhkan pembangunan infrastruktur dan jaringan telekomunikasi. Kenapa Menkominfo menurunkan biaya interkoneksi yang justru dikhawatirkan akan menimbulkan kerugian bagi BUMN  yang selama ini membangun jaringan telekomunikasi di Indonesia timur?

[Baca Juga : Penurunan Tarif Interkoneksi, BPK Waspadai Kerugian Negara]

“Penurunan biaya interkoneksi itu dikhawatirkan akan menghambat upaya pemerintah memperluas pembangunan jaringan telekomunikasi hingga ke pelosok Tanah Air. Kawasan Timur Indonesia, seperti di Papua, masih banyak saudara kami yang belum menikmati jaringan telekomunikasi,” kata dia.

Hal senada diutarakan Wakil Koalisi Mahasiswa dari Nusa Tenggara TImur (NTT) Ahmad Nasir Rarasina. Usai pertemuan dengan Ketua Umum FSP BUMN Strategis (FSP-BUMN Strategis) Wisnu Adhi Wuryanto, di Warung Daun Cikini Jakarta, Ahmad mengatakan, pihaknya pada prinsipnya sangat mendukung setiap upaya yang mendorong pembangunan dan perluasan jaringan telekomunikasi di seluruh pelosok Nusantara.

“Sebagai mahasiswa, kami sangat respek terhadap apa yang disuarakan oleh FSP BUMN Strategis yang menolak kebijakan yang tidak menguntungkan masyarakat. Apalagi kebijakan itu berpotensi merugikan BUMN yang selama ini membangun jaringan telekomunikasi di Indonesia timur,” kata Ahmad.

Ahmad mengingatkan seluruh masyarakat Indonesia agar tidak terjebak dengan opini yang dibentuk oleh operator telekomunikasi milik asing itu seolah-olah kebijakan penurunan biaya interkoneksi itu menguntungkan masyarakat. “Jika ada yang bilang penurunan biaya interkoneksi akan menguntungkan masyarakat, buat kami itu seperti angin sorga, cuma enak didengar,” kata Ahmad.

Polemik interkoneksi yang melibatkan lima operator seluler tanah air tak kunjung menemukan kata sepakat. Bahkan sampai batas akhir yang telah ditentukan pada 1 September ini.

Interkoneksi “Ritual” Dua Tahunan, Bukan Asing non Asing

Seperti diketahui ada empat operator keukeh menurunkan tarif interkoneksi, Merza Fachys, Direktur Utama Smartfren, mengatakan besaran harga interkoneksi sejatinya ditentukan oleh kesepakatan bersama antar operator seluler dan dituangkan dalam bentuk perjanjian kerjasama (PKS) yang setiap dua tahun sekali di review secara bersama-sama.

[Baca Juga : Interkoneksi “Ritual” Dua Tahunan, Bukan Asing non Asing]

“Ini bukan hal baru. Setiap dua tahun operator duduk bersama untuk menentukan harga interkoneksi. Metode perhitungannya mengacu pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika no 08/2006. Jika terjadi perselisihan, maka akan dimediasi oleh BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia),” jelas Merza.

Masalah muncul ketika BRTI, sesuai formulasi perhitungan yang telah ditentukan, “menemukan” angka Rp 204 untuk harga interkoneksi atau turun dari harga interkoneksi sebelumnya yaitu Rp 250. Angka tersebut dinilai merugikan operator terbesar di Indonesia dan berpotensi merugikan keuangan negara.

Hal senada disampaikan Alexander Rusli President Director & CEO Indosat Ooredoo, yang mengatakan Masyarakat perlu mengetahui bahwa interkoneksi adalah kewajiban bagi operator dan tidak sepatutnya diandalkan sebagai sumber pendapatan untuk memperoleh keuntungan. Interkoneksi adalah hak masyarakat untuk bisa menelpon dari operator manapun tanpa hambatan biaya ketersambungan antar operator. Di sini peran regulator melindungi masyarakat melalui evaluasi berkala.

[Baca Juga : Indosat Dukung Regulasi Pro-rakyat]

“Kami menegaskan kembali bahwa untuk memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat, maka Indosat Ooredoo akan tetap menerapkan kebijakan penurunan interkoneksi yang baru sesuai dengan SE tersebut di atas. Kami menilai kebijakan yang dituangkan dalam SE tersebut sangat pro rakyat dan akan membawa manfaat yang lebih besar kepada masyarakat,”kata Alex. (MS)

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

ARTIKEL TEKINI
HARGA DAN SPESIFIKASI