Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa ingatan seseorang bisa memudar secara perlahan akibat Alzheimer? Penelitian terbaru dari Korea Selatan mungkin telah menemukan petunjuk penting dalam teka-teki ini. Sebuah enzim bernama SIRT2, yang sebelumnya kurang mendapat perhatian, kini terungkap sebagai penghubung kritis antara peradangan otak dan hilangnya memori pada penyakit Alzheimer.
Alzheimer, penyakit neurodegeneratif yang memengaruhi jutaan orang di dunia, telah lama dikaitkan dengan penumpukan plak amyloid-beta di otak. Namun, mekanisme pasti bagaimana plak ini menyebabkan kerusakan kognitif masih menjadi misteri. Temuan terbaru dari Institute for Basic Science (IBS) Korea Selatan ini memberikan cahaya baru pada peran sel astrosit—sel pendukung otak yang ternyata lebih aktif dari yang kita duga.
Astrosit, yang selama ini dianggap hanya sebagai “penjaga” neuron, ternyata memproduksi neurotransmitter GABA secara berlebihan ketika terpapar plak amyloid-beta. Produksi GABA yang tidak terkendali ini menekan aktivitas otak dan mengganggu pembentukan memori. Lebih buruk lagi, proses ini juga menghasilkan hidrogen peroksida (H₂O₂), senyawa yang mempercepat kerusakan sel-sel saraf.
SIRT2 dan ALDH1A1: Dua Enzim Kunci di Balik Kerusakan Memori
Tim peneliti IBS menggunakan kombinasi teknik analisis molekuler, pencitraan mikroskopis, dan elektrofisiologi untuk mengidentifikasi dua enzim yang bertanggung jawab atas lonjakan produksi GABA: SIRT2 dan ALDH1A1. Yang menarik, kadar SIRT2 ditemukan lebih tinggi pada astrosit pasien Alzheimer, baik pada model tikus maupun jaringan otak manusia.
“Ketika kami menghambat ekspresi SIRT2 pada tikus Alzheimer, kami melihat pemulihan sebagian memori kerja dan penurunan produksi GABA,” jelas Mridula Bhalla, penulis utama studi ini. Namun, pemulihan ini hanya terjadi pada memori jangka pendek, bukan memori spasial—fakta yang membuka pertanyaan baru bagi para peneliti.
Baca Juga:
Memisahkan Efek GABA dan Hidrogen Peroksida
Salah satu terobosan penting dari penelitian ini adalah kemampuan untuk memisahkan efek GABA dan H₂O₂. Sebelumnya, penghambatan enzim MAOB—yang terlibat dalam produksi kedua senyawa tersebut—menyulitkan peneliti mempelajari peran masing-masing secara terpisah. Dengan mengidentifikasi SIRT2 dan ALDH1A1 sebagai target di hilir MAOB, kini dimungkinkan untuk secara selektif menghambat GABA tanpa memengaruhi H₂O₂.
“Ini memungkinkan kami mempelajari peran GABA dan H₂O₂ secara independen dalam perkembangan penyakit,” kata Direktur C. Justin LEE dari IBS. Meskipun SIRT2 sendiri mungkin bukan target obat yang ideal karena pengaruhnya yang terbatas pada neurodegenerasi, temuan ini memberikan dasar penting untuk pengembangan terapi yang lebih tepat sasaran.
Implikasi untuk Pengobatan Alzheimer di Masa Depan
Penelitian ini, yang diterbitkan dalam Molecular Neurodegeneration, membuka jalan bagi pendekatan pengobatan baru yang menargetkan reaktivitas astrosit secara spesifik. Daripada sekadar mencoba menghilangkan plak amyloid-beta—strategi yang belum menunjukkan keberhasilan signifikan—para ilmuwan kini dapat fokus pada regulasi produksi GABA di astrosit.
Di tengah berbagai tantangan dalam penelitian Alzheimer, temuan tentang SIRT2 ini memberikan harapan baru. Seperti yang ditunjukkan oleh studi tentang rekonstruksi genom bakteri dari mumi, terkadang jawaban untuk masalah modern justru datang dari pemahaman mendasar tentang mekanisme biologis.
Meskipun jalan menuju pengobatan yang efektif masih panjang, setiap penemuan seperti ini adalah langkah penting. Bagi jutaan orang yang hidup dengan Alzheimer dan keluarga mereka, penelitian semacam ini bukan hanya tentang sains—tapi tentang harapan untuk mempertahankan kenangan berharga sedikit lebih lama.