Telset.id – Pernahkah Anda menerima pesan berisi video yang membuat Anda ragu, “Ini asli atau rekayasa?” Jika dulu kita bisa dengan mudah menuding “Itu hasil Photoshop”, kini frasa itu berganti menjadi “Itu buatan AI”. Teknologi generatif AI telah mengaburkan batas antara realitas dan ilusi digital. Yang lebih mengkhawatirkan, tidak ada lagi cara pasti untuk membedakan konten sintetis dari yang asli.
Sebuah penelitian terbaru dari Humboldt University of Berlin mengungkap fakta mengejutkan: deepfake kini bahkan mampu meniru detak jantung manusia dalam video. Padahal, sebelumnya, denyut nadi dianggap sebagai salah satu tanda keaslian yang sulit dipalsukan. Studi yang dipublikasikan di Frontiers in Imaging ini menemukan bahwa model deepfake mutakhir dapat menghasilkan video dengan indikator detak jantung yang mirip manusia.
“Ini pertama kalinya kami menunjukkan bahwa video deepfake berkualitas tinggi dapat menampilkan detak jantung realistis dan perubahan warna wajah yang halus, membuatnya jauh lebih sulit dideteksi,” jelas Peter Eisert, profesor di Humboldt dan penulis utama studi tersebut, seperti dikutip Popular Science.
Krisis Kepercayaan di Era Deepfake
Deepfake menggunakan AI untuk menciptakan gambar, video, atau rekaman suara yang dimanipulasi namun terlihat sangat meyakinkan. Teknologi ini telah menimbulkan berbagai masalah, mulai dari penyebaran materi eksplisit non-konsensual hingga penipuan dan misinformasi. Sebuah laporan menyebutkan lebih dari 244.000 video porno deepfake diunggah ke 35 situs teratas hanya dalam seminggu.
Kasus Scarlett Johansson yang menjadi korban deepfake dan mendesak regulasi di AS hanyalah salah satu contoh dari banyaknya kasus serupa. Bahkan tokoh seperti Elon Musk pun tidak luput dari penyalahgunaan teknologi ini untuk penipuan kripto.
Baca Juga:
Bagaimana Deepfake Menipu Detektor?
Metode deteksi deepfake tradisional mengandalkan identifikasi ketidakkonsistenan visual seperti kedipan mata yang tidak alami atau distorsi fitur wajah. Sistem yang lebih baru menggunakan remote photoplethysmography (rPPG), teknik yang awalnya dikembangkan untuk telemedisin, untuk mendeteksi tanda detak jantung dengan menganalisis perubahan cahaya pada kulit wajah.
Tim Humboldt melatih model deteksi menggunakan video asli partisipan yang melakukan berbagai aktivitas. Setelah menganalisis hanya 10 detik rekaman, sistem dapat mengidentifikasi detak jantung setiap orang dengan andal. Namun, ketika metode yang sama diterapkan pada versi deepfake partisipan tersebut, hasilnya mengejutkan: detektor menemukan detak jantung dalam video yang dimanipulasi dan menandainya sebagai asli.
“Eksperimen kami menunjukkan bahwa deepfake dapat menampilkan detak jantung yang realistis, bertentangan dengan temuan sebelumnya,” tulis para peneliti. Yang menarik, deepfake dalam penelitian ini tidak sengaja diprogram untuk mensimulasikan detak jantung. Para peneliti percaya klip sintetis tersebut secara tidak sengaja “mewarisi” sinyal seperti denyut nadi dari rekaman asli.
Masa Depan Deteksi Deepfake
Meskipun penelitian ini menunjukkan celah dalam sistem deteksi saat ini, para peneliti mengatakan situasinya tidak sepenuhnya suram. Deepfake masa kini masih belum mampu mereplikasi pola aliran darah yang lebih kompleks di wajah seseorang seiring waktu. Metode deteksi lain—seperti melacak perubahan kecerahan piksel atau menggunakan watermark digital—sedang dieksplorasi oleh perusahaan teknologi seperti Adobe dan Google untuk melengkapi pendekatan tradisional.
Namun, temuan ini menyoroti kebutuhan akan pembaruan terus-menerus pada teknologi deteksi. Seperti yang disarankan Eisert dan timnya, tidak ada indikator tunggal yang mungkin cukup dengan sendirinya dalam jangka panjang. Di tengah maraknya penggunaan deepfake untuk memengaruhi pemilu, kesadaran publik dan regulasi yang ketat menjadi semakin penting.
Lalu, bagaimana kita bisa melindungi diri di era di mana mata dan telinga kita sendiri tidak lagi bisa dipercaya? Langkah pertama adalah selalu skeptis terhadap konten yang mencurigakan, terutama yang bersifat sensasional. Kedua, manfaatkan alat verifikasi fakta yang tersedia. Dan yang terpenting, dukung upaya-upaya seperti inisiatif StopNCII yang bertujuan memerangi penyalahgunaan teknologi ini.