Telset.id, Jakarta – Sektor telekomunikasi dan informatika merupakan salah satu sektor yang cukup besar kontribusinya dalam penerimaan negara. Pajak, deviden dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor telekomunikasi dan informatika ini menyumbang penerimaan lebih kurang Rp 280 Triliun, rerata tiap tahun sekitar Rp 28 Triliun.
“Dalam APBN 2017, telah ditetapkan target PNBP 2017 sektor komunikasi dan informatika sebesar Rp 16,5 Triliun. Sektor ini sangat besar kontribusinya dalam penerimaan negara. Namun, Menteri Komunikasi dan Informatika di beberapa kesempatan menyatakan tidak akan terlalu mengejar PNBP. Pernyataan yang aneh dan cenderung tendensius di tengah kita membutuhkan uang untuk pembangunan dan menurunkan kemiskinan-ketimpangan,” ujar Ah Maftuchan, Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa, lembaga kajian kebijakan yang konsen terhadap isu pajak dan penerimaan negara lainnya.
Salah satu sumber PNBP di sektor telekomunikasi dan informatika adalah tata kelola frekuensi telekomunikasi. Frekuensi merupakan salah satu sumber penerimaan negara.
“Frekuensi merupakan sumber daya alam berupa ruang udara di mana gelombang radio ditata-kelolakan. Ini seperti di sektor sumber daya alam lainnya setiap hutan, mineral, perkebunan dan lain-lain. Jika kita tidak mengelola SDA udara kita dalam optimalisasi pengelolaan frekuensi, maka potensi penerimaan negara akan menguap,” tambah Maftuch, yang saat ini juga menjadi Koordinator Forum Pajak Berkeadilan.
Rencana Kementerian Kominfo melakukan “lelang semu” atas frekuensi radio bagi Penyelenggara Jaringan Bergerak Seluler di pita frekuensi radio 2.1 GHz (3G) dan pita frekuensi radio 2.3 GHz (4G) telah menuai polemik.
Maftuch menambahkan, Saat ini ada empat existing operator sementara hanya ada tiga blok frekuensi yang akan dilelang. Kalau keempat blok dilelang artinya hanya sekadar arisan saja karena hampir dipastikan existing operator pasti menang dalam lelang ini, kecuali jika lelang dilakukan secara terbuka bahkan utuk investor baru sehingga bisa meningkatkan PNBP. Kedua, Lelang dibatasi hanya dua putaran artinya minim sekali kesempatan untuk mendapatkan harga terbaik. Selain itu, potensi blok yang akan dilelang tidak dapat dioptimalkan karena tersisa satu blok di pita 2300 yang tidak jelas akan dilelang kapan. Artinya, negara sudah kehilangan potensi penerimaan senilai kurang lebih Rp2,3 triliun.”
“Rencana lelang semu harus dihentikan. Lelang harus terbuka dan memperlakukan peserta lelang dengan perlakuan yang sama. Prinsip good-governance harus dikedepankan. Jika tetap ‘lelang semu’, maka kita patut curiga ada ‘permainan’ di belakang ini. Lelang semu juga akan berpotensi menurunkan PNBP dan hilangnya transparansi-akuntabilitas dalam penyelenggaraan negara,” ujar Maftuch.
Semua pihak harus mencermati rencana “lelang semu” frekuensi 3G dan 4G ini, “KPK, DPR, aparat penegak hukum, LSM dan masyarakat luas harus perhatikan rencana Kementerian Kominfo ini. Pasalnya, frekuensi juga menyangkut hajat hidup kita semua yang sudah tidak bisa lepas lagi dari gadget,” tambah Mickael di sela-sela diskusi dan media briefing tentang Penerimaan Negara dan Lelang Frekuensi: Negara Untung atau Buntung? yang diselenggarakan oleh Prakarsa di Jakarta.
Selain itu, Kementerian Kominfo harus tetap menjadikan target PNBP sektor telekomunikasi dan informatikan sebagai salah satu prioritas kerja Kominfo. “Selain fokus pada pencapaian target PNBP 2017 sebesar Rp 16,5 Triliun, Kominfo perlu segera menyetor piutang PNBP ke kas negara. Hasil audit BPK 31 Desember 2015 melaporkan bahwa piutang PNBP Kominfo merupakan salah satu yang tinggi yakni Rp 2,9 tiliun yang berasal dari Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Telekomunikasi dan Pengenaan Denda. Menteri Kominfo harus segera menyelesaikan masalah ini agar tidak makin besar kerugian negara. Sebagai tambahan informasi, piutang PNBP tertinggi adalah Kementerian ESDM sebesar Rp 26,4 Triliun, Kejagung Rp 15,7 triliun, KLHK Rp 2,9 triliun,” kata Roy Salam dari Indonesia Budget Center (IBC).
PNPB sebagai salah satu sumber penerimaan negara yang cukup signifikan perlu terus dioptimalkan potensinya dengan tidak mengorbankan kepentingan publik. Selain itu, PNBP harus dikelola dengan transparan dan akuntabel sehingga potensi penyalahgunaan PNBP dapat kita cegah dari awal. Regulasi PNBP saat ini sudah banyak yang “out of date”, maka pemerintah dan DPR perlu segera menyelesaikan revisi UU PNBP. (MS)